Malam ini Arion memutuskan menemani Erina di rumah sakit. Kamar inap yang luas dengan fasilitas yang lengkap memudahkan bagi pasien dan keluarganya yang menunggu pasien. Kenyamanan merupakan hal penting bagi Arion. Alasan inilah Arion memilih kamar VVIP untuk perawatan Maya adik Erina.
Setelah menunaikan sholat maghrib berjama'ah, Arion meminta izin kepada Erina untuk mencari makan malam. Erina menganggukan kepala membalas ucapan Arion lalu Arion keluar dari kamar inap Maya.
"De.. Bangun donk.. Jangan lama-lama tidurnya. Kakak tidak enak sama Pak Arion kalau kamu kelamaan disini. Kakak cari uang dimana untuk perawatan kamu setelah operasi. Kakak sudah tidak bekerja De," ucap Erina sendu
Erina mengusap rambut Maya lalu mengecup kening Maya. Buliran kristal menetes membasahi pipi Maya tanpa disadari oleh Erina.
"De.. Jangan tinggalin kakak. Kamu tahu kan kita hanya berdua. Kalau kamu pergi, kakak sama siapa?" sambung Erina sesenggukan
***
Suasana tegang menyelimuti rumah Naren dan Karin ketika orang tua mereka telah mengetahui kepergian Arion dari rumah mereka. Orang tua Naren dan Karin langsung mendatangi rumah mereka untuk meminta penjelasan tentang kepergian Arion dari rumah.
Plak..
Satu tamparan keras mendarat di pipi Naren yang dilayangkan oleh papa Dermawan kepada sang anak. Papa Dermawan merasa emosi dengan alasan yang diberikan oleh Naren yang menjadi penyebab Arion pergi dari rumah mereka. Naren tercengang mendengar apa yang diucapkan oleh papanya. Nara tidak mengerti dengan jalan pikiran papanya saat ini. Kenapa papanya hanya memikirkan perjodohan demi kepentingan dirinya sendiri tanpa memikirkan kebahagiaan anak-anaknya setelah mereka menikah dengan pasangan yang dipilihkan oleh papanya. Emosi Karin memuncak dengan alasan yang diberikan oleh Naren dan mengorbankan anak-anaknya mereka.
Rika..
Satu nama di masa lalu Naren dan Karin kembali hadir dalam kehidupan mereka. Ya. Rika mengancam Naren agar menjodohkan anak-anak mereka. Jika Naren tidak menuruti permintaannya maka Rika akan membunuh keluarah Naren satu demi satu.
"Aku ingin kita pisah mas," tegas Karin
Duaarrrr..
Semua orang yang berada di sana terhenyak mendengar ucapan Karin. Bagai disambar petir di siang hari yang cerah, Naren menatap Karin dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Ka.."
"Aku ingin pisah mas. Aku lebih menyayangi anak-anak aku daripada kamu. Ayo Nara. Kita pergi dari rumah ini," tukas Karin mengajak Nara kembali ke kamar untuk mengemasi baju yang akan mereka bawa
Nara mengikuti langkah kaki kecil menaiki anak tangga dengan derai air mata di wajah cantik wanita paruh baya itu.
"Ka.." Naren menghentikan langkahnya ketika hendak menyusul Karin dan Nara ke kamar mereka saat suara papa Dermawan menginterupsi langka kakinya yang sudah berada di ujung anak tangga
"Biarkan mereka pergi dari rumah ini. Papa setuju kalian berpisah. Daripada kamu selalu menyakiti istri dan anak kamu. Silahkan kamu menikah dengan Rika. Tapi tinggalkan semua yang kamu miliki saat ini. Pergi dengan tangan kosong. Apa yang kamu miliki saat ini milik istri dan anak-anak kamu," tukas papa Dermawan penuh dengan kekecewaan terhadap Naren yang tidak berubah
Naren membisu dan bergeming di tempatnya mendengar ucapan papa Dermawan. Naren menundukan kepala, tidak berani menatap netra papa Dermawan. Entah apa yang ada dipikiran Naren saat ini sehingga rela mengorbankan kebahagian anak-anaknya demi kepentingan atau kebahagiaan diri sendiri.
