Marsha refleks mundur ke belakang takut melihat wajah Danish yang memerah serta kedua bola matanya melotot. Danish semakin mendekati Marsha sambil membuka kancing kemeja yang dia gunakan tadi.
"Tu-tuan jangan lakukan, aku mohon!" pinta Marsha takut.
"Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau inginkan?" sahut Danish.
"Tapi bukan seperti ini Tuan kita bisa bicara baik-baik," balas Marsha berusaha menahan Danish agar tidak semakin mendekat.
"Jangan bergerak!" perintah Danish.
"Apa?" pekik Marsha.
"Aku bilang jangan bergerak nanti kau menyesal!" tambah Danish.
"Tapi anda nanti, jangan?!" teriak Marsha kencang suaranya bahkan sampai keluar karena pintu kamar tidak kena kunci.
"Jangan berteriak nanti semua mendengarmu!" ucap Danish lalu menutup mulut Marsha menggunakan telapak tangannya yang lebar.
Marsha geleng-geleng kepala karena tidak bisa bernapas apalagi tubuh Danish yang besar kalah dengannya. Pada akhirnya Danish yang sudah berhasil mematikan anak lipan langsung turun dari tempat tidur.
"Untung belum sempat hewan ini mencicipimu lebih dulu," ucap Danish tanpa merasa bersalah kepada Marsha yang hampir terkena serangan jantung.
"Hewan seperti itu bagaimana bisa ada di kamar yang luas dan bersih?" pekik Marsha. Dia lemas karena hewan berbahaya itu sempat berkelana di kepalanya.
Danish geram ada hewan seperti itu dalam kamar pribadinya terlebih lagi saat ini kedatangannya adalah untuk honeymoon. Tombol merah langsung ditekan Danish pertanda darurat hanya beberapa menit penjaga vila Susanto dan satpam langsung menuju ke kamar utama.
"Tuan, Nona anda tidak apa-apa?!" tanya mereka dua serempak.
Marsha langsung meraih selimut menutupi tubuhnya apalagi hasil perbuatan Danish menunjukkan mahakarya yang kontras di belahan benda kenyal-kenyal miliknya.
"Hanya hitungan satu jam kamar ini harus steril dan bebas hama! Jika kutemukan hewan ini lagi kalian yang akan mendapatkan hadiah!" bentak Danish sambil menunjukkan hewan berbahaya itu kepada dua pria tersebut.
"Baik Tuan Muda," jawab mereka serempak lalu keluar setelah mendapatkan isyarat dari Danish.
Danish menoleh ke arah Marsha masih gemetaran di atas tempat tidur lalu dia menghampirinya.
"Terima kasih sudah menolongku tadi Tuan," ucap Marsha pelan nyaris tidak terdengar.
"Hadiahku mana?" tanya Danish lalu duduk pinggir tempat tidur.
"Apa? Jadi Tuan tidak ikhlas menolongku?" tanya Marsha polos.
"Kalau aku tidak ikhlas kau tentu sudah jadi nama beberapa menit yang lalu. Aku tidak mau nanti dirimu gentayangan vila mahalku ini," balas Danish begitu arogan.
"Ya Tuhan lebih baik aku gentayangan aja daripada tiap saat mendengar ucapan pria tua ini," umpat Marsha dalam hati.
"Jangan mengumpatiku!" tembak Danish.
"Apa? Siapa yang mengumpati anda Tuan?" pekik Marsha gugup.
"Sudahlah bicara sama anak kecil membuat kepalaku berdenyut. Aku mau tidur jangan ganggu." Danish langsung masuk ke dalam selimut dan kaki Marsha dia jadikan bantal.
"Tuan geli," ucap Marsha pelan.
"Nanti kau juga terbiasa makanya jangan bergerak biar tidak geli," dengus Danish pada akhirnya pria matang itu terlelap sambil memeluk pinggang ramping Marsha.
Sementara itu di lantai dasar ke dua penjaga vila saling memandang karena perintah yang mereka dapat sama sekali tidak bisa dilaksanakan.
"Biarlah Tuan dan Nona melanjutkan honeymoon ya Pak Susanto," ucap sang satpam yang tidak disebutkan namanya.
"Ya kau benar." Akhirnya mereka kembali bekerja.
