Lelaki yang terus bergerilya itu takkan berhenti hingga ia mencapai puncak kesenangannya, ia terus menari-narikan tangan dan jemarinya di bagian-bagian yang membangkitkan rasa uforia siapa saja yang memegang dan dipegangnya. Ia menyerang dan terus menyerang dengan pusaka berotot hingga ke bagian dalam mawar merekah beraroma khas kepunyaan wanita, antara jerit kesakitan dan kenikmatan tak lagi mampu dibedakan oleh Melzy.
Dua gunung kembarnya tak luput dari serangan brutal mulut tuan Sena, kenyal, empuk dan menggoda, mencerup, menggeser-geserkan lidah dan meremasnya dengan kuat, meja yang menjadi alas keduanya bergoyang mengikuti irama dorong dari tuan sang pemilik perusahaan.
Terus menguras gairah dan level panas membara dari sekujur tubuh itu sampai titik keringat terakhir, Melzy tetap hanya seorang korban mesin uang yang naas dan tanpa belas kasih berlabuh kepadanya. Tubuhnya sudah tak ada harga dan siapa saja bisa memilikinya dengan kurun waktu tertentu.
Sena bebas berkreasi, apapun gaya yang ia mau secara bergantian dia coba, membalikkan, memiringkannya, bahkan diminta posisi duduk juga berjongkok ia harus turuti, entah kenapa lelaki setengah tua itu masih kuat dan tahan lama, terasa bunga bermekar di sana telah perih akibat gesekan berulang kali, namun orang itu belum selesai.
Lenguhan dan teriakan kenikmatan sang tuan menyapa telinga Melzy, tetapi tak dipedulikannya. Begitu juga Melzy walau menolak, tak mampu menahan respon biologisnya, melawan pun tak bisa.
Melzy juga menjerit dan mendesah dengan permainan tuannya yang membuat sekujur tubuhnya bergidik merinding, tuannya memang sangat lihai memainkan tubuhnya, sehingga semua rasa bercampur aduk, kesakitan, kenikmatan, ketakutan, kebencian, kemarahan, semua menjadi satu.
Ia berusaha tidak berteriak dengan menutup mulutnya, tetapi tetap saja mengeluarkan suara-suara khas yang aneh bahkan bagi telinganya sendiri. Dia pun berkeringat dan jantungnya semakin kencang menggetarkan tubuh.
"Tuan, sudah, sakit, Tuan. Ini sudah lebih lama dari biasanya," protes Melzy.
Buku, kertas dan benda yang ada di atas meja, tersisih oleh posisi keduanya, banyak yang berserakan dan terjatuh ke lantai akibat goyangan meja. Laptop Argan hingga tertutup sendiri, bunyi kaki meja juga sangat keras terdengar memekikkan telinga.
Tuannya Melzy tak menghiraukan itu semua, yang ada dia terus menikmati dan terus berulah sampai tubuh Melzy menggeliat merespon tindakan erotis sang tuan, meskipun benci, tetapi tak bisa dipungkiri jika gejolak jiwa terus dirangsang akan terbawa jua ke awang-awang.
Dia menangis karena benci dan sadar dengan dosa, tetapi kenikmatan itu tidak ia pungkiri memang terasa ada. Dia menangis diiringi dengan desahan mendayu membuat sang pria semakin tinggi level gairahnya, lebih bersemangat lagi dan terus melakukan serangan tiada ampun seakan Melzy adalah budak nafsu yang layak dirudapaksa.
"Itulah, kau tidak rileks dan selalu tegang-ketakutan sebelum memulai semuanya, jadinya sakit, 'kan? Sabar, Sayang. Nikmati saja, nanti bakalan enak, kok. Enak 'kan?" Lelaki itu terus menggoyang dan menancap-nancapkan pusakanya keluar dan masuk sesuai ritme. Rambut yang tergerai itu disibakkan oleh Sena karena rambut Melzy menutupi wajah cantik itu, justru yang semakin menggairahkan bagi orang ini, bercinta sambil melihat dan menikmati ekspresi lawan mainnya.
"Ough! Tuan, nanti mas Argan datang, atau mendengar kita, harus bagaimana?" celetuk Melzy mengingatkan.
