Matahari meninggi dengan cahaya terang menghangatkan matahari di kala hari beranjak siang. Kumandang adzan yang syahdu pengingat waktu sholat bagi umat muslim ditunggu pasangan baru suami istri yang telah mengenakan mukena untuk melaksanakan dhuhur berjama'ah. Arion dan Erina melaksanakan dengan khusyuk. Erina mengecup punggung tangan Aeion setelah berdoa lalu Arion mengecup kening Erina sembari melengkungkan bibir membentuk bulan sabit.
Deg..
Ada yang bergetar di hati mereka ketika mereka saling mengecup tangan dan kening setelah melaksanakan sholat seperti pagi tadi. Erina berusaha menetralisir perasaan dengan bersikap tenang tanpa rasa canggung agar tidak terlihat oleh Arion. Sedangkan Arion yang telah terbiasa bersikap dingin dan datar dengan mudah menetralkan diri.
"Ayo Rin.. Kita belanja," ucap Arion yang telah rapi dengan celana jeans dan kaos berwarna hitam yang semakin meningkatkan ketampanan
"Iya mas," balas Erina lalu meraih sling bag di atas meja rias.
Arion memutar kemudian meninggalkan unit apartemen menuju ke pusat perbelanjaan yang terletak di pusat ibu kota dan tidak jauh dari unit apartemen Arion. Jalanan ibu kota yang akan padat di pagi hari ketika para pencari nafkah yang berjuang demi keluarga kini tidak dirasakan oleh Arion. Membelah jalanan ibu kota yang lengang di siang hari cukup menenangkan Arion sehingga tidak perlu menguras tenaga yang lebih sepanjang perjalanan.
"Kamu tidak membeli ini Rin?" Arion menunjukan sebuah barang kebutuhan bulanan wanita.
Erina membelalakan netra ketika melihat Arion memegang barang itu. Arion yang melihat ekspresi Erina sontak menaikturunkan alis sengaja menggoda Erina yang tampak semburat merah merona di wajah.
"Kamu suka pakai yang sayap apa non sayap Rin?" goda Arion.
"Mas.. Ih.. Taruh lagi ke tempatnya dong. Malu tahu mas.." Erina mencebikan bibir kesal dengan tingkah Arion.
"Kenapa harus malu? Kita kan suami istri Rin. Wajar kan Rin. Lagian mas sering beli buat mama dan kak Nara dulu Rin," balas Arion yang kembali mencengangkan Erina.
"Serius mas?" tanya Erina dengan nada tidak percaya.
Arion menganggukan kepala menanggapi pertanyaan Erina, "Iya Rin. Ayo.. Kamu biasa pakai yang mana Rin?" seru Arion.
Erina mengambil satu barang yang tengah dipegang oleh Arion lalau memasukan ke dalam troli belanja mereka. Erina dan Arion mengelilingi satu demi satu lorong memilih kebutuhan rumah yang telah habis atau tersisa sedikit. Tanpa disadari oleh mereka ternyata kebutuhan rumah tangga yang dibeli cukup banyak karena di apartemen Arion benda itu tidak ada sehingga mereka membeli untuk kebutuhan mereka.
Ya. Apartemen Arion tidak sering digunakan oleh Arion. Hanya ketika penat atau tidak ingin pulang ke rumah makan Arion akan tidur di apartemen. Namun Arion tidak pernah memikirkan keperluan yang dibutuhkan karena jika Arion menginginkan sesuatu tinggal memesan melalui aplikasi online atau meminta tolong kepada Natan.
"Mas.. Ini banyak banget.." Erina melongo melihat barang belanjaan mereka.
"Tidak Rin. Ini kan sesuai yang ada diliat kita Rin. Kita membutuhkan semua ini kan Rin?" balas Arion.
Erina memandang troli belanjaan mereka, "Iya mas.. Tapi apa ini tidak kebanyakan?" tukas Erina.
"Tidak Rin. Ayo kita ke kasir Rin." Arion mengajak Erina menuju ke kasir untuk melakukan transaksi pembayaran.
***
Ting Tong..
Ting Tong..
"Rin.. Minta tolong buka pintu dulu iya.. Mas tanggung lagi ganti baju," teriak Arion kepada Erina yang tengah menata barang belanjaan mereka.
"Iya mas," balas Erina lalu melangkahkan kaki menuju pintu.
Ceklek..
Erina mengernyitkan dahi ketika melihat kurir yang membawa makanan berdiri di depan pintu apartemen.
"Apa benar ini unit apartemen Pak Arion?" tanya kurir dengan name tag Santo.
"Iya mas. Saya istri Pak Arion. Ada apa iya mas?" balas Erina.
"Ini bu saya ingin mengantarkan pesanan Pak Arion," lanjut Santo ssembari mengulurkan kantong berwarna putih dengan logo restoran terkenal kepada Erina.
