Ellice yang sudah di penuhi kerinduannya pada Calvin, tak lagi menjawab apa pertanyaan sang lelaki. Matanya sudah penuh dengan derai air mata. Kekalutan antara cinta Calvin dan suami membuatnya bimbang.
Sehingga perhatian lembut yang di berikan Calvin seakan mengangkat beban itu darinya. Membuatnya lebih tenang dan merasa bahagia.
Calvin tak melihat ada penolakan dari raut wajah Ellice. Hanya ke khawatiran yang tergambar jelas di sana. Masih memegang wajah Ellice dengan kedua tangannya, Calvin dekatkan wajah itu. Membiarkan semakin mendongak dan kecupan mendarat sempurna di bibir.
'Maaf kak, kebahagiaanmu aku ambil dan sekarang aku ingin membagi rasa bahagiaku bersama Ellice. Maaf jika aku jahat padamu.' gumam Calvin dalam hati. Meski pikirannya mencoba menolak, tapi tubuhnya tak kuasa menahan.
Kecupan demi kecupan ia berikan pada sang wanita. Begitu lembut dan menyentuh relung hati Ellice yang paling dalam. Mulai membuka bibir, hingga memberikan celah untuknya menarik lembut lidah itu. Menari dengan indah, merasakan manis mint dari pasta gigi.
Masih betah bermain dengan bibir Ellice, tangannya mulai membuka resleting baju belakang. Menurunkannya lewat pundak satu demi satu. Membiarkan pakaian terbuka dan terhenti di pinggang sang wanita.
Menyisakan penutup terakhir bukit kembarnya di bagian atas. Tanpa terasa pengait itu ikut menyusul. Dan tanpa ragu lagi Calvin ikut melepaskan bagian depannya. Hingga poloslah tubuh Ellice di bagian atas.
"Calvin... Channing, di-dia suamiku." Ellice melepas bibirnya dengan tangan yang ia silangkan menutup aset bagian depan tubuhnya yang padat dan berisi. "Dia suami Cal." isak tangis Ellice membuat Calvin sedikit ragu melanjutkan keinginannya. Tapi tubuhnya sudah tak kuasa terbendung. Bahkan sudah sejak tadi milik terbangun.
"Hmm, dia tetap suamimu. Dia juga tetap akan menjadi kakakku. Tapi untuk malam ini, bisakah bahagia ini milik kita Ellice. Aku ingin egois. Walau hanya sekali. Menginginkan dirimu. Please."
Untuk meyakinkan Ellice, Calvin mengecup pundak polosnya. Masuk dan menjalar ke leher. Dan mampu membawa Ellice dalam suasana syahdu bersama.
Membiarkannya mendamba sesuatu, agar bisa saling menikmati malam ini. Ketika ciuman mesra mendarat di lehernya, darahnya berdesir, memunculkan rasa geli di setiap sudut tubuhnya.
Hembusan nafasnya yang hangat kian membawa Ellice masuk lebih dalam pada permainan Calvin. Terus menstimulus semua titik sensitif wanitanya.
"Ehm.. Cal..Ehm.." Ellice yang masih berusaha sadar, sampai tak kuasa lagi karena sentuhan lembut yang Calvin berikan padanya selalu memabukkan.
"Hanya suara dan senyummu yang mampu melepas rinduku selama ini. Sekarang, aku ingin merasakan bahagia bersama denganmu. Meski akhirnya kau akan tetap menjadi .... milik kakak." senyum sendu terukir di wajahnya.
Tak terasa setetes air mata jatuh membasahi leher Ellice. Membuat wanita itu membuka mata dan melihat asal air itu berasal.
"Cal.. Kau menangis?" Ellice bertanya dengan suara lirihnya. Manik mata biru milik Calvin ia pandang lekat-lekat. Mencari jawaban atas setetes air yang sukses meluncur tanpa awak.
"Aku tau aku tak bisa memiliku Ellice. Tapi malam ini, hanya malam ini. Kebahagiaan ini ingin aku bagi bersama denganmu. Aku tau kau akan selamanya menjadi milik kakak. Kakak yang selamanya menjadi kakak sekaligus orang tua bagiku."