"Sebentar lagi keluar, Sayang. Aaaauuugh! Hummm, asyiiknya, gak nyangka ngolesin krim kuat, benar-benar tahan lama dan kenikmatannya sampai ke ujung kepala, ayolah, Nak. Joni-ku, keluarlah, bunga basah wanitaku sudah tak kuat karena kenakalanmu." Melzy sangat benci pekerjaannya ini. Hingga berulang kali ingin bunuh diri, tapi tak bisa.
"Tuan, aku pikir mas Argan akan datang sebentar lagi," ucap Melzy masih dengan nafas ngos-ngosan.
"Tenang, Sayang. Jika dia mau, aku bisa ajak dia juga main bersama. Hahaha!" Bapak gila, sungguh Melzy tidak habis pikir ada seorang bapak segila itu.
"Diksa ... di mana kamu, aku butuh kamu, jemputlah aku, aku sudah tak tahan dengannya. Bukankah tugas pengawal adalah melindungi aku? Mana janji dan sumpah tugas dan kerjamu? Aku tersiksa dan nelangsa hidup di sini." Melzy teringat Diksa yang selalu menyebalkan tetapi setidaknya dia sedikit baik kepada dirinya. Dia menyeka cairan di matanya, namun tak dapat menghentikan cairan dari kelopak bunga bawah yang masih diserang tanpa ampun si tuan tak tahu dosa.
"Matikan saja orang ini ketika berkubang dosa, begini! Jika memang aku belum ditakdirkan untuk mati dalam usia yang pendek!" Doa yang selalu digaungkan oleh Melzy.
"Tuaaan, Aaaaah! Aaaagh!" Kedua paha Reggy gemetaran merasakan kejang dari urat yang terdalam, dia mencapai ketinggian ritme suatu percintaan dengan sang lawan jenis.
"Bagus, Sayang. Aku tahu kamu sudah mencapai, rasanya kian mennggigit di Joni-ku, lezaaaat!" ucap tuannya itu.
Entah Melzy tak dapat menguasai dirinya, ritme kuat dan kecepatan permainan tuannya tak dapat dipungkiri membawa ia ke alam tertinggi surga dunia juga, Melzy seketika melemah, nafasnya sudah berusaha ia stabilkan tapi tak bisa.
Sena malah bersorak kegirangan karena berhasil memuaskan wanita muda yang malah lebih muda dari usia putranya, kini ia tak merasa tua, bahkan jiwa dan raganya bak seorang muda.
"Aaaaaaaarrrggggh! Sayangggg, alangkah nikmatnya, huuf, huf!" Sena merasakan pelepasannya karena jepitan dan gesekan sang mawar ranum, ia tergeletak di atas tubuh Melzy, lemas dan sangat menjijikkan berkeringat sangat banyak. Melzy sampai mau muntah dan menutup segera hidungnya.
"Aku mau mandi, Tuan! Tidak lucu jika putra anda melihat kita dalam keadaan begini," sahut Melzy ingin cepat-cepat membersihkan diri.
"Tunggu sebentar, Sayang. Biarkan aku beristirahat sejenak di atas empuknya bagian-bagian tubuhmu yang sangat sintal ini.
Melzy terpaksa menunggu sampai tuannya bangkit, lalu ia turut bangkit dengan keadaan yang masih polos dan dua buah yang tergantung bebas itu segera ia tutupi dengan satu tangannya, sementara satu yang lain ia buat menutup kelopak bunga, ia menunduk dan hanya ditemani oleh air mata.
"Untuk apa kau tutup begitu, aku sudah melihat bahkan merasakan semuanya, enak tak ada tandingan. Haha, tinggal besok saja kebersamaan kita, akan aku carikan gaya yang paling dahsyat sebelum kita berpisah. Siap-siaplah, Sayang. Tadi sudah cukup bagus memuaskan, tetapi coba nikmatilah sejak awal."
"Segeralah benahi diri anda, Tuan. Ruangan ini sangat berantakan dan aku harus menatanya lagi, belum membersihkan diri, aku takut tidak punya cukup waktu untuk membenahi semuanya dan putra anda akan marah kepadaku!" celetuk Melzy sambil memasuki kamar mandi.
"Okey, lanjutkan tugasmu, aku akan mandi di luar saja, katakan pada putraku aku akan datang lagi menemui pak Santoso dalam dua puluh menit setelah beliau datang nanti," pesan tuannya sambil memakai baju tanpa mandi dengan hanya mengelap bagian-bagian tubuh dengan tissu saja.