Arion dan Arina hari ini mengunjungi rumah kakek Damar dan nenek Risa untuk bertemu mu dengan Mama Karin dan adik Erina, Maya. Arion membelah jalanan ibu kota di pagi hari yang selalu padat. Di mana para pencari nafkah berangkat menuju ke tempat mereka bekerja. Arion mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang sembari sesekali mendengus kesal ketika kemacetan menghambat perjalanan mereka. Namun keberadaan Erina di samping Arion yang selalu menenangkan Arion jika tengah dilanda emosi sangat membantu Arion dalam menenangkan emosi.
"Mama apa kabar?" tanya Arion dan Erina dengan kompak.
"Mama baik sayang kalian gimana kabarnya?" jawab Mama Karin.
"Alhamdulillah.. Kabar Ariel dan Erina juga baik Ma. Kakek Nenek kemana Ma? Kenapa rumah sepi?" imbuh Arion.
"Kakek dan nenek sedang ke kantor untuk mengurus apa yang seharusnya menjadi hak kamu dan Nara. Sedangkan Maya ada di kamar," balas Karin.
Arion mengernyitkan dahi mendengar ucapan mamanya, "Apa Ma?" tanya Arion nenghilangkan rasa penasaran.
"Hak kamu atas kekayaan yang dimiliki oleh papa kamu. Kakek dan nenek yang mengurus semua agar apa yang dimiliki oleh papa kamu menjadi milik kamu dan kakak kamu. Kakek dan nenek tidak akan memberikan harta sepeserpun kepada papa kamu," terang Karin.
"Tapi Arion tidak membutuhkan semua itu Ma. Arion telah menikmati hidup Arion yang sekarang. Bagi Arion yang terpenting Mama sehat dan bahagia selalu. Harta kan bisa dicari Ma," terang Arion.
Karin tersenyum bahagia dengan apa yang di dengarnya dari putra bungsunya, "Tapi ini semua sudah menjadi keputusan kakek dan nenek kamu. Mama tidak bisa menolak permintaan kakek dan nenek kamu. Bahkan ini semua rencana kakek Dermawan dan mama Dera. Mereka ingin memberikan efek jera kepada papa kamu. Mereka juga tidak ikhlas jika kekayaan yang dimiliki papa Narendra menjadi milik orang lain, terutama wanita itu," terang Karin dengan sendu.
Melihat air muka Karin yang berubah sendu Erina memegang lengan Arion agar menghentikan pembicaraan mereka. Arion menoleh ke arah Erina lalu Erina menganggukan kepala pada sang suami. Arion menghampiri Mama Karin kemudian mendekap erat tubuh mungil wanita yang sangat disayangi dan dihormati itu. Karin tidak sanggup menahan airmata yang telah menganak pinak di pelupuk mata. Isak tangis sang mama terasa menyakitkan di hati Arion. Arion semakin membenci papa Naren yang telah kembali menyakiti hati Mama demi wanita lain. Bahkan papa Naren rela meninggalkan dan mengorbankan istri dan anak-anaknya nya demi memilih wanita lain itu.
Naren membawa Mama Karin untuk duduk di sofa ruang keluarga. Sedangkan Erina melangkahkan kaki ke dapur mengambil air minum untuk mama mertua. Erina memberikan satu gelas air putih ke Mama Karin setelah duduk di samping Mama Karin. Tampak Mama Karin telah mampu menguasai emosi yang sempat melanda dalam diri Mama Karin. Arion dan Erina saling menatap memberikan isyarat untuk tetap berada di rumah kakek dan nenek sembari menunggu Mama Karin tenang. Arion dan Erina juga akan menunggu kakek dan nenek kembali ke rumah.
"Kak Erina apa kabar? Maya kangen tahu nggak sama kakak," ucap Maya setelah turun dari lantai dua dan menghampiri Erina yang tengah duduk di ruang keluarga.
"Alhamdulillah.. Kakak baik sayang. Kamu apa kabar? Sudah sehat kan? Kepala masih sering pusing tidak," balas Karin.
"Alhamdulillah.. Maya sudah sehat. Jakak dan kakak ipar juga sehat dan langgeng terus iya kak," lanjut Maya yang belum menyadari jika mama Karin tengah bersedih.
"Iya sayang. Aamiin," tukas Erina.
Maya terkesiap ketika melihat Mama Karin tampak bersedih dengan jejak air mata yang masih terlihat di wajah cantik Mama Karin. Maya mendekat ke arah Mama Karin lalu menggenggam kedua tangan Mama Karin yang berada di atas pangkuan.
"Mama kenapa? Kenapa mama nangis? Siapa yang nakal Ma? Kak Erina iya Ma?" tanya Maya dengan polos.
Karin menggelengkan kepala kemudian tersenyum sebelum menjawab ucapan polos Maya adik kandung menantu Mama Karin, " Mama tidak apa-apa sayang. Bukan. Kakak kamu itu orang yang baik sama seperti kamu sayang," jawab Mama Karin.
