"Assalamu'alaikum.."
Suara lembut Erina mengalihkan perhatian Naren, Karin dan Arion yang masih berdebat membahas perjodohan. Erina meringis ke arah Arion ketika merasa masuk ke ruangan Arion tidak pada waktu yang tidak tepat, namun pekerjaan yang mengharuskan Erina untuk bertemu dengan Arion saat ini.
"Wa'alaikumsalam.." Naren, Karin dan Arion membalas salam yang diucapkan Erina dengan kompak
"Permisi.. Maaf Pak saya mengganggu waktunya." Erina masih berdiri di depan pintu belum berani masuk ke dalam ruangan Arion
"Masuk Rin," titah Arion dengan raut wajah datar
Erina melangkahkan kaki masuk ke dalam ruangan Arion dan tidak lupa menyapa Naren dan Karin yang duduk disofa sembari menatap Erina.
"Maaf Pak. Saya ingin memberikan berkas ini kepada Pak Arion. Laporan yang tadi Pak Arion minta ke saya," ucap Erina sopan menyerahkan map berwarna biru muda ke Arion
Arion menerima map dari tangan Erina lalu meletakan map itu di atas meja kerjanya, "Kamu tunggu di sini," pinta Arion kepada Erina lalu Arion lalu Arion berjalan menghampiri papanya
"Papa ingin Arion menikah secepatnya kan?" tanya Arion masih dengan ketus
"Kamu berubah pikiran?" Naren bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan Arion
"Baik. Arion akan menikah secepatnya. Tapi bukan dengan wanita pilihan papa," tukas Arion
"Dengan siapa kamu akan menikah?" sambung Arion
Arion menatap manik mata papanya sebelum menjawab pertanyaan papanya. Arion tersenyum penuh arti ke papanya lalu menoleh kearah Karin dan Erina.
"Suka atau tidak suka, mau tidak mau, papa dan mama harus menyetujui pilihan Arion." Arion mendikte papanya sebelum memberi tahu siapa wanita yang dipilih Arion
Naren dan Karin saling menatap dengan tatapan penuh tanya. Sedangkan Arion masih menyunggingkan senyum penuh arti di wajahnya.
"Siapa wanita itu Arion?" Naren mulai kehilangan kesabaran
"Erina," pungkas Arion lantang dan tegas
Jeder..
Erina tercengang mendengarkan ucapan Arion. Naren dan Karin juga merasakan apa yang dirasakan Erina ketika Arion memberi tahu siapa wanita yang akan menikah dengan Arion. Erina menggelengkan kepala ketika Aeion menoleh kearahnya. Sedangkan Arion menatap Erina dengan tatapan mengintimidasi sehingga Erina langsung terdiam dan menundukan kepala.
"Apa? Sekretaris kamu ini? Apa kamu tidak salah pilih? Apa kamu sudah tahu seluk beluk keluarganya? Apa dia selevel dengan kita, Arion?" tanya Naren
Arion berdecih dengan apa yang diucapkan papanya. Arion benar-benar tidak pernah menyangka jika papanya akan seperti ini sekarang. Papanya bukan seperti yang Arion kenal selama ini. Papanya sudah banyak berubah dan menjadi seorang diktator yang suka memaksakan kehendak.
"Apa pa? Level?" Arion tersenyum miring ke papanya, "Level apa yang papa bicarakan disini? Harta? Jabatan? Tahta?" seru Arion
"Itu kamu tahu. Papa tidak merestui jika kamu menikah dengan sekretaris kamu itu," sambung Arion
"Dengan atau tanpa restu dari papa dan mama, Arion akan tetap menikah dengan Erina," tukas Arion
"Baik. Jika itu sudah menjadi keputusan kamu. Tapi serahkan semua fasilitas yang papa berikan ke kamu. Termasuk perusahaan, debut n credit card, dan mobil kamu," pungkas Naren
Jeder..
Bagai tersambar petir untuk yang kedua kali, Karin dan Erina tercengang dengan ucapan Naren terhadap Arion. Karin menatap Naren dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Mas.."
"Kamu diam Karin!"
Karin sontak mengatupkan mulutnya ketika Naren membentak dirinya. Karin benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Naren. Karin merasa dibohongi Naren. Sebelum pergi ke kantor Arion, Naren mengatakan ingin membicarakan perjodohan Nara, namun ternyata apa yang terjadi di kantor Arion tidak seperti apa yang dikatakan Naren ketika di rumah.
"Cukup Pak Naren! Anda boleh membentak saya. Tapi anda tidak saya izinkan untuk membentak wanita yang sangat saya cintai dan hirmatai yang telah melahirkan saya!"
