Ketika Channing sedang asyik melihat pertandingan bola, Mariana datang mengagetkannya.
"Kakak Channing. Aku datang." teriak Mariana dari ruang tamu. Ia langsung berhambur ke pelukan Channing. "Kenapa sendirian kak? Dimana yang lain?"
"Mariana? Kenapa malam-malam begini ke sini? Kau tidak capek atas kepulanganmu hari ini?" tanya Channing yang ikut merangkul Mariana.
"Aku masih merindukan kalian. Yang lain di mana kak? Aku ingin bertemu Calvin. Aku masih merindukannya. Sudah lima tahun aku tidak bertemu dengannya. Dia juga jahat padaku kak. Sama sekali pesanku tak ada yang di balas oleh Calvin." Channing hanya terkekeh mendengarnya.
"Calvin sedang tidur di kamar. Jangan ganggu dia. Besok saja kau bertemu dengannya. Lagi pula ini sudah malam kau malah ke sini. Apa paman dan bibi tak melarangmu?"
"Tentu saja tidak kak. Ini juga belum larut malam. Calvin tumben jam segini sudah tidur, kak? Istri kakak mana?"
"Banyak pekerjaan di kantor. Dia pasti kelelahan. Sudah jangan bangunkan dia. Istriku sedang di atas." jawab Channing. Mariana sangat over agresif sekali pada adiknya. Karena itu Channing tak ingin membuat adiknya pusing dengan kedatangan Mariana.
Mariana adalah anak dari sahabat orang tua mereka. Sejak dulu Mariana memang begitu agresif dengan Calvin. Dan karena itu juga Calvin merasa risih dengan Mariana yang selalu menempel padanya. Hingga akhirnya Mariana menempuh pendidikannya di Inggris. Dan mereka tak lagi berhubungan.
"Tapi aku sudah terlanjur datang ke sini kak. Aku akan lihat sebentar ke kamarnya yah?"
"Sudah jangan ganggu dia. Kau pulang saja. Ini sudah malam Mariana."
"Sebentar saja kak. Aku akan melihat Calvin di kamarnya. Setelah itu aku akan pulang. Kakak jangan khawatir. Aku tak akan membangunkannya." ucapnya kegirangan dan langsung menuju lantai atas. Channing hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Biarkan sajalah, di kamar Calvin juga ada Ellice. Dia pasti tak akan lama."
"Jika aku mengetuk pintu kamarnya, pasti aku akan mengganggu Calvin. Aku langsung masuk sajalah." ucap Mariana yang sudah di depan kamar Calvin. Dengan pelan ia membuka kamar Calvin. "Apa yang kalian lakukan?"
Kedua insan yang sedang menikmati moment berdua sangat terkejut dengan kedatangan Mariana ke dalam kamar Calvin. Membuat Ellice langsung menjauh dari Calvin dan segera berdiri. Untung saja mereka sudah tak lagi berpelukan.
"Apa yang kau lakukan di sini? Ini kamarku dan ini rumahku. Kau suruh sapa masuk tanpa bertanya dulu padaku?" bentak Calvin karena sudah membuat moment romantisnya dengan sang pujaan hati terganggu.
Ellice yang di landa kejutan besar langsung shock. Detak jantungnya sungguh berdetak kencang. Jika bisa melompat, jantung Ellice sudah keluar dari tubuhnya. Membuat tangannya sedikit gemetar. Dan tiba-tiba terasa nyeri di perutnya.
"Ellice kau kenapa? Apanya yang sakit?" tanya Calvin karena Ellice sedikit meringis memegang perutnya. Membuat Calvin ikut panik. Takut sesuatu terjadi pada calon bayinya. Maklum saja anak pertama, ini pengalaman pertamanya menjadi seorang ayah.
"Tidak. Ti--dak apa-apa, aku... aku tidak apa-apa. Cal ini salepnya. Kau bisa mengoleskannya sendiri kan? Dan itu makanannya." wajah panik dan tak suka sudah terlihat di wajah Ellice ketika melihat Kedatangan Mariana. Membuatnya memilih untuk pergi saja dari sana. "Aku keluar dulu."