"Iya Ma. Kak Erina memang orang yang baik. Kakak terbaik yang Maya memiliki," lanjut Maya memuji Erina.
Erina tersenyum malu mendengar pembicaraan Mama Karin dan Maya lalu beranjak dari duduknya menuju ke dapur untuk memasak makan siang mereka setelah meminta izin kepada ada Arion Mama Karin dan Maya. Tidak lama kemudian Maya menyusul kakaknya menuju ke dapur dan memberikan kesempatan kepada Mama Karin dan Arion untuk berbicara empat mata.
"Kamu beruntung memiliki istri seperti Erina. Cantik, baik, solehah dan pinter masak. Mama berharap kamu tidak akan pernah menyakiti Erina seperti apa yang papa kamu lakukan ke mama," ucap Karin.
Arion menggenggam kedua tangan mamanya lalu menatap lekat manik mata mama tercinta, "Iya Ma. Arion merasa beruntung memiliki istri Erina. Arion tidak akan menyakiti Erina seperti apa yang papa lakukan mama. Arion berharap mama bisa tegar dan kuat menjalani semua ini. Arion dan kak Nara akan selalu ada buat mama. Walaupun Arion dan kak Nara telah memiliki keluarga, bagi Arion mama tetap yang terpenting dalam hidup Arion, Ma. Tanpa mama dan kasih sayang mama, mungkin Arion tidak akan sekuat ini menghadapi sikap apa yang berubah drastis beberapa waktu ini," jawab Arion.
"Iya sayang. Mama akan tegar dan kuat demi kamu dan kak Nara. Kalian semangat hidup Mama untuk tetap menjalankan hidup walaupun tanpa Papa kalian. Terima kasih sayang," Karin mendekap berat tubuh putra bungsu.
Beberapa saat kemudian Karin menghampiri Arion dan mama Karin untuk memberitahu jika makan siang telah dihidangkan di meja makan. Arion mengajak mama Karin beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju ke ruang makan untuk menikmati makan siang yang telah dihidangkan oleh Erina.
***
Orang tua Naren dan Karin tiba di rumah tepat pukul 4 sore. Karin, Arion, Erina dan Maya menyambut kedatangan orang tua Naren dan Karin di rumah. Mereka meraih tangan kakek dan nenek lalu mengecup punggung tangan dengan takzim. Kakek dan nenek terkesiap ketika melihat Arion dan Erina si pengantin baru yang menolak hadiah bulan madu pemberian dari mereka kini berada ada di rumah.
"Kalian sudah lama di sini Ari?" tanya kakek Dermawan.
"Arion dan Erina dari pagi di sini Kek sengaja menemani mama sendirian," jawab Arion.
"Tidak mungkin kan kamu ke sini tanpa tujuan. Walaupun kakek tahu kamu pasti merindukan mama kamu," seru kakek Dermawan dengan bergurau.
"Kakek tahu aja. Tapi itu bisa dibicarakan nanti Kek. Sekarang yang terpenting mama sudah ah tidak sedih lagi," imbuh Arion.
Papa Dermawan menautkan kedua alisnya mendengar ucapan Arion "Memang mama kamu kenapa hari ini, Ari?" tanya Papa Dermawan.
"Mama sedih. Tapi sekarang sudah tidak lagi karena ada Arion dan Erina di sini," tandas Arion dengan cengiran khas.
"Sudahlah Rin. Kamu tidak usah memikirkan anak sialan itu lagi. Sekarang semua kekayaan yang dimiliki oleh anak sialan itu telah Papa balik nama menjadi nama kamu dan anak-anak," tukas Papa Dermawan.
"Apa Papa anak-anak tahu tentang ini Pa? tanya Karin yang masih memikirkan bagaimana nasib Naren jika semua kekayaan yang dimiliki Naren diambil oleh orangtua Naren.
"Dia tidak tahu. Biarkan saja buat pembelajaran anak sialan itu. Kamu yang sabar ya Rin. Kami akan selalu ada buat kamu," lanjut Papa Dermawan.
"Terima kasih Pa. Maaf jika Karin dan anak-anak masih merepotkan Papa dan Mama," pungkas Karin.
"Kami tidak merasa direpotkan oleh kamu dan cucu kami. Papa dan mama senang bisa membantu kalian. Ini menjadi tanggung jawab kami sebagai orang tua anak sialan itu yang tidak tahu diri dan lebih memilih wanita rubah itu daripada keluarganya sendiri," tegas Papa Dermawan.
"Sudahlah jangan bahas Pak Narendra lagi. Arion malas," sahut Arion dengan nada malas.
Erina memilih membungkam mulutnya dan tidak ingin ikut campur dengan urusan keluarga Arion Erina dan Maya hanya menjadi pendengar yang baik saat ini ketika mereka tengah membicarakan Papa dan Mama. Sebenarnya Rina merasa miris dengan keadaan Mama Karin. Namun Rina juga tidak bisa berbuat banyak untuk membantu Mama Karin. Erina hanya bisa mendoakan semoga Mama Karin menemukan kebahagiaab kembali setelah berpisah dengan papa mertuanya.