Marsha terlihat kaku apaan lagi menatap sorot mata Danish yang tajam, ia tidak menyangka pria matang yang di hadapannya ini sudah menjadi suaminya. Danish semakin menajamkan kedua bola matanya karena Marsha begitu lama sekali mengatakan keinginannya. Sebagai pria yang menghargai sebuah waktu karena baginya itu adalah segalanya.
''Sampai kapan aku menunggu, Marsha?" tanya Danish memecah keheningan dalam ruangan tersebut.
''Maaf Tuan Muda bukan seperti itu tapi-'' Danish kerap langsung memotong ucapan Marsha cepat.
''Apa yang ingin kau katakan sebenarnya?" tanya Danish serius karena dia tidak sengaja menangkap kedua bola mata Marsha mulai menganak.
"Bisa jangan mendesakku? Saya tidak tahu apa yang akan ingin kusampaikan,'' ucap Marsha berani namun suaranya terdengar serak dan tertahan.
"Astaga istriku ternyata mudah sekali menangis sini-sinilah kemari kau hari ini butuh pelukan hangat dari pria tampan sepertiku,'' ucap Danish sambil merentangkan kedua tangannya.
"Tidak mau,'' tolak Marsha.
''Kau tidak mau di peluk pria tampan sepertiku?" tanya Danish tercengang.
''Saya bukan anak kecil lagi Tuan Muda,'' balas Marsha sesenggukan dan pada akhirnya air matanya langsung lolos membasahi pipinya. Danish terlihat kesal dan jengkel mendengar penolakan Marsha barusan.
''Lalu apa?" tanya Danish mulai terlihat emosi.
''Tuan lebih baik mandi dulu soalnya bau,'' ucap Marsha tanpa merasa berdosa sedikit pun mengatakan itu langsung tanpa memikirkan ucapannya.
Danish seketika terhenyak pelan namun pasti pria matang itu mulai mencium aroma tubuhnya masih wangi walaupun satu harian begitu banyak aktivitas yang membuatnya berkeringat. Marsha merasakan sesuatu yang janggal karena diamnya Danish membuat Marsha heran dan sedikit takut karena ucapannya tadi mampu membuat Danish terlihat menyedihkan.
"Tuan?" panggil Marsha pelan.
"Di mana kamar mandinya?" tanya Danish mulai membuka pakaiannya satu persatu.
"Ada di sana Tuan Muda,'' balas Marsha sedikit gugup.
"Bersiaplah kita akan pergi dari sini!" seru Danish lalu masuk ke dalam kamar mandi dengan wajah yang terlihat kesal. Pikiran menuju mansion membuat kejutan kepada Marsha ternyata gagal karena istrinya itu sama sekali tidak peka yang dilakukannya. Honeymoon yang sudah dia rencanakan seketika berantakan.
''Dia marah,'' gumam Marsha pelan.
Pintu kamar terbuka pelan tanpa diketuk siapa lagi jika bukan pelakunya adalah Nenek. Marsha sengaja tidak mengunci agar Danish tidak bisa berbuat macam-macam kepadanya. Namun kali ini Nenek masuk membawa sebuah paper bag kecil.
"Cantik sekali menantu nenek,'' pujinya.
"Nenek,'' seru Marsha melihat kedatangan Nenek yang tersenyum ke arahnya wajahnya memerah mendapatkan pujian dan tidak tahan karena tidak terbiasa.
"Di mana Danish?" tanya Nenek sampai memperhatikan isi kamar yang hanya Marsha seorang.
''Danish lagi mandi Nenek,'' balas Marsha lembut.
''Baguslah biar dia tidak karatan,'' ucap Nenek lalu duduk di bangku panjang karena kakinya tidak kuat untuk berdiri lama-lama.
"Ia Nenek,'' kekeh Marsha.
''Kau sudah mempersiapkan semuanya untuk malam ini menantu?" tanya Nenek sambil memperhatikan penampilan Marsha dari atas sampai ke bawah terlihat begitu cantik sekali.
''Sudah Nenek,'' jawabnya begitu gugup.
"Tapi alangkah cantiknya jika kau nanti malam mau memakai pakaian ini!" ucap Nenek sambil memberikan paper bag tersebut.
"Apa ini, Nenek?" tanya Marsha penasaran.
"Baju dinas malam dan hanya bisa kau pakai di hadapan suamimu seorang, jangan pernah menggunakannya di hadapan orang lain nanti kau dalam bahaya!" peringat Nenek karena Marsha adalah wanita yang polos.
