Melzy masih menangis, tetapi dia harus segera mandi juga segera membereskan ruang yang berantakan di beberapa bagian, ia tak bisa mandi dengan lama, walaupun ia ingin berlama-lama. Melzy segera memakai bajunya tadi, merapikan dan terpaksa hanya memakai lipstik saja karena memang hanya benda itu yang ia bawa. Ia tidak membawa bedak atau alat kosmetik lainnya. Ia pikir hanya perlu bawa gincu karena akan makan siang nanti agar tetap terlihat segar.
Ia memerhatikan pipinya yang membekas tanda semu merah, tamparan dari tuannya, mata yang masih sembab sepertinya tak mampu membohongi bahwa dia habis terluka hati. Ia berusaha menyusun senyuman agar terlihat cerah dan ceria, namun sia-sia, mata itu masih ingin menangis karena menumpahkan segala rasa yang belum terselesaikan. Semakin dia berkaca semakin dia terisak. Akhirnya dia memutuskan untuk segera memunguti kertas dan buku yang berserakan sisa dari aktivitas panas tadi.
Dia bersihkan meja lalu menatanya, membuka laptop Argan lalu menghidupkan, tetapi sayang, muncul tampilan yang membutuhkan pasword dan Melzy tidak tahu. Tepat seperti dugaannya, tak berapa lama, pintu ruangan itu terdengar suara ketukan, Melzy berusaha se normal mungkin, walaupun cara berjalan dia terlalu kaku karena menahan sakit yang ditinggalkan oleh Sena, dia membuka pintu namun langsung memalingkan muka berusaha menyembunyikan ekspresinya.
"Hai, mana Papaku?" ucapan pertama dari Argan.
"Beliau masih keluar sebentar, tadi pesannya sekitar dua puluh menit akan kembali lagi." Melzy berusaha menyembunyikan mukanya dengan aksi beberes peralatan kantor.
"Melzy, ada yang aneh dengan gelagatmu. Tadi pagi kamu sangat semringah. Kamu baik-baik saja?" tanya Argan.
"Iya, aku baik, memangnya kenapa aku?" balas Melzy.
"Suara kamu tiba-tiba parau? Apa yang terjadi?" Argan mendekat kepadanya, hal itu membuatnya semakin bimbang.
"Ya, sempat tersedak saat minum baru saja, Mas. Jangan khawatir, semuanya baik-baik saja." Melzy berusaha menarik nafas agar tetap bisa tenang.
"Kancing baju kamu lepas satu yang bagian atas? Em, itu kurang pantas, apa kau punya pengait atau sejenisnya?" Perhatian sekali Argan sampai se begitunya, sedangkan Melzy malah tidak menyadari.
"Ah maaf, tadi saat hendak berdiri setelah posisi duduk, bajuku tersangkut pintu almari ini, jadi seperti ini." Melzy lupa bahwa dia sedang menyembunyikan wajahnya, dia mencoba menerangkan sebuah kronologi kejanggalan, tetapi wajahnya dilihat oleh Argan.
"Hei, matamu juga sembab, kenapa juga pipimu semu merah begitu? Semua terlihat aneh, Melzy." Rasanya semua terpampang nyata, tidak mungkin memberikan puluhan alasan lagi untuk membohongi Argan bahwa dia sedang tidak baik-baik saja. Argam sudah tahu bahwa Melzy menyembunyikan sesuatu kepadanya.
" ...." Melzy tak bisa berkata apa-apa, sehingga dia memilih diam.
"Ada yang jahat dan usil kepadamu? Kenapa pipimu?"
"Tadi terbentur meja kerja," singkat Melzy.
"Laptopku siapa yang mematikan?" cercanya banyak sekali pertanyaan yang membuat Melzy kebingungan.
"Papa kamu," singkat Melzy.
"Kamu tidak sedang baik-baik saja, katakanlah." Argan semakin serius menatap wajah Melzy.
"Hei, kamu menangis, apa menjawab pertanyaanku terlalu berat? Apa aku menyakitimu? Apa kau tak suka berada di sini?" Argan jadi serba bingung pula melihat sikap Melzy yang terkesan aneh.
"Aku tidak sedang baik-bak saja, kepalaku pusing dan aku Ingin kembali ke rumah saja, Mas Tolong ijinkan aku pulang," pinta Melzy tak kuasa mengalirkan buliran halus di pipi.
