Drama siang hari yang diciptakan Doku membuat seluruh penghuni mansion Danish hidup tidak ada rasa tegang terutama para pelayan bisa tertawa karena kelakuan Doku. Saat ini anak buah Doku sibuk melakukan perawatan kulit Marsha agar suasana nanti malam buat sepasang pengantin ini romantis karena tidak ada yang kasar-kasar jika Danish menyentuhnya.
"Masih lama ya, Mbak?" tanya Marsha karena ia mulai merasa pegal duduk hampir satu jam tanpa bersandar.
"Sedikit lagi Nona," jawab salah satu anak buah Doku yang bernama Rania.
"Tapi pinggangku sudah sakit Mbak, apa tidak bisa dipercepat?" ucap Marsha sedikit kesal.
"Tenanglah Nona jika terus bergerak cat kuku anda akan tergores!" pinta Rania sambil menahan tubuh Marsha.
Sedikit kesal akhirnya Marsha mengalah tapi karena ia sedari tadi tidak bisa menoleh ke bawah dan rasa penasaran pun keluar melihat cara anak buah Doku bekerja yang kataya proposional.
"Oh mereka ternyata benar-benar ahlinya," gumam Marsha karena tangan Rania begitu cantik tiap kali sentuh kuku kakinya.
"Nona, coba anda berdiri biar kita melihat apakah masih ada keretakan jika anda nanti bergerak bebas?" ucap Rania.
"Ia," jawab Rania singkat namun wajahnya memerah mendengar ucapannya yang tidak mau kelupaan menyematkan kata gerak bebas.
"Terima kasih Nona dan sekarang tinggal melakukan perawatan wajah sesuai selera Tuan Danish. Nona bisa tidur dan kami akan melakukannya!" ucap Rania lagi.
"Wajahku mau diapain Mbak? Itu alat apa yang ingin kalian lakukan samaku?" tanya Marsha bertubi-tubi karena kedua bola matanya terbelalak melihat alat canggih Rania yang dia pegang mirip alat solder.
"Tenanglah Nona ini tidak akan sakit karena jika masuk akan enak," seru Rania sambil menahan tubuh Marsha hendak duduk.
"Tapi ngeri sekali Mbak," tolak Marsha.
"Lebih ngeri jika tidak masuk Nona." Rania kedibkan salah satu matanya mengisyaratkan tidak sakit.
"Baiklah aku percaya tapi jangan di wajah?" pinta Marsha.
"Kenapa Nona? Bukannya perawatan ini adalah pilihan Nona atas rekomendasi Tuan Danish? Apa lagi untuk malam ini." Wajah Rania memerah menahan malam panas majikannya ini.
"Mbak jangan berpikiran yang aneh-aneh?" ucap Marsha cemberut.
"Maaf Nona karena saya masih ting-ting jadi malu," kekeh Rania. Marsha geleng-geleng kepala melihat tingkah Rania yang menolak tua sama dengan bos besarnya.
"Lakukanlah tapi saya juga belum siap Mbak," lirih Marsha.
"Jangan takut Nona kata Paman Doku enak." Marsha telan ludah membahas dunia orang dewasa otaknya tidak sanggup ke sana.
Bukannya tenang namun semakin jengah karena perawatan wajah ternyata mengalami memakan waktu yang lebih lama daripada kuku kaki dan tangannya. Pintu tiba-tiba terbuka Doku masuk ke dalam berjalan menuju Marsha dengan langkah yang gemulai.
"Hai, Nona Marsha!" sapa Doku lembut dan tidak lupa menampilkan senyuman yang lebar hingga kedua bola matanya terlihat cipit.
"Halo Paman," balas Marsha halus.
"Salah jangan panggil Paman tapi kak Doku," ucapnya cemberut.
"Maaf kak, Marsha lupa," kekeh ya.
"Rania, apa semua sudah siap?" tanya Doku lalu memperhatikan semua hasil kerja karyawannya karena nama baiknya saat ini sedang di pertaruhkan.
"Aman bos," jawab Rania semangat tidak lupa mengacungkan jempolnya. Doku merasa puas melihat kinerja karyawannya itu memuaskan dan tidak mengecewakan.
"Baiklah masih ada waktu dua jam lagi sebelum Tuan Danish datang ke sini dan Nona sebaiknya beristirahat dulu karena perjalanan menuju puncak malam ini akan membutuhkan waktu sampai pagi hari," terang Doku.
