Ares menunggu kedatangan Victor dan Anne. Dia menatap mobil silver yang mulai memasuki gerbang. Ares bergegas menghampiri Victor yang berjalan dengan cepat.
"Kau membawah gadis itu?" tanya Ares terheran. Victor mengangguk. Anne segera turun dari kabin mobil. Dia berjalan sambil menundukan wajahnya. Kening Ares berkerut memandangi Anne.
Wajah perempuan itu sangat lucu, bahkan terlihat sangat aneh.
"Apa yang kau lakukan dengan pelayan kita, Victor?" teriak Ares saat dia menatap Anne yang sedang berdiri di depannya. Ares menghela napas panjang. Dia memperhatikan mimik wajah Anne. Lipstiknya sangat berantakan.
Victor tidak mengubris ucapan Ares. Dia segera masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan satu kata pun. Anne terdiam membisu sambil menunduk ke bawah. "Tuan Ares, maafkan aku!"
"Aku sedang memperburuk suasana tuan Victor," ucap Anne lirih.
"Maksudmu apa, Anne?"
"Apa yang terjadi? Mengapa wajahmu sangat lucu?" gumam Ares tidak mengerti. Anne menghela napas panjang sambil berjalan. Ares mengikutinya dari belakang.
"Aku malu, Tuan Ares. Aku berada di pesta kelulusan tuan Victor dan wajahku sangat buruk."
"Ya, wajahmu tidak buruk, namun lipstick itu memperburuk wajahmu," gerutu Ares segera. Bibi Fani menunggu Anne di depan pintu. Wajah perempuan paruh baya itu memerah. Seakan sedang menahan amarah.
Melihat wajah bibi Fani yang penuh emosional, Anne menelan salivanya. Sebentar lagi dia akan berada di dalam masalah.
"Anne!"
"Segera ikuti aku!"
"Kau harus mendapat hukuman!"
Setelah mengatakan hal itu, bibi Fani bergegas beranjak dan meninggalkan Anne. Ares tidak mengerti. Namun, dia tidak punya waktu. Besok saja dia menemui Anne saat perempuan itu terlihat baik. Wajahnya yang penuh lipstick membuat Ares sedikit ketakutan melihatnya.
Anne dengan sangat lemas bergegas ke kamarnya. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan seluruh wajahnya. Sialnya, lipstick yang dipakainya kedap air. Dia harus membersihkan lipstick itu dengan cairan khusus.
Tok … Tok …
"Anne!"
"Segera ke kamar kepala pelayan!" teriak bibi Fani. Dari dalam kamar, Anne bisa mendengarkan teriakan itu. Anne benar-benar kesal. Seharusnya kepala pelayan itu berterima kasih kepadanya. Sebab karena dia ingin bersama tuan Victor, gajinya di naikan dalam sebulan ini.
"Uhft!" Anne menghela napas panjang.
Besok, dia akan berurusan dengan tuan Victor dan tuan Ares. Kedua manusia yang membuatnya sakit kepala. Seharusnya Anne bisa mendapatkan kelemahan kedua lelaki tampan itu lalu menyerangnya. Membuat keluarga Yuan berada dalam keterpurukan. Seperti yang dilakukan kepada keluarganya di Korea. Anne merasa rencananya akan berjalan mulus namun, selalu mendapatkan kesulitan
***
Tuan Robert memijit pelipisnya yang terasa memanas. Perusahaan retail keluarga Smith mengalami keterpurukan. Perusahaan retail yang bergerak di bidang kosmetik itu memakan banyak kerugian. Brand yang baru saja dikeluarkannya tidak laku dipasaran sedangkan biaya produksi mereka sungguh sangat tinggi.
Memikirkan semua itu, membuat kepala Robert seakan ingin pecah.
"Ayah, apakah kita harus meminjam uang di bank?" sahut Ladifa yang memikirkan kesulitan ayahnya. Tuan Robert bergeming, dia bingung harus membawah perusahaanya seperti apa.
"Ayah, bagaimana dengan …,"
"Apakah suamimu -Antoni- ingin membantu kita?" tanya tuan Robert. Ladifa terdiam membisu. Dia menunduk ke bawah. Bingung harus berkata apa.
"Apakah dia akan membantu perusahaan ayah?" tanyanya lagi. Ladifa menghela napas panjang. Entah mengapa tengorokannya terasa tercekik. Dia tidak punya pilihan. Antoni tidak menghubunginya sampai sekarang.
"Aku sudah menghubungi Antoni, namun dia sepertinya tidak bisa membantu kita."
