"Apa karena kau putri dari Antonio Lazarus sehingga kau harus bekerja sebagai pemuas nafsu para klien judinya?" bentak Diego Lazarus.
"Sudahlah, jangan membuat kegaduhan yang tak beralasan. Aku muak dengan semua ini. Aku lelah dengan hidupku," jelas Amanda.
Amanda Lazarus adalah gadis berusia 24 tahun yang kini hanya bisa menerima nasib sebagai bahan taruhan judi ayahnya. Bukan tanpa alasan, dia menyerah karena tak bisa lagi kabur dari ayahnya yang kejam itu. Hal itu terjadi setelah tiga bulan lalu saat ibu meninggal. Biasanya ibunyalah yang akan menjadi bahan taruhan Tuan Antonio Lazarus.
Kehidupan keluarga Lazarus memang mengerikan. Mereka hidup miskin tapi sangat gemar berjudi. Dan lebih gila lagi Tuan Antonio menggunakan Amanda sebagian taruhan saat uang modalnya habis.
"Kau tahu, aku pernah hampir mati saat itu karena menolak dan kabur. Dan pada akhirnya mereka hanya akan menangkap dan memperlakukan aku seperti hewan. Semua terasa lebih mudah saat aku menurut dan mengikuti semua keinginan mereka," jelas Amanda lagi.
Diego tak bisa lagi membujuk adiknya itu. Dia seperti kehabisan cara. Sudah sebulan Amanda hidup dalam kubangan hitam dunia malam karena ayahnya yang bangkrut tapi masih gila judi.
"Ayo, ikut aku dan aku akan perbaiki hidupmu." Diego menarik lengan Amanda yang sedang terbaring di sofa rumahnya sembari menghisap rokok itu.
Amanda menepis tangan kakaknya karena Tuan Antonio—ayahnya—sudah berdiri di belakang Diego sedari tadi. Dia sengaja tak menghiraukan karena tak ingin menjadi bulan-bulanan tangan baja ayahnya itu.
"Apa yang kau lakukan? Kau membujuknya untuk melawanku? Jika kau ingin menghapus nama keluargamu hapus saja, jangan membuat Amanda mengikuti dirimu," cecar Tuan Antonio.
"Ah, pria brengsek ini. Apa belum cukup bagi Ayah dengan menghancurkan hidup ibu? Apa Ayah tak juga takut Amanda akan bernasip sama seperti ibu?" sentak Diego.
Satu tamparan keras mendarat di pipi kakak laki-laki Amanda. Dia segera menangkup dengan tangannya. Sudut bibirnya pecah dan mengalirkan darah.
"Kakak," lirih Amanda yang melihat Diego hampir tersungkur.
"Baiklah jika memang Ayah siap kehilangan apapun yang Ayah miliki saat ini. Ayah tak ingat saat Ayah melihat ibu meninggal dengan keadaan yang menyedihkan," jelas Diego.
Tuan Antonio mengabaikan peringatan putra sulungnya itu. Dia sudah dibutakan oleh judi, sehingga dia tak lagi mempedulikan bagaimana masa depan putrinya.
"Amanda, pergi sekarang. Tuan Fabio Rezer sudah mengirim orangnya untuk menjemputmu," perintah Tuan Antonio.
"Berhenti, Amanda," sahut Diego.
Amanda baru saja bangkit dari baringannya pun berdiri mematung. Dia merasa ragu. Siapa yang harus dia ikuti.
"Bereskan bajumu dan kau ikut aku," ajak Diego.
"Hentikan, Diego! Jangan membuat masalah denganku," sahut Tuan Antonio.
"Pergilah, Kak. Usahamu hanya akan sia-sia. Kau hanya akan membuatku semakin tersakiti," jawab Amanda dan berlalu.
Amanda memang sudah diberi tahu ayahnya jika semalam ayahnya kalah judi dengan Fabio. Sehingga dia sudah tahu jika malam ini Amanda akan dipakai untuk membayar kekalahan itu.
* * *
Amanda masuk mobil penjemput itu dengan suka rela. Tak ada lagi kekhawatiran yang ia rasakan. Setelah sebelumnya dia mencoba kabur dan hampir mati karena sebuah tembakan kini dia hanya bisa pasrah dan tak menolak. Fabio adalah pria ketiga yang memenangkan judi dari Tuan Antonio setelah sebelumnya Louis dan Tommy.
Hanya saja tak ada yang tahu jika dua pria sebelumnya itu tak menyentuh Amanda karena gadis itu memasukkan obat tidur dalam minuman mereka.
"Jalan sekarang, Pak," kata Amanda sembari memoleskan perona bibir.