Kamar utama Marsha mulai tidak nyaman duduk sambil memangku Danish yang sudah tidur hampir tiga jam. Kedua kakinya kebas apalagi Danish erat memeluknya dan sulit untuk bergerak.
"Seandainya aku bisa dorong dia lalu aku lari keluar sambil berteriak-teriak kencang ada drakula arogan betah dalam pelukanku pasti orang-orang akan tertawa," ucap Marsha dalam hati. Dia sontak tertawa terbahak-bahak namun ditahan takut Danish bangun dan kembali melakukan hasil mahakaryanya.
Danish membuka kedua bola matanya memperhatikan Marsha masih tertawa dan tidak menyadari dia sudah bangun sedari tadi Marsha menertawakan dirinya.
"Sudah puas tertawa?" tanya Danish.
"Tuan?!" Marsha tergelonjak kaget bukan main.
Secara tidak sengaja dia mendorong kepala Danish dari kedua kakinya yang sudah mati rasa.
"Beraninya kau mendorongku!" seru Danish tidak terima.
"Maaf Tuan, saya tadi tidak sengaja," sahut Marsha gugup.
"Sengaja atau tidak?" cecar Danish.
"Tidak Tuan," lirih Marsha.
Danish mengusap wajahnya yang terlihat kusut namun Ketampanannya sama sekali tidak pudar. Pria matang itu memilih untuk beranjak dari sana namun pandangannya tertuju kedua kaki Marsha yang sama sekali tidak bergerak.
"Kakimu kenapa?" tanya Danish.
"Hanya kram sedikit Tuan." Danish kembali naik ke atas tempat tidur.
"Kenapa sampai di paksakan kalau kau tidak kuat menahan beban tubuhku," ucap Danish lalu kedua tangannya langsung mengurut kaki Marsha pelan-pelan.
"Tu-tuan, saya tidak apa-apa hanya sebentar seperti ini pasti akan kembali," ucap Marsha gugup.
"Diamlah kau terlalu banyak sekali mengoceh." Pada akhirnya Marsha diam dan memperhatikan setiap jari jemari Danish menyentuh kedua kakinya.
"Sebenarnya dia pria yang baik hanya aja pikirannya aku tidak tahu sama sekali, menyebalkan," batin Marsha dalam hati.
"Katakan, kau mau pisah denganku atau tidak?" tanya Danish sela mengurut.
"Jika Tuan menginginkan saya akan terima," balas Marsha pelan.
"Tapi kau sudah aku buat tidak suci," tambah Danish lagi.
"Saya ikhlas Tuan Muda." Danish terhenyak mendengar ucapan Marsha.
"Wanita polos seperti dia ini jika jatuh ke tangan orang yang salah bisa bahaya. Aku tidak bisa bayangkan seandainya dia benar-benar menikahi si tua bangka," decih Danish.
Danish terus mengurut kaki Marsha hingga tangan kekar itu mulai tidak terkondisikan lagi sampai siempunya merasa risih setiap sentuhan yang diberikan suaminya itu.
"Tuan, kaki saya sudah lebih baik jika diteruskan nanti anda lelah," ucap Marsha halus takut menyinggung Danish.
"Soal tadi lupakan. Tidak ada kata cerai sampai kapanpun tidak akan pernah ada ingat itu!" Danish langsung turun dari tempat tidur menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lengket.
"Bagaimanapun caranya agar aku dan Tuan Muda bisa bicara serius? Selalu aja ada masalah," keluh Marsha sambil menghembuskan napasnya kuat.
Danish menatap wajahnya di balik cermin yang besar tertawa terbahak-bahak membayangkan wajah pucat Marsha. Dia begitu terhibur setiap melihat wajah polosnya yang terlalu dalam.
"Marsha kau wanita desa tapi cara pola pikiranmu itu perlu diubah, seorang istri Danish tidak boleh lambat," ucap ya pelan.
Marsha hanya bisa mengangguk saja bicara pun saat ini dia tidak akan bisa karena Danish sepertinya tidak mau bahas soal pernikahan mereka berdua. Rasa lelah mulai menyelimuti perasaan Marsha, soal pernikahan ini penuh dengan tanda tanya.
"Keluarga, teman satupun tidak ada datang mengucapkan selamat kepadanya.
"Kali ini Tuan Muda harus mengatakan dengan sejujurnya,", gumam Marsha dalam hati.