"Mengapa? Dia tidak ingin membantu mertuanya?" sergap Robert segera. Ladifa menggelengkan kepala.
"Aku tidak tahu," jawabnya.
Martha yang mendengarkan pembicaraan Ladifa dan ayahnya hanya bisa terdiam membisu. Tuan Robert segera memandangi Martha.
"Bagaimana dengan Thomas, apakah dia akan membantu ayah?" sergapnya. Martha memandangi lelaki paruh baya itu.
"Thomas mengatakan akan membantu perekonomian kita, namun sepertinya perusahaan Thomas dalam masalah juga, ayah!" ucap Martha lirih. Dia baru saja mengetahui hal itu saat Thomas berterus terang di malam pertama mereka.
Perusahaanya dalam masalah juga karena keluarga Yuan mengambil seluruh asetnya di Barcelona.
Tuan Robert menghela napas panjang. Dia mengusap wajahnya frustasi.
"Bagaimana dengan bantuan keluarga Yuan?"
"Apakah ayah sudah berbicara dengan tuan Alderic agar beliau tidak mengambil asset kita?"
"Ayah jangan menjualnya!" ucap Ladifa segera. Robert menunduk, dia akan menandatangani perjanjian dengan keluarga Yuan. Sebagian perusahaanya akan berada di bawah kepemimpinan keluarga Yuan. Hanya itu cara satu-satunya.
"Ayah akan meminta batuan. Tapi, sangat sulit mengambil hati putra mahkota keluar Yuan. Ayah bahkan tidak pernah berbicara kepadanya," sahut tuan Robert lirih.
Ladifa menghela napas kasar. "Ya, lelaki itu benar-benar sombong!"
"Aku bahkan tidak suka dengannya, ayah!"
"Menjengkelkan sekali!" gerutunya. Ladifa memutar otaknya. Dia harus mencari jalan bagaimana bisa mendapatkan uang yang banyak dan berbicara dengan putra mahkota Yuan. Itu adalah salah satu cara untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya saat ini.
Martha beranjak dari tempat duduknya saat tiba-tiba saja Ares membalas pesannya. Martha segera masuk ke dalam kamar.
"Hallo Ares?" sahut Martha kemudian.
"Mengapa kau menghubungiku?" sambungnya lagi.
"Martha, kau berada di mana?" tanya Ares.
"Apa urusanmu? Aku bukan istrimu lagi, aku sudah menikah dengan Thomas. Aku bahkan tidak berurusan denganmu lagi," cercah Martha.
Ares terdiam beberapa saat.
"Martha," ucapnya lirih.
"Aku ingin bertemu, keluargamu dalam kesulitan bukan?" ucap Ares. Martha mengerutkan kening. Dari mana mantan suaminya itu tahu. Ini sangat mustahil.
"Kau mengetahuinya dari mana?"
"Ya, aku tahu saja," jawab Ares.
"Aku bisa membantunya," serunya. Martha menahan tawanya. Tidak mungkin mantan suaminya yang tidak berguna memiliki uang. Ini sangat mustahil.
"Jangan bercana, Ares. Kau bahkan menjadi gelandangan sekarang. Jangan bercanda mengenai uang!"
"Aku tidak mempercayaimu!" gerutu Martha.
"Aku serius, aku bisa membantu kalian." Sergap Ares.
"Tutup omong kosongmu itu, jangan pernah katakan lagi. Bahkan makan pun kau tidak bisa sekarang, Ares. Jangan seperti pahlawan kesiangan. Aku tidak suka!"
"Kau gelandangan, tidak mungkin memiliki uang jadi jangan banyak bicara!"
Tit!
Martha bergegas mematikan sambungan teleponnya. Dia segera keluar dari dalam kamar dan Ladifa sudah berdiri di depan pintu. Kakak perempuannya itu melipat tangan di dada.
"Apa yang kau lakukan?"
"Masih berhubungan dengan lelaki gelandangan itu?"
"Martha, kau harus pikirkan cara agar mengambil uang Thomas dan membantu ayah. Jangan berurusan dengan mantan suamimu yang tidak berguna itu!"
"Buang-buang waktu saja!" cercah Ladifa kemudian. Dia bergegas pergi meninggalkan Martha.
"Ya, Ares selalu tidak berguna," ucapnya lirih. Martha bergegas menghampiri ayahnya yang masih terlihat bingung.
"Segera rayu Thomas agar dia memberikan uang yang banyak kepada perusahaan kita. Jangan sampai suamimu itu seperti Ares, hanya benalu dan tidak berguna!" gerutunya. Martha serasa tertekan dengan semua ini.
"Baik, ayah!" jawabnya.
Bersambung …