''Baik Nenek terima kasih,'' balas Marsha menundukkan wajahnya.
Pintu kamar mandi terbuka lebar Danish seketika tercengang melihat penampilan Marsha dibalik cermin. Hari ini ia terlihat beda dari pada sebelumnya walaupun dulu dia sudah melihat semua tubuh Marsha namun ini paling cantik menurutnya. Danish tidak menyadari satu ini sudah mulai mengagumi kecantikan Marsha diam-diam.
Diam dan berjalan ke arah Nenek lalu duduk namun pandangannya terus terarah kepada Marsha yang sedang menunduk malu.
"Kau mengagumi ya, Danish?" tanya Nenek sambil naikkan kedua alisnya.
"Biasa aja untuk ukuran seperti dia sweety,'' ucap Danish datar.
"Kedua bola matamu perlu diobati biar tahu melihat yang cantik dan yang bersegel,'' tembak Nenek.
"Itu semua tidak benar karena aku saya harus sweety tahu yang mana muda dan tua,'' telak Danish.
"Dan kau adalah yang paling tua dan Marsha yang tua,'' tembak balik Nenek.
"Nenek adalah wanita yang tidak pernah kalah jiga berdebat,'' kekeh Danish.
"Tidak perlu memuji Nenek. Sekarang mana gaji yang kau janjikan satu harian ini Danish?" tagih Nenek.
''Bisa di utang dulu Nenek?" tanya Danish sedikit bercanda.
"Diam kau! Nenek butuh uang itu karena mau mengadakan arisan gigi ompong dengan teman sebaya Nenek,'' kesal Nenek karena Danish menggodanya. Sontak Marsha tertawa mendengar ucapan Nenek yang terdengar lucu karena baru ini ia mendengar ada arisan gigi ompong.
''Kau kenapa ketawa menantu? Oh ia lebih bagus Nenek buat arisan kuping bermasalah, bagaimana Danish?" usul Nenek.
"Maaf Nenek,'' lirih Marsha namun masih menahan ketawa karena ucapan Nenek yang tidak pernah habisnya membuat lelucon.
"Untuk soal arisan Danish tidak mau tahu Nenek tapi ini uang yang sudah kujanjikan tadi siang. Ingat! Nenek jangan lari ke pasar ya!" ingatkan Danish.
''Kau dasar cucu durhaka!" Nenek memukul kepala Danish menggunakan tangannya yang keriput lalu beranjak dari sana setelah menerima cek yang berisi nominal yang angkanya banyak.
"Nenek oh jika bukan karenamu duniaku sudah hancur,'' kekeh Danish tanpa sadar.
''Jangan lupa abadikan semua honeymoon kalian dua!" ingatkan Nenek sebelum meninggalkan kamar tersebut.
Setelah kepergian Nenek, Marsha kembali terlihat gugup karena hanya mereka berdua saat ini berada dalam kamar. Danish mulai mengenakan pakaiannya dan tidak lupa terus memperhatikan wajah Marsha yang begitu cantik.
''Ayo kita berangkat sekarang!" ucap Danish sungguh-sungguh.
"I-iya Tuan Muda,'' balas Marsha begitu gugup.
Danish duluan turun ke bawah karena memilih sebuah mobil yang akan mereka kendaraan malam ini. Dia tidak mau, honeymoon mereka gagal dan harus ada kesan mereka lalui selama satu minggu ini.
"Oh Tuhan, kenapa susah sekali mengatakan yang sebenarnya mengenai pernikahan kami ini?" gerutu Marsha pada dirinya sendiri.
Ia sampai sekarang belum bisa mempertanyakan pernikahan dadakan yang diadakan oleh Danish secara tiba-tiba. Pelayan menghampiri Marsha yang sedari tadi tidak turun padahal Danish sudah menunggu di bawah dengan mobil keluaran terbaru miliknya langsung di impor dari negeri paman sam.
''Nona, Tuan Muda sudah menunggu di bawah!" seru pelayan tersebut.
''Ia Mbak,'' balas Marsha gugup. Sama halnya dengan pelayan itu kaget melihat penampilan Marsha yang pangling.
''Cantik sekali,'' ucapnya tanpa sadar. Marsha turun ke bawah dengan hati-hati karena menggunakan high heels dan tidak lupa membawa paper bag pemberian Nenek.