"Kalau tidak enak badan, aku akan antar pulang, tetapi kenapa haru menangis? Kamu tidak perlu ketakutan menyampaikan ini kepadaku," suara Argan begitu lembut mengalunkan kata.
Melzy, entahlah semakin menangis bahkan mengangkat dua tangan untuk menutup wajah. Argan tak sampai hati menyaksikan perempuan yang banyak berbuat baik kepada keluarganya ini menangis begini, pasti ada yang dirasakan entah kelukaan atau sakit yang sulit dijelaskan. Argan meraih bahu Melzy dan berusaha menenangkannya dengan kata-kata yang baik.
"Ayo, kita pulang. Aku akan antar kamu ke rumah sekarang, tetapi tolong berikan satu saja alasan kenapa kamu tiba-tiba saja seperti ini? Pasti ada sebabnya, padahal sejak se malam, aku lihat kamu baik-baik saja, bahkan saat menelepon kekasihmu, kamu masih terlihat bahagia." Argan sangat telaten menenangkan Melzy yang terus menangis.
"Melzy, tunggu dulu, atau jangan-jangan terjadi sesuatu dengan kekasihmu itu? Ataukah mungkin terjadi pada hubunganmu dengannya yang memang LDR itu rawan. Apa dia menyakitimu?" Melzy mulai menurunkan kedua tangannya, sehingga tampaklah keseluruhan wajahnya.
Dia tadinya kacau hendak menjawab apa, kini malah mendapat ide dari Argan. Kenapa tidak ia pakai alasan itu saja? Bukankah lebih wajar seorang gadis menangis dan hancur hati bila putus cinta, apalagi diputus lewat online? Melzy mulai merangkai kata dan terpaksa berbohong demi kebaikan.
"Katakan saja, apa ada hubungannya dengan kekasihmu yang di Taiwan?" tebak Argan dan Melzy mengangguk saja untuk cari aman, lagipula waktu lewat selama dua puluh menit tidak banyak, jadi Melzy juga tidak ingin bertemu dengan Sena lagi, dia harus menyusun alasan yang pas segera agar bisa pulang, daripada harus bertemu orang itu lagi, waktu cepat berlalu.
"Dia, aku dengar suara wanita dari ponselnya," sahut Melzy sambil menangis lagi, padahal bukan itu.
"Jangan sakiti dirimu, jangan lagi menangis dan semua itu membuatmu sakit, jika dia menyakitimu, artinya dia tidak baik bagimu." Melzy tak menduga, Argan dengan sigap meraih kedua bahu Melzy lalu mendekapnya dengan erat. Melzy terdiam dan nampak berpikir.
"Gadis se cantik dan se sempurna dirimu tidak harus tersakiti, masih banyak yang lebih baik dari lelaki yang bisanya hanya menyakiti wanita," ucap Argan.
Melzy membiarkan hangatnya pelukan Argan kepadanya, sudah lama dia tidak merasakan pelukan yang hangat dari lelaki yang tulus karena yang ia dapat adalah pelukan lelaki yang haus akan tubuhnya saja. Berbeda dengan Argan, membuat Melzy mengingat pelukan Rebdra yang di sana. Sama hangatnya, perkataan yang menyejukkan hati, penyayang dan sangat menghargai perempuan. Sama halnya dengan Argan yang begitu mencintai Mamanya.
"Ijinkan aku pulang, Mas, maafkan aku tak bisa membantumu lebih dari ini, aku ingin tidur dan istirahat di rumah." Melzy meminta.
"Baiklah, akan aku antarkan, lagian di rumah juga enak, sepertinya Papa segera bertemu tamunya ini, juga akan menghabiskan waktu di rumah karena sudah janji akan menemani Mama." Ungkapan Argan ini membuat mata Melzy melotot.
"APA?!" kaget dan syok dia.
"Ayo, kalau begitu segera pulang." Argan sudah mengambil tasnya.
"Aku tidak akan enak jika di rumah ada Papa kamu dan Mama, harusnya keduanya itu butuh waktu berdua, malah ada aku? Aku tidak setuju. Sebaiknya aku ijin tiduran saja di sini, mungkin beberapa saat lagi kondisiku lebih enakan, Mas." Melzy mengelak karena ingin menghindari bahaya yang lebih besar jika dia berada di rumah Argan.