Di sebuah rumah dengan sentuhan gaya Eropa seorang pria tampan dengan surai hitam legam miliknya yang saat ini tengah duduk di sofa kebesarannya seraya meneguk segelas wine entah untuk ke berapa kali.
Dia kesal ketika mendapat kabar dari Renji yang tidak bisa datang malam ini untuk menemaninya mengobrol, alasannya karena Renji harus membawa temannya yang pingsan kerumah sakit. Padahal dia sudah membatalkan semua janjinya di sore tadi, termasuk bertemu dengan orang yang dia anggap penting.
Sebelum benar-benar mabuk, dia sudah lebih dulu menelpon orang suruhannya tadi siang, sambil sesekali meracau.
"Sudah selesai?" laki-laki itu bertanya cepat.
Jeda sejenak, lalu laki-laki lain di dalam telepon menjawab dengan tenang.
"Belum bos, Lee Juna masih di dalam restaurant. Sebentar lagi akan aku kabari lagi."
"Oke, kabari aku secepatnya."
"Baik Bos. Seperti biasa, Anda tidak akan kecewa membayarku."
Si bos itu menutup telepon, dan terkekeh di tempat duduknya.
Selain rivalnya, Cho Yongju juga menganggap Juna sebagai tikus pengganggu yang seringkali menggagalkan semua rencananya dengan ekspansi yang dia lakukan. Yongju dendam, apalagi sejak Juna mengambil harta berharga miliknya.
••••
Juna sedang mengobrol dengan kepala koki restaurant milik Yeongho. Dia tampak akrab dengan kepala koki itu, seorang laki-laki perancis dengan logat perancis yang sangat kental, Juna terdengar lancar berbicara dalam bahasa Perancis. Di tengah obrolan, terlihat mereka berdua tertawa bersama.
Sekedar informasi, Lee Juna pernah dirawat oleh sebuah keluarga Perancis saat dia bersekolah di sana. Keluarga Abel, merupakan sahabat Ayah dan Ibunya. Mungkin ini sebabnya Juna lancar berbahasa Perancis, meskipun bukan sebagai bahasa utama yang dia gunakan sekarang.
Tepat setelah kepala koki restaurant itu pergi, tuan Ahn datang menghampiri Juna bersama Ara yang sudah berganti pakaian. Mata gadis itu terus mengawasi keberadaan Haejin yang tengah mengobrol dengan Yeongho di salah satu meja tamu.
"Tuan Lee," sapa Tuan Ahn seramah mungkin.
Juna refleks menoleh dan mendapati laki-laki paruh baya itu tersenyum padanya.
"Oh Anda Tuan Ahn. Silahkan duduk." Anjur Juna.
Tuan Ahn mengangguk lalu menggeser kursi di samping Juna, begitu juga dengan Ara.
"Aku ingin minta maaf atas perlakuan putriku tadi, dia memang ceroboh." tuan Ahn menilik Ara sambil tersenyum tipis.
"Tidak apa-apa. Lupakan saja, aku sedang tidak minat membahas putrimu." balas Juna tenang namun terdengar menusuk.
"Oh iya, aku dengar anda menaruh sepertiga saham di restaurant milik Yeongho?" tanya Juna kemudian.
"Iya, hanya sepertiga saja. Oh iya, kau ingin kuambilkan sesuatu? Aku cukup dekat dengan kepala koki tadi, akan kuminta dia buatkan makanan spesial untukmu."
"Tidak usah. Damien harus menemui beberapa orang penting disini, dia pasti sangat sibuk." tolak Juna seraya meminum winenya.
"Anda kenal dengan Damien?"
"Damien adalah kepala koki pribadi milik keluarga angkatku di Perancis."
"Oh b-begitu, ya." tuan Ahn tersenyum kikuk.
Seorang pelayan datang membawa dessert khas Perancis yang memang sudah dibuatkan khusus oleh Damien. Itu adalah Creme Brulee, hidangan cantik dengan krim yang dibakar hingga menghasilkan lapisan caramel renyah dibagian atasnya. Juna berbicara lagi dengan bahasa Perancis yang fasih. Setelah memberikan dessert untuk tiga orang itu, sang pelayan melanjutkan langkahnya ke arah tamu yang lain.
Tuan Ahn menatap kagum pada Juna. Dia merasa beruntung jika putrinya bisa segera menikah dengan laki-laki itu.
Juna menyuap sesendok ke mulutnya dan mendesah, cita rasa manis yang lembut itu memenuhi mulutnya. sudah lama dia tidak menikmati dessert kesukaannya itu dalam setahun belakangan.