Mobil melaju menuju sebuah mansion mewah milik Fabio. Penguasa dunia bisnis yang sangat terkenal. Setelah sopir itu membuka pintu, Amanda segera turun. High heels yang dia gunakan menapak sempurna dengan langkah anggunnya mengikuti seorang pengawal pribadi Fabio.
"Silakan masuk, Nona. Tuan ada di dalam," kata pengawal itu.
Amanda membungkuk dan segera masuk. Ruangan terlihat sangat mewah. Sebuah ranjang berukuran besar tertutup kain berwarna navy itu terlihat sangat maskulin. Terlihat juga lemari dan beberapa prabot berisi buku serta sebuah meja rias berwarna gelap yang di tata dengan rapi.
Tampaknya seorang pria tengah berdiri menghadap jendela besar kamar itu. Punggungnya begitu lebar dan menawan.
"Permisi, Tuan," sapa Amanda.
Pria itu membalikkan tubuhnya dengan cepat. Dia segera berjalan ke arah gadis itu dan berdiri di hadapannya.
"Nona Amanda Lazarus," balasnya.
"Apakah Anda Tuan Fabio?" tanya gadis itu.
Lelaki berperawakan gagah dan sangat tampan itu sedikit membungkukan dirinya. Dia mensejajarkan tubuhnya dengan Amanda.
"Fabio Rezer," katanya.
Amanda sedikit terpukau. Dia begitu tampan walau terlihat seperti pria mata keranjang. Fabio mulai mengelus lengan putih Amanda. Dan gadis itu mencoba menepis.
"Ah, kau tak bisa bersabar, Tuan? Apa aku tak boleh meminta wine mahalmu dahulu dan baru memulai semuanya? Aku butuh pemanasan," kata Amanda.
Fabio terkesima dengan sikap gadis itu. Amanda adalah gadis pintar yang tak bisa dengan mudah ditaklukan. Dia melakukan basa-basi untuk mengambil kesempatan memasukan obat tidur pada minuman Fabio.
"Kau sudah pemain profesional rupanya. Berapa kali kau menjadi pemuas napsu klien judi ayahmu itu?" tanya Fabio.
Amanda tersenyum miring. Dia memang bekerja untuk itu, tapi Fabio barulah orang ketiga setelah Louis dan Tommy yang sama sekali tak menyentuhnya saat itu.
"Aku bukan pria bodoh seperti Louis dan Tommy, Nona. Mereka pingsan sebelum menyentuhmu bukan? Mereka payah sekali," bisik Fabio.
Amanda merasa terkejut. Dengan cepat dia menyadari jika Fabio sudah tahu taktik yang dia gunakan untuk menidurkan dua pria sebelumnya.
"Pantas saja kau sangat tenang, Sayang. Rupanya kau menggunakan obat tidur untuk melumpuhkan klienmu," ejek Fabio lagi.
Gadis itu terlihat gusar. Matanya terus saja menghindari kontak dengan Fabio. Dia seperti maling yang tertangkap basah dan tak bisa mengelak lagi. Fabio mencengkeram kuat tangan Amanda dan membuat gadis itu sedikit meringis kesakitan.
"Sakit, Tuan. Lepaskan ini," rintih Amanda.
Dengan paksa Fabio merobek gaun warna maroon yang Amanda gunakan. Tubuh molek gadis itu terekspos oleh mata mesum Fabio dengan leluasa. Gadis ini memang sangat menggoda. Dadanya yang berisi dan perawakannya yang kencang, dipadu dengan wajah cantik dengan kulit halus membuat siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta.
"Sempurna," lirih Fabio sembari menelan ludahnya.
Amanda menggunakan tangannya untuk menutup aset berharganya. Dia perlahan memundurkan langkahnya.
"Mau ke mana gadis cantik? Kau adalah milikku malam ini. Jangan membuatku marah dan mencabik habis dirimu," kata Fabio.
"Tuan, tolong mundur, Tuan. Kumohon, mundurlah," pinta Amanda.
"Kau takut? Mengapa harus takut jika kau memang seorang jalang?" tanya Fabio.
"Jangan mendekat, Tuan. Kumohon jangan mendekat," kata gadis itu ketakutan.
Hingga akhirnya Amanda terpojok karena kakinya membentur ranjang ukuran besar itu. Ia terduduk dan segera merampas selimut untuk menutupi tubuhnya. Fabio tak menyerah, dia terus mendekat dan membuat Amanda terpaksa naik ke ranjang dengan high heelnya yang masih terpasang kuat di kakinya.
"Dia bukan seorang jalang. Aku tahu benar dari gerak geriknya yang seperti itu. Andai dia seorang jalang pasti dia sudah merayuku sedari tadi, tapi dia begitu ketakutan dan terlihat ingin menangis," batin Fabio.
* * *