Tok. Tok.
"Boss, Anda di dalam?"
"Bisakah kau berhenti memanggilku dengan sebutan itu?" tanya Hyunseok yang tengah sibuk mengecek laporan perusahaan di laptopnya.
"Maaf Hyun, ada penjaga diluar, tidak enak rasanya kalau mereka dengar aku memanggil namamu." jawab Hendery tersenyum tipis.
"Ada apa?"
"Ini semua hasil pelacakan yang kau minta. Termasuk informasi terbaru dari Tuan Chin-hwa yang tidak masuk kerja dalam beberapa hari kemarin," ucap Hendery seraya meletakkan sebuah maps di atas meja.
"Chin-hwa? Ke mana dia?" tanya Hyunseok seraya mengeluarkan lembaran kertas dari dalam maps yang diberikan Hendery tadi.
"Apa ini? Dia melarikan diri? Ya Tuhan, drama apa lagi ini?!"
"Dia memang sudah membuat rencana akan melarikan diri keluar negeri sebulan lalu sejak dia dipindahkan ke bagian penyimpanan dokumen. Dan kau tau sendiri bagian dokumen itu posisi yang paling harus ekstra berhati-hati dan tanggung jawabnya juga sangat berat, tidak boleh lengah sama sekali sampai dokumen-dokumen penting itu diserahkan kepada Direktur."
"Untuk apa dia melakukan itu?"
"Belum ada kepastiannya karena timku belum dapat informasi lain, dan ada juga kesaksian dari tetangga yang kebetulan lewat, dia melihat Chin-hwa bertengkar dengan seorang gadis. Gadis itu meminta dokumen asli milik perusahaan Ayahnya yang sempat disimpan tuan Chin-hwa sebelum diserahkan kepadamu. Mungkin untuk terhindar dari tekanan itu, dia melarikan diri keluar negeri." ucap Hendery yang membuat Hyunseok terkekeh.
"Lagi-lagi hama yang harus dimusnahkan." ucap Hyunseok sembari membaca berkas kedua. "Apa Informasi ini akurat?"
"Tentu saja. Ada apa?"
"Kau yakin Do-Hyun sama seperti Chin-hwa?" tanya Hyunseok terdengar ragu.
"Sangat yakin, temanku yang melihat Do-Hyun di Bandara pagi ini. Dan alibinya juga sudah jelas, boss. Do-Hyun meninggalkan bekas darahnya dan pistol di tangga darurat, pasti dia akan membuat seolah dia dibunuh seseorang dan mayatnya dibawa kabur. Tapi sebenarnya dia sudah melarikan diri dari tempat kejadian karena dia takut terbunuh seperti yang lain."
Hyunseok menghela napas pelan sembari membaca lagi kertas ditangannya.
"Tidakkah menurutmu kita harus berhenti mencari mereka? " tanya Hendery.
"Maksudmu?" kening Hyunseok mengernyit bingung.
"Hilangnya Tuan Chin-hwa dan Do-Hyun ini sepertinya memang hanya alibi semata, mereka tidak benar-benar hilang tanpa jejak. Sebaiknya kita jangan membuang waktu untuk hal tidak penting seperti ini, lebih baik kita fokus pada tujuan perusahaan."
"Tidak kusangka mereka berbuat begitu, padahal mereka sudah lama bekerja denganku. Dan karena nilai pekerjaan mereka sangat baik, aku langsung menarik mereka berdua ke Cerberus group. Tapi teganya para bajingan itu mengkhianatiku!" geram Hyunseok sembari menggenggam kuat pulpen ditangannya.
"Makanya tadi aku bilang lebih baik kita tutup pencarian ini."
"Kau benar. Tapi kalaupun mereka memang sudah mati terbunuh diluar sana, aku tidak heran. Karena Perusahaan kita memang banyak musuh,kan? percuma mereka melarikan diri." ucap Hyunseok terbahak.
"Itu semua karenamu, Hyun. Aku jadi sering was-was jika sedang mencari informasi yang kau minta. Bisa-bisa aku yang jadi korban selanjutnya, karena aku anak buahmu." balas Hendery setengah meringis.
"Hey, bung. Itu bukan salahku, tapi salah mereka yang menganggapku musuh."
"Mungkin aku juga akan menganggapmu musuh jika aset berhargaku kau rampas dengan paksa." ucap Hendery sambil mendudukan diri di kursi.
"La..la..la..la. Aku tidak mau dengar." Hyunseok bersenandung kecil.
"Kau selalu seperti ini dari dulu." sungut Hendery.