"Anda sangat menyukai dessert ini?" tanya Tuan Ahn seraya menyuapi mulutnya juga.
Juna menganggukan kepalanya. Dia memang sangat menyukai Dessert itu, bahkan semua dessert buatan Damien. Bahkan dulu dia bisa setiap hari meminta Damien membuatkannya Creme Brulee saat dia pulang dari sekolah.
"Aku sangat suka perpaduan dessert dengan caramel seperti ini, rasanya juga sangat manis."
"Apa kau bisa menyukaiku seperti dessert itu?" Ara tersenyum lebar menatap Juna.
Juna mengalihkan pandangan terkejutnya dengan pertanyaan yang tidak ingin dia dengar itu. Suasana hati Juna luar biasa buruknya, hasratnya yang tidak tertahan untuk mengusir gadis itu karena muak membuatnya frustrasi luar biasa.
"Jun, tidak jadi kerumah sakit?"
Juna menghela napas lega karena Yeongho datang diwaktu yang tepat, sebelum dia meledak karena kesal.
"Ah iya-- untung saja hyung ingatkan." jawab Juna seraya tersenyum puas lalu menilik tuan Ahn sebentar. "Aku pergi dulu, Tuan Ahn." kata Juna seraya meletakkan dessertnya yang tinggal setengah di atas meja, lantas beranjak pergi dari kursinya.
"Sepupumu itu, kenapa dia selalu dingin padaku?" protes Ara dengan bibir mengerucut.
Yeongho mengedikkan bahu, isyarat dia tidak tahu.
"Dan kau masih mengejarnya juga?"
"Aku tidak akan berhenti mengejarnya sampai aku mati, kau harus ingat itu!" dikte Ara panas.
"Terserah kau saja, tapi dia tidak akan memberimu satupun kesempatan jika kau terus berbuat bodoh." ucap Yeongho sebelum meninggalkan Ara dan tuan Ahn.
Ara sepertinya bisa membaca pikiran Yeongho hanya dari kalimatnya, bibir tipisnya mengetat marah dan gadis itu menggeram.
"Ayah, sampai kapan aku jadi bonekamu seperti ini?!" dengan marah Ara meletakkan dessertnya di atas meja, lalu menghentakkan kakinya kesal.
"Sabar dulu, apa kau tidak ingin menjadi Nyonya Lee?" Tuan Ahn menaikan sebelah alisnya.
Ara sebenarnya sangat tergoda dengan kalimat ayahnya, tapi batinnya semakin tidak tahan jika harus terus-menerus dipermainkan dan dipermalukan oleh Juna.
"Tapi sampai kapan harus bersabar? Terlebih lagi, aku sangat benci dengan anaknya itu."
"Hey, tenang saja. Kita juga tau, anak itu bukan anak biologis dari Juna, jadi kau tidak perlu khawatir." Tuan Ahn menyuapi dessert itu lagi ke mulutnya.
"Sebaiknya ayah jangan berbicara seperti itu di depan Juna dan di depan anggotanya yang menyebalkan itu. Apalagi kalau sampai sniper sinting itu mendengarnya, bisa-bisa Lee Juna akan membunuh kita berdua." ucap Ara dengan santai, sementara itu tanpa dia sadari Tuan Ahn menundukkan pandangan.
"Ayah! Ayah tidak mendengarku ya?"
"Aku dengar kok," suara lembut itu sangat familiar di telinga Ara.
laki-laki berkulit Tan itu duduk di tempat Juna tadi seraya tersenyum manis. Ara melotot kaget melihat Haejin tiba-tiba sudah berada di sampingnya.
"Ayah..." lirih Ara sambil menatap tajam ayahnya yang masih mengalihkan pandangnya.
"Tidak apa-apa, aku tidak akan mengadu pada Juna hyung, tapi ada syaratnya," Haejin berkata santai, lalu memanggil pelayan untuk memesan sebotol wine baru. Haejin menilik Ara dengan senyuman jahat. "Kau harus menjauhi hyungku."
"Kau jangan mengada-ada Lee Haejin." ancam Ara tidak mau terima syarat apapun.
Pelayan datang dengan wine pesanan Haejin, dan laki-laki itu langsung menuangkannya di gelas.
"Ya sudah, aku tidak akan memaksa." katanya sembari meminum winenya.
"Kau benar-benar sinting, dasar!" maki Ara kemudian beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan laki-laki itu dengan emosi yang sudah di ubun-ubun.
"Kami permisi dulu." ucap Tuan Ahn lalu menyusul putrinya.
Haejin menyembunyikan bibirnya yang tersenyum puas di balik gelas wine yang sedang dia minum.