Sedangkan Mariana yang melihat keduanya tadi masih berusaha menelaah apa yang sedang terjadi. 'Tadi mereka sedang apa?' gumamnya dalam hati. "Apa yang kalian lakukan tadi Cal? Sepertinya kalian akrab sekali ya?"
"Untuk apa kau kemari? Aku sudah mengantuk. Tadi dia hanya memberikan obat pada lukaku. Kau pergilah. Aku ingin istirahat lagi." ucap Calvin yang masa bodoh dengan kedatangan Mariana. Ia mengambil selimut dan menutupi tubuhnya.
"Apanya yng perlu di obati? Luka apa? Mana sini biar aku yang mengobati lukamu Cal. Perlihatkan sini padaku." tanya Mariana yang sudah duduk di pinggir ranjang dan menarik lengan Calvin yang tidur tengkurap. Posisi tidur paling nyaman untuk Calvin, sambil mengecupi sprei bekas cintanya berada.
"Aku ingin istirahat. Kau pulanglah. Aku tak peduli denganmu. Aku ingin tidur."
"Ayolah Cal, sini aku ingin mengobati lukamu. Mana yang sakit? Biar aku oleskan salep untukmu."
Sementara Ellice yang keluar dari kamar Calvin, mencoba mengatur nafasnya yang sempat terhenti karena begitu terkejutnya dengan kedatangan Mariana.
'Ya Tuhan... Semoga saja Mariana tak melihat apa yang sedang aku dan Calvin lakukan. Tapi bagaimana jika dia melihatnya? Tidak. Tidak boleh.' ucapnya dalam hati. Ia memegangi dadanya yang tak kunjung reda dari rasa takutnya.
'Tapi bagaimana jika dia melihat apa yang aku lakukan dengan Calvin? Tidak. Channing, Aaahh tidak. Tidak Boleh. Aku harus menanyakan ini pada Calvin besok. Tapi ssshh... perut sakit." perutnya kembali sakit membuat Ellice meringis kesakitan.
'Apa dia memang sedekat itu dengan Calvin? Sampai dengan mudahnya Mariana masuk kamar begitu saja?' tanpa ia sadari Ellice kembali cemburu. Wajahnya terlihat sedih menatap pintu kamar Calvin. Dimana lelakunya berada dalam satu kamar dengan wanita lain.
Ia memilih masuk ke dalam kamarnya dan tak melihat suaminya yang sedang asyik menonton bola di bawah bersama Jimmy dan beberapa anak buah lainnya.
Perutnya masih sakit, dari pada membuat suaminya curiga, lebih baik dia ke kamar saja. Mungkin dia juga bisa lebih tenang di dalam kamar.
***
Tanpa terasa hari sudah berganti. Pagi ini nampaknya tak bersahabat untuk Channing. Karena sejak tadi dadanya terasa nyilu. Hingga harus minum obat sebelum waktunya.
"Masih sakit sayang? Aku panggilkan dokter Antony ya?" tanya Ellice yang ikut gelisah.
"Tidak perlu. Biarkan saja. Nanti juga sembuh sendiri. Panggilkan Calvin saja sayang. Ada yang perlu aku katakan padanya." ucapnya lemah sambil terus memegang dadanya yang sakit.
"Hmm, aku panggilkan Calvin. Tapi tenangkan pikiranmu dulu ya?" Channing hanya mengangguk. Ellice segera ke kamar Calvin. Tanpa mengetuk pintu ia langsung masuk. Sudah seperti kamarnya sendiri saja.
"Cal, dia masih mandi." Ellice mendengar suara gemericik air dari arah toilet. Ia melihat ranjang Calvin yang berantakan. "Sampai jam berapa tadi malam Mariana di sini? Apa dia juga tidur di sini? "
Ellice terus saja memandangi ranjang itu. Rasanya tak rela jika ada wanita lain menyentuh bagian paling penting untuknya di kamar ini. Mengingat Mariana dengan mudah, masuk kamar Calvin membuat Ellice tak rela.