Ellice pun ikut menangis mendengar jawaban yang di berikan Calvin padanya. Dirinya memang milik Channing. Selamanya, akan terus begitu.
"Terima kasih karena kau tak membenciku Ellice. Terima kasih." kembali satu tetes air matanya mengalir di pipinya.
Lelaki yang kuat tanpa memiliki rasa takut ternyata kalah dengan cinta. Membuat Ellice tak menyesal telah memberikan separuh cintanya pada lelaki di depannya ini.
Kali ini Ellice yang memulai lebih dulu. Ia menyentuh air mata yang membasahi pipi Calvin dengan bibirnya. Membuat Calvin tersenyum dan keduanya kembali saling menikmati ciuman mereka.
Permainan mulut Calvin di balas perlahan oleh Ellice. Meski kaku, tapi sudah mulai piawai. Pelan tapi pasti, Calvin membawa Ellice untuk tidur di ranjanganya.
Ranjang yang menjadi saksi bisu mereka ketika membuat calon janin. Yang kini calon janin sudah berubah menjadi calon bayi dalam perut Ellice.
Beberapa hari setelah kejadian malam itu, Calvin memerintahkan Mario untuk mencarikan aroma cologne yang sama seperti yang Ellice pakai. Untuk sekedar melepas rindu yang teramat dalam pada sang wanita. Sampai setiap sudut ruangan serta lemari pakaian Calvin semua beraroma Ellice.
Tak lupa pakaian Ellice juga ia tambahkan wewangian itu. Agar semakin terasa jika Ellice berada di samping. Kain itu yang setiap malam selalu menemani Calvin dalam tidurnya. Membuatnya tak lagi bermimpi buruk.
"Ijinkan aku melakukannya hari ini denganmu Ellice." Ellice hanya tersenyum, mengusap lembut wajah lelaki yang sudah meluluh lantahkan perasaannya.
Calvin kembali mencumbui Ellice. Mulai berani, ia sedikit turun hingga mengecupi antara leher dan dada Ellice.
"Ehm.. ssshh.." lolos sudah desahan lirih yang Ellice keluarkan dari lisannya. Suara yang membuat Calvin semakin larut dan terbuai dengan kemolekan tubuh Ellice.
Benda padat nan indah yang belum pernah ia jamah, kini ada di depan wajahnya. Membuat detak jantungnya tak menentu saat akan melakukan permainan yang lebih jauh di bagian sana.
Ia tersenyum bahagia, perlahan ia dekatkan wajahnya mencium lembut aroma wangi khas dari tubuh Ellice yang terasa begitu exotic.
Dada Ellice sudah kembang kempis. Detak jantungnya tak lagi berjalan teratur. Rasa malu dan ingin ketika Calvin menatap buah melonnya lekat-lekat membawa diri Ellice terbang mengudara.
Ciuman pertama di sana, langsung membangunkan saraf-saraf impulsifnya. Rambut-rambut halus mulai berdiri menandakan geli di sekujur tubuh berubah menjadi gairah bercinta.
Di semua bukit milik Ellice tanpa terkecuali, Calvin sapu bersih dengan ciuman. Ellice sampai harus menengadahkan kepalanya menikmati setiap sentuhan pada miliknya yang di lakukan Calvin.
Ketika Calvin mencoba menjulurkan lidahnya, gelombang sungai datang menembus muara hingga terasa ada sedikit lelehan hangat di bawah membasahi segitiga Ellice. Cekraman pada sprei semakin di remas olehnya. Sedikit getaran itu membuat Calvin tersenyum. Wanitanya sudah mulai basah.
Masih menikmati bagian atas. Tangannya menjelajah ke bawah menurun pakaian yang sudah setengah jalan. Sampai tali penutup terakhir ikut menyusul. Dan meloloskan ukiran paling indah milik wanita di bawah sana.
Tak ingin berlama-lama lagi, Calvin mulai memposisikan miliknya agar presisi, siap tempur untuk menerobos lembah kenikmatan yang mematikan dari lembah yang tercipta di tubuh Ellice.