"Yasudah, cukup membicarakanku. Bagaimana dengan berkas God Dragon, sudah kau kirimkan dokumen itu pada Joonwo?"
"Beres boss. Aku sudah mengirimkannya beberapa hari lalu."
"Bagus. Apa balasannya?" tanya Hyunseok kembali memperhatikan layar laptopnya.
"Belum ada balasan sampai sekarang."
Hyunseok menatap tajam kearah Hendery karena jawaban itu. Sudah pasti dia marah, karena itu menyangkut perjanjian antara perusahaannya dengan perusahaan God Dragon.
"Bagaimana mungkin sampai sekarang belum ada balasan apapun? Padahal tuan Jung Hyun sendiri yang meminta dokumen itu."
"Sabar boss, mungkin tuan Jung Hyun sedang ada urusan penting di Beijing. Akan kukirimkan email ulang kalau sampai besok tidak ada balasan juga."
"Yasudah kalau begitu. Sekarang aku mau makan siang, rasanya kepalaku akan pecah dengan semua masalah ini." ucap Hyunseok sembari bangkit dari kursi kemudian melangkah keluar dari ruangannya, meninggalkan Hendery sendirian. Laki-laki itu langsung mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya.
"Sudah beres." ucap Hendery pada seseorang ditelepon.
"... "
"Dia tidak curiga dengan laporan itu. Dan balasan dari Joonwo juga sudah kusalin dan ku ubah isinya." jawab Hendery dengan suara sangat pelan.
"..."
"Baik. Akan kukirim datanya padamu."
••••
Juna sedang sibuk mengurusi tumpukkan laporan di atas meja kerjanya. Wajah tampannya terlihat datar dan serius melihat kertas-kertas dengan table yang diisi angka-angka dan grafik.
Pikirannya sudah mulai kusut melihat isi dari laporan yang tidak ada habisnya itu. Sesekali dia pijat tengkuknya dan melakukan perenggangan pada tubuhnya.
"Ternyata kau masih di sini, aku kira kau sudah di rumah."
Yeongho melangkah masuk ke dalam ruang kerja Juna, lalu mendudukan diri di sofa.
"Sebentar lagi, hyung. Ada yang harus aku periksa." jawab Juna sambil memijat tengkuknya lagi.
"Tumben jam segini hyung ke kantorku, ada apa?"
"Kau lupa hari ini acara peresmian Restaurant-ku?" Yeongho menaikan sebelah alisnya.
"Astaga! Maaf hyung, aku lupa." ucap Juna sambil menyusun kertas-kertas yang berantakan di atas meja itu lalu meletakkan semuanya ke dalam laci.
"Sudah pasti kau lupa, Boss." Yeongho tertawa kecil. Seperti dugaannya, Juna pasti lupa tentang peresmian itu setelah banyak hal buruk yang terjadi beberapa hari ini.
"Ayo pergi," ucap Juna sebelum bangkit dari bangkunya dan memakai jas yang dia sangkutkan di kepala bangku yang dia duduki.
"Siapa saja di sana?" tanya Juna sambil meneliti tubuhnya di depan cermin.
"Hanya Haejin. Jaehwa harus menjaga Yeongho, kau tau sendiri Tuan Park itu sangat manja pada Jaehwa." balas Yeongho.
"Semoga anak itu tidak mengacau di tempat acara," ucap Juna seraya mengancing Jas Armani yang dia kenakan.
"Semoga saja, walaupun aku tidak yakin." Yeongho tertawa penuh arti.
"Kenapa hyung?"
"Ada Kim Ara di sana. Tuan Ahn minta kerja sama denganku dan menaruh sepertiga saham di restaurant-ku."
"Aku heran, laki-laki tua itu sangat tamak harta. Pantas saja putrinya juga begitu." rutuk Juna sedikit kesal.
Mereka berdua keluar dari ruangan besar itu dan membawa langkahnya menuju lift.
Semua mata karyawan wanita yang melewati lift, selalu terpaku pada dua laki-laki tampang dan tinggi itu. Tubuh mereka yang dibalut Jas Armani, membuat mereka berdua semakin berwibawa.
"Aku tidak tau kenapa Bibi malah menjodohkanmu dengan gadis seperti itu." ujar Yeongho yang memang masih penasaran dengan apa yang ada di pikiran bibinya.
"Aku juga bingung. Apa ibu mau rekan bisnisnya menjadi besannya? Apa menariknya seperti itu?" Juna menghela napas, lalu memasuki lift yang sudah terbuka.