Erina menatap kantong itu sebelum menerima dari Santo, "Sudah dibayar belum iya mas?" tanya Erina dengan raut wajah kebingungan.
"Susah bu," jawab Kurir.
"Iya bang.. Ini buat beli jajan mas iya. Mohon diterima bang." Erina menyerahkan satu lembar uang berwarna merah kepada kurir yang telah mengantarkan pesanan.
"Tidak usah bu. Ini sudah menjadi tugas saya," tolak Kurir itu dengan halus.
"Tidak apa-apa bang. Mohonmn diterima iya bang. Terima kasih. Erina menutup pintu lalu masuk ke dalam setelah kurir menjawab ucapan Erina.
Arion berjalan menuju ruang makan dimana Erina tengah menata makanan yang dipesan oleh sang suami. Baju rumahan yang telihat santai dikenakan oleh Arion siang ini. Celana pendek selutut dan kaos berwarna putih memperlihatkan perut Arion yang berotot dan kotak-kotak bak roti sobek. Arion duduk degan santi di hadapan Erina yang tengah berusaha menetralkan degup jantung saat ini.
"Siapa Rin?" tanya Arion.
"Beneran mas tidak tahu siapa yang datang?" bukan menjawab pertanyaan Adion tapi Erina bertanya balik kepada Arion.
Arion menggelengkan kepala, "Mas tidak tahun Rin," jawab Arion.
"Terus yang pesan makanan ini siapa mas?" tanya Erina.
Arion meringis menunjukan deretan giginya yang putih dan rapi, "Mas Rin. Tadi kamu kan tidak mau diajak makan di luar. Jadi mas pikir mending pesan makanan saja terus kita makan di rumah," terang Arion.
"Erina kan bisa masak buat makan siang mas. Kalau beli begini kan boros mas," seru Erina.
Arion tersenyum hangat ke sang istri yang tampak kesal, "Mas tidak ingin kamu lelah Rin. Kamu masak untuk makan malam saja nanti iya Rin. Mas minta maaf iya kalau salah Rin," tukas Arion.
Deg..
Perasaan bersalah seketika menyelimuti hati Erina ketika mendengar alasan Arion membeli makan untuk makan siang mereka. Erina menatap Arion yang tengah menatap lekat ke arah dirinya.
"Maafin Erina mas," ucap Erina lirih penuh dengan penyesalan lalu menundukan kepala.
"Iya Rin. Tidak masalah. Mas ngerti kok. Ayo.. Kita makan," balas Arion sembari mengulas senyum manis di sudut bibir.
Arion dan Erina menikmati makan siang dengan suasana hening tanpa ada suara berisik kecuali dentingan sendok, garpu dan piring.
***
"Ma.." Nara memanggil mama Karin yang tengah duduk di halaman belakng rumah orang tua.
"Iya sayang.. Kenapa?" tanya Karin mengusap rambut Nara lembut yang kini duduk di samping Karin.
"Pernikahan Nara kan tinggka satu minggu lagi. Nanti siapa yang akan menjadi wali Nara? Apa mama akan mengundang papa?" jawab Nara dengan pelan.
Karin membisu tidak menjawab ucapan Nara. Tatapan Karin menerawang lurus ke depan. Nara yang mengerti apa yang tengah dipikirkan sang mama mendekap tubuh wanita mungil yang tidak lagi muda itu.
"Ma.. Maafin Nara tidak ada niat membuat amam sedih," ucap Nara.
"Tidak apa-apa sayang. Kamu berhak mengundang papa kamu. Papa kamu tetap papa kamu. Papa kandung kamu. Ada mantan istri tapi tidak ada mantan anak. Kamu harus ingat itu Nara," balas Karin yang tersadar dari lamuann ketika mendapatkan dekapan penuh sayang dari Nara.
Nara menggelengkan kepala menanggapi ucapan Karin, "Tidak ma. Nara tidak ingin mengundang lala jika nanti hanya akan membuat mama sedih," terang Nara.
"Undanglah papa kamu Nara. Papa kamu berhak menikahkan putri semata wayangnya. Mama tidak akan sedih jika kamu mengundang papa kamu. Mama berharap kamu tidak akan pernah merasakan apa yang mama alami saat ini," tukas Karin dengan nada sendu.
Nara mendekap kembali tubuh Karin dengan sayang untuk mengungkapkan jika Nara sangat menyayangi wanita cantik di hadapan Nara saat ini. Ya. Setelah memutuskan untuk meninggalkan Naren dan rumah mereka, Karin dan Nara kini tinggal di rumah orang tua Karin. Orang tua Karin tidak mengizinkan Karin menempati rumah pribadi yayang dimiliki oleh Karin dengan alasan keamanan Karin dan Nara. Karin yang selalu menurut apa yang dikatakan oleh kedua orang tua menerima permintaan mereka tanpa mempertimbangkan apapun itu.