Chereads / Stuck Married With CEO MILIARDER / Chapter 18 - Marsha Menolak

Chapter 18 - Marsha Menolak

Di teras bola mata Danish menatap tajam Marsha mulai mendekatinya dengan wajah yang menunduk. Rasa canggung tiba-tiba Danish rasakan karena pangling melihat penampilan Marsha yang cantik. Untuk mengurangi rasa canggung, Marsha sedikit tersenyum karena malu Danish tidak mau melepaskan tatapannya.

"Maaf lama menunggu, Tuan?" ucap Marsha sedikit gugup.

"Apa yang kau bawa itu? Kau tahu kan kita tidak perlu bawa apa-apa karena itu merepotkan?" tanya Danish tidak suka Marsha membawa sebuah paper bag kecil.

"Oh ini pemberian Nenek barusan Tuan, saya tidak bisa menolaknya karena Nenek menyuruh saya mengenakan ini nanti jika sudah tiba," balas Marsha yang begitu polosnya mengatakan itu.

"Naiklah aku sudah paham, kau tahu perjalanan ini cukup panjang jadi jangan sampai ada sesuatu yang tidak menyenangkan!" peringat Danish sambil tersenyum smirk.

"Ia," balasnya singkat.

"Eh tunggu di mana Nenek? Dia tidak mau mengantarkan cucunya?" tanya Danish kepada Marsha.

"Tadi Nenek sudah berpesan sebelum berangkat agar kita tidak melakukanya cepat," balas Marsha malu-malu.

"Oh sepertinya kau sudah tidak sabar lagi ya," kekeh Danish tidak lupa kerlingkan matanya.

"Dasar pria genit," rutuk Marsha dalam hati. Padahal pesan Nenek yang sebenarnya adalah tidak perlu mengebut selama perjalanan.

Sementara itu di mansion Nenek tersenyum penuh bahagia karena berhasil transfer uang yang diberikan Danish barusan ke yayasan keluarga Maxwell.

"Ini lebih baik karena si Danish selalu boros mending aku investasikan uang ini sama anak-anak yayasan. Mereka pasti senang karena Nenek Suci yang cantik dan awet muda ini bantu mereka lalu namaku akan abadi," kekeh Nenek sambil tertawa kecil.

Perjalanan menuju vila keluarga Maxwell, Marsha terus mengalihkan wajahnya ke luar jendela melihat lampu kota yang berwarna-warni salah satunya adalah gedung pencakar langit milik Danish Maxwell.

"Kau akan tetap melihat keluar dan tidak mau melihat wajah tampanku?" tanya Danish memecah keheningan.

"Maaf," lirih Marsha tidak enak.

Danish memilih diam karena tidak suka melihat Marsha mengalihkan wajahnya karena dia merasa supir pribadi jadinya. Hampir dua jam lamanya di perjalanan akhirnya mobil sport hitam mengkilat itu mulai memasuki halaman vila tepat berada di kota kecil.

"Kita sudah sampai turunlah!" ucap Danish lalu pria matang itu membuka sabuk pengaman dan keluar karena sepasang suami istri penjaga vila udah menyambut kedatangan mereka dua.

"Halo Tuan, Nona selamat datang," sapa pria paruh baya tersebut yang bernama bapak Susanto.

"Terima kasih Paman," balas Danish ramah.

"Bisa juga pria arogan ini ramah," decak Marsha dalam hati.

"Paman, Ibu dia istriku baru aku nikahi beberapa Minggu ini," ucap Danish sambil memperkenalkan Marsha.

"Hai Paman, Ibu, Marsha istri Tuan Danish," sapa Marsha sopan dan halus.

"Aduh Pak, lihatlah Nona muda cantik sekali beda ketika di foto," seru ibu Susanto.

"Bu, jangan lupakan kedatangan Tuan dan Nona ke sini mau ngapain?" bisik Susanto.

"Oh My God! Maaf Tuan mari silahkan masuk semua fasilitas yang anda minta sudah tersedia di dalam," ucap ibu Susanto hati-hati dia merasa bersalah karena terlena melihat kecantikan Marsha.

"Ayo kita masuk karena malam ini kau akan aku buat tidak bisa jalan esok!" bisik Danish lalu masuk ke dalam bersiul-siul penuh bahagia.