"Lepaskan Karin. Papa tidak ikhlas kamu terus menerus menyakiti anak papa. Besok papa akan mengurus perpisahan kalian," sahut papa Damar diselimuti emosi
Naren masih membisu tanpa menanggapi ucapan papa Dermawan dan papa Damar. Karin dan Nara menuruni anak tangga ke lantai satu. Naren mendongakan kepala ketika mendengar derap langkah kaki menuruni anak tangga.
"Aku ikhlas kamu menikah dengan Rika. Tapi dengan satu syarat. Ceriakan aku dulu! Ayo Nara kita pergi dari sini." pungkas Karin lalu mengajak Nara meninggalkan rumah yang selama ini mereka tempati
Naren menatap nanar kepergian Karin dan Nara yang diikuti oleh kedua orang tua mereka. Naren bergeming di tempatnya membiarkan Karin pergi meninggalkannya. Naren memiliki kepercayaan diri yang tinggi jika Karin hanya menggertak dirinya dan akan kembali ke rumah. Naren yakin Karin tidak akan bisa hidup tanpa dirinya.
***
Arion dan Erina tengah menikmati makan malaam ketika ponsel Arion yang terletak di atas meja berdering. Arion mengambil ponselnya lalu dan mengernyitkan dani ketika melihat ID pemanggil yang tertera dalam layar ponselnya Nara. Ya. Satu nama yang tertera di layar ponsel Arion ketika ada panggilan yakni Nara, kakak kembarnya. Arion mengesah pelan dan doaat menebak apa yang akan dikatakan Nara dalam sambungan telepon. Arion mengabaikan telepone dari Nara lalu meletakan kembali ponselnya ke atas meja.
"Kenapa tidak diterima pak? Maaf jika saya lancang bertanya," tanya Erina sembari membersihkan sisa makan mereka di atas meja
"Tidak usah. Dari kakak saya yang menelepon. Paling kakak saya meminta saya kembali ke rumah," jawab Arion dengan wajah datar
Erina memilih diam dan tidak banyak bertanya melihat raut wajah Arion yang datar dan masih diliputi emosi. Terlihat jelas dari pendar netra Arion yang tidak bersahabat.
"Kakak.." ucap Maya lirih namun sih bisa didengar oleh Eeina yang tengah mengambil air minum di atas nakas
Erina meletakan kembali gelasnya ke atas nakas ketika mendengar suara Maya. Eeina menghampiri tempat tidur Maya dan melihat Maya telah membuka mata.
"Alhamdulillah.. Maya.. Kamu sudah sadar sayang.." Nara menggenggam tangan Maya
"Kak.. Maafin Maya iya merepotkan kakak terus," ucap Maya dengan terbata
Erina menggelengkan kepala lalu menaruh jari telunjuknya ke bibir Maya, "Kamu nggak pernah merepotkan kakak, De. Kamu harta berharga buat kakak. Kamu satu-satunya keluarga kakak setelah ayah dan ibu pergi De. Kamu jangan bicara seperti itu iya De," Eeina mengecup kening Maya
"Kak.. Kenapa kamarnya bagus sekali? Bagaimana nanti membayarnya kak?"
"Kamu tidak usah memikirkannya De. Nanti kakak akan kerja lebih giat lagi untuk mengembalikan uang yang kakak pinjam dari atasan kakak. Yang penting kamu harus segera sembuh. Biar nggak terlalu nama disini."
Maya menganggukan kepala lemah sembari mengulas senyuman indah ke kakaknya Erina. Erina dan Maya saling bercerita walaupun kondisi Maya belum sepenuhnya pulih, namun kondisi Maya sudah membaik setelah melakukan operasi semalam. Erina dan Maya tertawa ketika membahas hal yang dianggap lucu.
Arion terharu melihat interaksi kakak dan adik itu. Ah.. Seandainya papanya tidak egois, mungkin saat ini Arion tengah berkumpul bersama mereka, namun keegoisan papanya telah menghancurkan segalanya.
Tatapan mata Maya tertuju kepada Arion yang tengah duduk di sofa sembari menatap kearah mereka.
"Kak.. Itu siapa?" tanya Maya menunjuk Arion dengan tangannya yang masih lemah
Erina membalikan tubuhnya menghadap ke arah jari telunjuk Maya. Erina tersenyum ketika Maya menunjuk ke arah Arion yang tengah memainkan ponselnya.
"Itu b..." Erina tidak melanjutkan ucapannya karena Arion memotong ucapannya
"Saya calon suami kakak kamu.."