Di sisi lain, Renji duduk di kursi samping ranjang sambil menatap lurus Youra yang masih tertidur karena pengaruh obat. Transfusi darah sudah dilaksanakan dan kondisi Youra perlahan membaik.
Gadis itu kehilangan banyak darah karena pembuluh darah di kepalanya pecah, membuat darah-darah itu mengalir deras dari hidungnya dalam waktu yang lama.
Renji menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dan memijit dahinya yang berdenyut, dadanya terasa sesak melihat Youra. Apalagi, bukan dia yang menangani Youra saat di ruangan gawat darurat tadi, jadi dia tidak tahu bagaimana kondisi gadis itu saat di dalam sana.
"Kamu akan baik-baik saja, Youra."
Klek.
Pintu dibuka pelan-pelan, nyaris tidak ada suara sama sekali.
"Selamat malam, Tuan Huang." ucap dokter Yoon, dia dokter yang menangani Youra tadi.
Renji menoleh dan menyunggingkan senyuman tipis, "Malam." balas Renji.
"Saya akan menyuntikkan obat pada Nona Youra."
"Yah, silahkan." ucap Renji seraya bangkit dari kursinya.
"Anda menunggu disini sejak tadi, Tuan?" tanya dokter Yoon sambil menyuntikkan sesuatu pada lengan Youra.
Renji menganggukkan kepalanya, "Aku yang akan menjadi penanggung jawab Youra dan Ayahnya,"
Renji termangu. Dia baru ingat kondisi Tuan Haru sedang tidak stabil sama sekali, bagaimana kalau Youra sampai tau bahwa ayahnya juga dirawat di rumah sakit ini?
Sebelumnya, dia sudah berencana akan membawa Youra ke rumah sakit---tempat gadis itu menjalankan terapi, tapi terlalu jauh dari tempat mereka berada. Pilihan satu-satunya hanya ada Hydra Hospital. Dan, di sinilah Youra sekarang dirawat.
"Dokter Yoon, bisa kita bicara sebentar diluar?" tanya Renji.
Laki-laki itu mengangguk menyetujui setelah dia menyelesaikan tugasnya, lalu mereka berdua berbicara di kursi depan kamar rawat. Renji terlihat serius menceritakan tentang apa yang terjadi pada Tuan Haru semalam.
"Kenapa tidak Anda beritahu saja pada Nona Youra?" tanya dokter Yoon.
"Tidak mungkin, dia pasti akan sangat terluka. Itu tidak baik untuk kesehatannya."
"Bagaimana kalau Nona Youra tau sendiri? Apa yang akan Anda katakan padanya?"
Renji menundukkan kepalanya, dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika Youra tau ayahnya dalam keadaan seperti itu pasca insiden penyerangan itu.
Renji menggelengkan kepalanya,
"Itu pasti akan menghancurkan hatinya." Renji menghela napas pelan, lantas berusaha menyudahi percakapan itu, "Anda dan semuanya harus menutupi tentang keberadaan Tuan Haru di rumah sakit ini, paham?" ucap Renji tegas.
"Baik, Tuan." dokter Yoon menunduk hormat.
"Aku masuk dulu. Selamat bertugas dokter Yoon." Renji beranjak dari kursi lalu kembali masuk ke dalam ruangan Youra.
Terkadang, Renji sangat ingin menyembunyikan Youra di suatu tempat, di mana kakaknya tidak bisa menemukan gadis itu sama sekali. Dia tau, Yongju akan membunuh Youra cepat atau lambat disaat waktunya sudah ada.
Apalagi, sekarang Youra benar-benar terbaring lemah di rumah sakit. Itu sebabnya, dia sangat menolak saat Yongju mengajaknya mengobrol dan pembahasan itu hanya menyangkut Youra sebagai sanderanya suatu saat nanti jika Juna berhasil menangkapnya.
"Kamu akan baik-baik saja, aku janji." batin Renji saat sudah duduk di kursi samping ranjang Youra lagi. Matanya menatap lurus gadis itu tanpa bergeming sama sekali.
••••
Jaehwa melapor pagi-pagi sekali ke kamar Juna, laki-laki yang sedang termenung di atas ranjangnya itu ternyata tidak bisa tidur semalaman. "Jun, kau sudah bangun?"
Juna tengah berusaha meredakan rasa sakit di kepalanya langsung menoleh kala Jaehwa menduduki kursi di samping ranjang.
"Kami berhasil menangkap Tae Gu,"
"Dimana dia sekarang?" tanya Juna datar.
"Di bangsal bawah tanah, Changyi dan pengawal yang membawanya kesana."
"Kau urus cara agar aku bisa keluar dari sini, aku akan menyiksa si brengsek itu dengan tanganku sendiri!" Juna menggeram marah.
"Kau yakin akan ke markas? Bagaimana dengan kepalamu?"
"Aku baik-baik saja!" jawab Juna dengan nada sedikit meninggi.
Walaupun dia bilang baik-baik saja, dia tetap tidak bisa membohongi rasa sakit dan mual yang dia rasakan. Juna menahan sakitnya di depan Jaehwa, agar laki-laki itu percaya dengan apa yang dia katakan.