"Apa katanya tidak bisa jalan? Apa pria arogan itu mau buat kedua kakiku tidak bisa berfungsi lagi?" tanya Marsha dalam hati dan cemberut.

Sepasang suami istri membuka pintu vila lebar-lebar dan mempersilahkan masuk ke dalam. Ketika sudah masuk kedua bola mata Marsha membulat melihat isi ruangan yang tidak kalah dari mansion namun, untuk warna vila dominasi putih.

"Kau pasti belum pernah ya melihat rumah seperti ini?" tanya Danish penuh arogan.

"Tidak juga," balas Marsha halus.

"Gadis desa sepertimu pasti senang bisa menikmati semua fasilitas gratis apalagi yang punya ini semua adalah suamimu sendiri," tambah Danish penuh senyuman yang lebar.

"Ya Tuan benar tapi semua ini hanya titipan jadi tidak ada yang perlu dibanggakan karena bagi saya semua ini hanya sebuah hiasan persis seperti di lukisan ini." Akhirnya Danish baru pertama kali kena skakmat wanita seperti Marsha.

"Apa yang kau lihat?" tanya Danish berpura-pura.

"Lukisan ini tidak asing?" jawab Marsha pelan tanpa menoleh kearah Danish.

"Mirip denganmu kan?" ucap Danish tersenyum penuh seringai.

"Tidak! Tapi yang ini tidak asing," tunjuk Marsha ke arah salah satu lukisan wanita yang sedang mandi.

"Itu adalah kau sendiri masa tidak kenal?" tembak Danish lalu memeluk Marsha dari belakang.

"Apa?! Bagaimana mungkin?" pekik Marsha kaget bukan karena dirinya di sana kena lukis namun tangan Danish yang melingkari.

"Lihatlah lebih dekat bukankah itu kau dan teman-temanmu?" ucap Danish bercampur kesal karena Marsha menolak pelukannya. Pria matang itu memilih untuk duduk di sofa panjang tepat samping Marsha.

"Ia sepertinya ia saya Tuan," lirih Marsha pelan.

"Bodoh itu bukan kau," ucap Danish sontak tertawa terbahak-bahak melihat wajah polos Marsha yang terlalu melebihi batas.

"Apa?!" pekik Marsha tercengang.

"Sudahlah kau membuatku jadi bodoh, aku mau istirahat dulu kau mau ikut apa tidak?" tanya Danish sambilan menoleh ke belakang.

"Saya nanti menyusul Tuan," balas Marsha gugup.

"Ya terserah kau aja." Danish menuju kamar utama meninggalkan Marsha seorang diri ruang tengah.

Sepeninggalan Danish, Marsha bingung mau melakukan apa secara tidak sengaja ibu Susanto melihat Marsha mondar-mandir penuh wajah yang ketegangan.

"Nona Muda, kenapa tidak istirahat?" tanya Ibu Susanto halus.

"Ibu bikin kaget aja, itu saya bingung mau ke dapur?" alasan Marsha.

"Oh dapur, mari Ibu tunjukkan!" seru Ibu Susanto.

"Ia." Marsha akhirnya tiba di dapur lagi ia tercengang melihat interior setiap sudut vila barang import dan tidak ada di tanah air.

"Silahkan Nona, apa ada yang mau saya bantu?" tanya ibu Susanto lagi.

"Ibu bisa lanjutkan pekerjaan, Marsha bisa sendiri di sini," ucap Marsha halus.

"Jika Nona butuh bantuan ibu ada di belakang ini," terang ibu Susanto.

"Baik Bu." Ibu Susanto meninggalkan dapur setelah memastikan tidak ada lagi siapa-siapa, Marsha merasakan sedikit lega sambil bernapas tenang.

Marsha melihat di atas meja kopi bubuk hitam senyumannya mengembang karena ia tahu dengan meminumnya bisa menahan rasa kantuk malam ini.

"Ini yang aku cari sedari tadi," ucapnya bahagia lalu mulai seduhkan.

"Ternyata kau ada di sini ya?" ucap Danish tiba-tiba muncul dari belakang.

"Tu-tuan anda mau kopi?" pekik Marsha kaget melihat kedatangan Danish tiba-tiba apa lagi hanya mengenakan celana pendek tipis.

"Kau istri yang bijak tahu apa yang diinginkan suaminya jika seperti ini kau terus kan aku tidak akan pernah jajan di luar sana." Danish langsung menyeruput kopi tersebut sampai tandas.