Ingin rasanya ia hanyutkan semua wanita seperti itu dari hadapan Calvin. Tak mengijinkan siapapun masuk ke dalam ranah lelakinya.
"Bagaimana perutmu semalam? Sudah tidak sakit kan? Dia pulang setelah beberapa menit kau keluar. Aku tak ingin membuatmu salah paham lagi dan membenciku seperti kemarin." ucap Calvin yang mengagetkan Ellice.
Tiba-tiba Calvin sudah bersimpuh dan mengecup perut Ellice yang semalam terasa sakit. Membuat hati Ellice merasakan kasih sayang darinya begitu tulus.
"A-aku tidak menanyakan hal itu." jawab Ellice melengos. Bagaimana Calvin tau apa yang ia pikirkan?
"Meski kau tak bertanya, aku yang ingin menjelaskan. Aku tak ingin merahasiakan apapun darimu. Aku takut kau mendiamkan aku lagi. Aku tak mau Ellice." Calvin berdiri di hadapan Ellice. Mengusap lembut pipi itu dengan jemarinya. Tersenyum manis dengan menebar segala pesona yang ia miliki. "Anak kita tidak apa-apa kan?"
Perlakuan Calvin yang selalu lembut, mampu membuatnya luluh. Dengan mudahnya Ellice takluk begitu saja dengan perhatian-perhatian kecil Calvin padanya.
Calvin yang pintar memanfaatkan situasi, mendekat pada Ellice. Ia mendekatkan wajahnya, membuat Ellice merasakan nafasnya yang berhembus hangat di wajah. Aroma minta dari pasta gigi menyeruak masuk ke hidung Ellice.
Perlahan tapi pasti ia membawa tangannya melingkar di pinggang Ellice. Membimbing bibirnya untuk menyentuh bagian candu milik Ellice. Seketika darah Ellice mengalir tidak sewajarnya.
Begitu lembut bibir itu. Calvin mampu memabukkan sl Ellice setiap sentuhan yang ia berikan. Bermain sejenak menyesap madu yang di hasilkan dari rongga mulut Ellice. Membuat Ellice ikut larut dan melupakan tujuan utamanya memanggil Calvin.
Sama sekali tak ada penolakan dari Ellice. Sepertinya ia mulai terbiasa dengan hal itu. Hal yang begitu ia rindukan saat Calvin tak memberikannya.
"Aku tak akan pernah merahasiakan apapun darimu. Percayalah, hanya kau yang aku cintai Ellice." ucap Calvin saat tautan bibirnya ia lepas dari Ellice. Nampak sekilas Ellice kecewa ketika Calvin melepasnya.
Ellice tersenyum dan mengangguk. Dia akan percaya apa yang Calvin katakan. Karena Ellice merasakan ketulusan cinta Calvin padanya. Meski saat melihat Mariana masih ada rasa cemburu melanda hatinya.
Kedua mata elang Calvin yang tajam, membawa Ellice masuk untuk menyelam lebih dalam memasuki isi hati sang lelaki.
Tapi tiba-tiba Ellice ingat apa yang membawanya menemui Calvin. "Aku lupa! Bodoh! Channing memanggilmu Cal. Sakitnya kambuh lagi. Ia ingin berbicara denganmu." Ellice langsung sadar dan menarik tangan Calvin menuju kamarnya.
"Kakak sakit lagi? Kenapa? Apa yang habis di lakukan kakak? Obatnya sudah di minum? Kakak sudah makan?" tanya Calvin yang kini berganti menarik tangan Ellice untuk segera melihat kondisi Channing.
"Kak, kakak kenapa? Apa masih sakit kak?" Calvin duduk di tepi ranjang dan menatap kakaknya yang pemah di atas tempat tidur.
Bagaimana bisa Calvin dan Ellice melupakan Channing? Betapa berdosa keduanya. Oh Tuhan...
"Kakak ingin kau berkata jujur pada kakak."
Follow IG Author ya @frayanzstar