"Kenapa bisa sampai pagi, kak Doku?" tanya Marsha polos.
"Karena Tuan Danish akan cuti satu Minggu Nona," telak Doku sambil tertawa kecil melihat ekspresi wajah Marsha yang menahan malu.
"Kak Doku malu," jerit Marsha dalam hati.
Doku merasa senang bisa mengerjai Marsha sedikit karena tahu kepribadian Nyonya masa depan keluarga Maxwell itu baik dan tidak mau ambil hati. Semua sudah meninggalkan Marsha kini ia sendirian dalam ruangan besar yang tadinya ruang gym dan make up tiba-tiba berubah menjadi sebuah kamar istirahat.
Marsha sedikit gelisah tidak bisa istirahat karena pikirannya terus tertuju pada perkataan Nenek, Danish dan Doku dan pikirannya saat ini tentang pernikahan mereka yang secara mendadak. Kerap sekali Danish membuat alasan jika ia mengungkit masalah pernikahan mereka.
"Kepalaku pusing sekali bisa tidak acara honeymoon ini dipending?" gumam Marsha pelan.
Merasa jengah dengan kesendiriannya dalam kamar yang luas dilengkapi fasilitas yang tersedia. Marsha kembali memilih bangkit dari tempat tidur ia memilih untuk bercermin karena penasaran melihat hasil mahakarya Doku.
"Oh My God! Mereka melakukan apa pada wajahku?!" pekik Marsha tercengang melihat penampilannya yang berbeda daripada sebelumnya.
"Kau sudah puas melihat wajahmu itu?!" tanya Danish dari belakang. Kehadirannya di sana mengagetkan Marsha yang tadinya seorang diri dalam ruangan yang besar tiba-tiba Danish muncul tiba-tiba.
"Tu-tuan Muda?!" pekik Marsha hampir aja ia jatuh ke belakang jika tidak ditolong Danish cepat menangkap tubuh langsingnya.
"Kau sengaja ya menggoda Danish Maxwell, Marsha?" bisik Danish tepat pada telinga Marsha.
"Ti-tidak Tuan," jawabnya gugup.
"Katakan yang sejujurnya kalau kau mengangumiku, Marsha?" tekan Danish penuh arogan.
"Tidak Tuan," balasnya lagi singkat. Wajah Danish cemberut penolakan Marsha benar-benar menguji dirinya. Dia harus bisa menaklukkan hati Marsha agar wanita kurus ini bisa tunduk kepadanya dan bisa pamerkan apapun menjadi miliknya kepada orang-orang di luar dan dalam negeri.
Marsha mulai risih melihat tatapan Danish yang terlihat ingin menahan keinginannya untuk merasakan dua buah ceri miliknya yang terbuka sedikit. Secara perlahan, ia mulai melepaskan diri dari sentuhan Danish yang membuat semua anggota tubuhnya menegang.
Saat Marsha melepaskan diri dari Danish ternyata pria dewasa itu telah menyatukannya sedikit pemaksaan karena Marsha tergelonjak kaget.
"Kau lupa peraturan yang aku buat? Seharusnya kita dua malakukan hal lebih namun saat ini aku pending dulu karena ada acara lebih nikmat yang harus kita kerjakan, istriku," ucap Danish menekan kata istriku. Tanpa merasa bersalah sudah membuat Marsha tegang dan wajahnya pucat pasi mendengar perkataan Danish barusan sampai membuat bulu-bulu halus pada kulitnya meremang.
"Tu-tuan maksud saya tadi hanya." Namun Danish kembali menyentuh tangan Marsha dan mengusap halus dan lembut.
Wajah putih Marsha tampak pucat pasi dan tubuhnya bergetar hebat merasakan setiap sentuhan Danish bagaikan sengatan listrik mengalir pada tubuhnya. Danish memperhatikan gelagat Marsha terlihat lucu baginya, sudah lama dirinya tidak main-main dengan wanita semenjak putus cinta dengan mantan kekasihnya yang lebih memilih meninggalkan dia yang gila kerja.
"Kau cantik sekali Marsha," bisik Danish pelan tepat pada telinganya.
"Tuan, ada yang mau aku katakan sebelum melakukannya," ucap Marsha membersikan diri.
"Katakan apa itu?" tanya Danish.