"Baiklah, akan aku urus. Tapi kau tidak bisa terlalu lama di luar rumah sakit. Hanya satu jam, deal?" Jaehwa memberikan negosiasi pada Juna yang sangat ingin protes, tapi tidak jadi karena Jaehwa menatap tajam matanya.
Juna mengalihkan kontak mata itu, "Deal." jawabnya kemudian.
"Oke, nanti siang kau bisa ke markas. Aku akan minta Changyi menjemputmu, tapi kau harus sudah kembali secepatnya. Aku tidak mau dokter Kai curiga, bisa-bisa dokter Kai mengadu pada Paman Chen dan Bibi Mirae." Jaehwa bergidik ngeri.
Sama dengan Jaehwa, Juna juga bergidik. Bukan karena takut jika ayahnya tahu, tapi dia sedang membayangkan bagaimana ibunya akan mengomel dan akan terus mengutuki Juna sejadi-jadinya.
"Urus saja. Aku pastikan tidak ada yang curiga," anjur Juna sambil memperbaiki posisinya. "Kau sudah dapat informasi lagi?"
"Aku punya beberapa informasi penting untukmu hari ini. Yang pertama, Hendery memberiku salinan Email dari Tuan Jung Hyun tentang perjanjian mereka. Yang kedua, Paman Baekhyeon sudah sampai di Seoul dan sedang diperjalanan ke sini. Yang ketiga, Aku melihat Renji di sini." ujar Jaehwa panjang lebar.
Kening Juna mengernyit. "Siapa Hendery?"
"Oh maaf, Jun. Hendery, tangan kanan Hyunseok sekaligus mata-mata Cerberus group."
"Kenapa dia memberimu salinan email itu? Kau mengancamnya? Atau kau berteman dengan dia tanpa sepengetahuanku?"
"Hey! hey! santai Boss." Jaehwa terbahak,
"Hendery yang menghubungiku. Dia ingin balas dendam pada Hyunseok."
"Kenapa?"
"Hyunseok sudah mencelakai Istri Hendery setahun lalu, sekarang Istrinya koma di rumah sakit." Jaehwa menunjukkan sebuah foto di ponselnya. "Selama ini dia mencari bukti yang kuat tentang kecelakaan itu, dan bukti itu sudah ada sekarang."
"Apa dia punya anak?"
"Dia punya seorang putri kecil berumur 3 tahun yang tinggal bersama neneknya. Hendery tidak bisa menemui Istri dan putrinya karena Ibu mertuanya terus menyalahkan dia atas kecelakaan itu."
Juna tercenung. Itu pasti sangat menyakitkan untuk Hendery, Juna bisa merasakan itu karena dia juga seorang ayah.
"Kirim penjaga di sekitar rumah mertuanya, pastikan mereka aman." titah Juna seraya menatap lurus Jaehwa.
"Baik, aku pergi dulu."
Juna menahan tangan Jaehwa saat dia beranjak dari kursi,
"Tadi kau bilang, Renji di sini?"
Jaehwa mengangguk dengan tatapan bingung, "Iya. Ada apa, Jun?"
"Dia bukan dokter di rumah sakitku, kan?"
"Dia tidak terdaftar sebagai dokter di sini, tapi sebagai wali dari dua pasien yang dirawat."
Sebuah tanda tanya besar mengelilingi pikirannya, ada hal yang sangat mengganjal di hati Juna tentang gadis yang dia lihat di ruangan UGD semalam.
"Aku kemarin melihat---"
"Selamat pagi,"
Dokter Kai masuk bersama perawat. Terpaksa Juna harus mengurungkan niatnya memberitahu Jaehwa tentang gadis itu.
"Bagaimana keadaan anda hari ini? Sudah lebih baik?" dokter Kai tersenyum ramah.
Juna memberi isyarat pada Jaehwa, menyuruhnya untuk keluar dulu. Jaehwa mengangguk paham, lalu meninggalkan ruangan Juna.
"Aku sangat mual sejak tadi malam dan tidak bisa tidur semalaman." ucap Juna menjelaskan apa yang dia rasakan.
"Anda perlu asupan makanan. Sebentar lagi sarapan Anda datang, setelah itu saya akan menyuntikkan obat pereda untuk Anda."
Juna menganggukan kepalanya, kali ini dia memang benar-benar harus menurut setiap perintah yang diberikan dokter Kai.
"Kalau ada keluhan lain, Anda bisa langsung memanggil saya. Atau katakan pada suster, kalau Anda butuh sesuatu."
"Baiklah,"
"Kami permisi dulu, Selamat beristirahat."
Setelah dokter Kai dan perawat pergi, Juna kembali tercenung. Walaupun perutnya benar-benar mual, tapi dia harus tetap pergi sesuai rencananya dan Jaehwa tadi.
"Aishh.. kenapa kau membuatku sangat kesulitan Hyunseok! Padahal kita sama-sama kehilangan." Juna mengacak-acak rambutnya, frutrasi.