Arion berkata dengan nada tinggi ke papanya kesal dengan apa yang dilakukan papanya ke Karin
Arion berjalan menghampiri mamanya yang tampak bersedih, "Ma.. Arion minta maaf jika Arion salah kali ini. Tapi Arion tidak suka dengan papa yang memaksakan kehendak kepada anak-anaknya. Arion bukan kak Nara yang patuh dengan apa yang papa minta ma. Mama.. Jaga kesehatan iya selama Arion tidak ada di rumah. Arion akan menghubungi mama setiap hari," ucap Arion lalu mengecup kening dan pipi Karin
Arion mengeluarkan dompet yang berada di saku celananya lalu menyerahkan debit dan kredit card, surat kendaraan dan kunci kendaraan. Arion meletakan semua benda itu di atas meja yang beradab di depan sofa. Arion menghampiri Erina yang masih bergeming di tempatnya.
"Mobil yang saya beli dengan uang saya sendiri akan saya bawa. Saya tidak akan membawa satu barang apapun selain baju dan mobil hasil keringat saya sendiri Pak Narendra yang terhormat," tandas Arion lalu menggenggam tangan Erina mengajak Erina keluar dari ruangan yang sudah bukan menjadi rumahan miliknya
"Arion.." Karin berteriak memanggil Arion yang telah meninggalkan ruangannya
"Biarkan dia pergi!" tukas Naren
Duar...
Karin menangis histeris melihat Arion pergi meninggalkannya dengan amarah dalam dirinya. Karin menatap nya kang Naren yang bergeming di tempatnya.
"Mas.. Apa rencana kamu sebenarnya?" tanya Karin masih dengan tatapan nya kang ke Naren
"Mas ingin dapat menantu dari keluarga yang selevel dengan kita," jawab Naren
Duaarrrr..
Karin membolakan kedua bola matanya mendengar ucapan suaminya. Karin benar-benar tidak menyangka suaminya berubah seperti ini. Naren dan Karena terus berdebat membahas Arion yang telah pergi meninggalkan mereka.
***
"Ayo masuk." Arion mengajak Erina masuk ke rumah orang tuanya setelah mereka turun dari taksi
Erina mengikuti langkah kaki panjang Arion tanpa berani mendebatnya. Arion membawa Erina ke kamar untuk mengemasi baju yang akan Arion bawa dari rumah.
Arion bersikap dingin kepada pelayanan rumah yang menyapanya. Sikap Arion menimbulkan tanda tanya para pelayanan yang emnyaoa Arion karena Arion tidak terbiasa beesikao seperti itu ketika di rumah.
Arion membawa Erina ke kamarnya di lantai dua lalu Arion mengambil koper yang berada di atas lemari, "Bantuin saya masukin baju ke koper," titah Arion
Erina menganggukan kepala, "Baik Pak," balas Erina
Erina membantu Arion mengemasi pakaian ke dalam koper. Arion mengajar Erina pergi meninggalkan rumah yang penuh kenangan bagi Arion setelah mereka selesai mengemasi pakaian. Arion memutar kemudi mobil meninggalkan rumah orang tuanya setelah Erina memasang seat belt dengan benar. Tujuan Arion saat ini rumah sakit untuk menjenguk Maya adik Erina yang masih terbaring di sana.
Erina dan kini tengah berada di kamar inap Maya. Ya. Maya telah dipindahkan ke kamar inap beberapa saat setelah operasinya selsai dan kondisinya mulai membaik seperti apa yang diminta oleh Arion. Setelah melakukan diskusi panjang dengan tim dokter, akhirnya tim dokter menyetujui permintaan Arion memindahkan Maya ke kamar inap VVIP.
"Dek.. Bangun donk. Kakak sudah disini lagi. Kakak minta maaf tadi meninggalkan adik kerja sebentar. Kaka sudah pulang, asik bangun iya. Kakak mohon dek. Jangan buat akka sedih dek." Erina menggenggam tangan kanan Maya yang tidak dipasang selang infus
Arion memperhatikan interaksi Erina dan Maya adiknya dengan beeidir dan melipat tangannya didada. Ada rasa sedih menghuni relung hati Arion melihat pemandangan di depannya. Arion kembali teringat dengan mama dan adiknya. Apalagi papanya membentak mamanya di hadapannya ketika di kantor. Namun keputusan Arion telah bulat. Tekadnya telah kuat. Arion memilih pergi meninggalkan rumah orang tuanya daripada Arion harus menerima perjodohan dari orang tuanya. Arion menengadahkan kepalanya menahan air mata yang menganak punak dipelupuk matanya agar tidak menetes di wajahnya.
'Maafkan Arion, ma,' batin Arion