"Aakkhhhhkk!"
***
Lampu temaran dari meja kerja Channing menyala. Memperlihatkan keseriusan wajahnya ketika membaca berkas-berkas laporan hasil meeting pagi tadi. Tempias dari cahaya lampu membuat siluet di wajah tampannya terlihat nyata.
"Kenapa banyak sekali perbedaan di sini? Apa aku perlu melakukan pengecheckan ulang? Perbedaan ini sangat jelas. Apa ada kebocoran data di perusahaan?" dengan wajah seriusnya Channing terus membaca dan menelaah pekerjaaannya.
Sampai hal mengejutkan tiba-tiba datang memecah keheningan malam di dalam ruang kerjanya. Pecahan kaca menggelegar ke segala arah berjatuhan menjadi serpihan di lantai.
Channing reflek mengarahkan tubuhnya untuk menunduk di kolom meja. "Ada apa ini?" Channing meraba meja dengan tangannya untuk mematikan lampu, agar tak terlihat dari sisi luar. Merogoh ponselnya untuk menghubungi Jimmy.
"Jimmy, cepat ke ruang kerjaku sekarang. Cepatlah!" ucap Channing masih di posisinya. Matanya terus mengarah pada jendela yang di terangi sinar rembulan.
"Siapa ini? Kenapa berhasil lolos dari penjagaan? Apa itu tembakan?" di saat Channing memikirkan hal yang sedang mengganggunya bekerja, Jimmy datang dengan terburu-buru dan segera masuk ke dalam.
"A-ada apa tuan? Apa yang terjadi? Tuan di mana? Kenapa gelap sekali?" tanya Jimmy yang langsung mencecar segala pertanyaan pada Channing.
"Aku di bawah meja kerja. Jangan menghidupkan lampu Jimmy. Ada yang sedang mengintai rumah. Sesuatu telah membuat kaca jendela pecah."
Jimmy langsung melihat ke arah jendela dan benar saja kaca sudah berserakan di bawah. Berjalan perlahan merayap dekat dinding, Jimmy mendapati kunai tertancap di sofa. Kunai adalah alat orisinal milik ninja menyerupai sebilah pisau yang kecil berbentu runcing. Dan terdapat sepucuk surat di ujung kunai tersebut.
"Mereka melempar kunai ke sini dan ada sepucuk surat yang di kirim tuan." Jimmy mengambil surat tersebut dan sejenak memantau kondisi ke luar jendela.
"Surat apa Jimmy?" merasa sudah aman, Channing berdiri penasaran dengan surat yang di kirim padanya.
"Ini tuan." Jimmy memberikan kunai dan suratnya pada Channing.
"Ada sebuah rahasia besar dalam rumah yang tersembunyi. Awasi baik-baik jika kau tak ingin kehilangan sesuatu yang berharga." isi surat yang di terima olehnya.
"Rahasia? Apa maksudnya?" Channing berusaha mencerna tulisan pada kertas itu. Dan Jimmy menghubungi anak buahnya agar segera mencari siapa yang melakukan ini di rumah.
"Lebih baik kita keluar dari sini dulu tuan. Saya akan mencari tau siapa yang melakukan ini." Channing mengangguk dan keduanya keluar.
Tiba-tiba pikirannya mengarah pada keselamatan Ellice. "Ellice, di mana dia? Semoga saja dia baik-baik saja di kamar." Channing segera menuju kamarnya dan tak mendapati Ellice berada di sana. Di toilet pun istrinya tak terlihat.
Ia turun mencari ke lantai bawah. "Bi, bibi melihat Ellice?"
"Tidak tuan, tadi terakhir kan nyonya bersama tuan? Setelah itu saya belum melihat beliau lagi. Apa perlu saya bantu carikan nyonya tuan?"
"Tidak usah bi, biar saya yang mencarinya." Channing kembali ke lantai atas dan langkahnya mengarah ke kamar Calvin. "Seingatku dia tadi membawakan makanan pada Calvin."
"Cal.. Calvin."
Follow ig Author ya @frayanzstar