Argan juga sedikit ada rasa bersalah karena dengan mudah menyatakan perasaannya yang sepertinya terkesan tidak masuk akal.
"Maaf bila terlalu terburu-buru, aku tidak meminta kamu membalas perasaanku jika memang tidak ada rasa kepadaku. Aku hanya mau kamu tahu bahwa aku sayang kamu dan tak ingin jauh dari kamu. Setiap detik bersamamu adalah kebahagiaan yang aku rasakan," akunya Clair kemudian.
"Maafkan aku jika aku hanya bisa mengatakan entahlah, terima kasih banyak atas semua perhatian dan kebaikanmu. Sekarang ayo kita kembali, Mas." Melzy memutus topik yang sudah sangat serius Argan ciptakan.
Pria itu akhirnya melepas pelukan untuk Melzy, lalu mengusap-usap matanya, entah mungkin ada buliran kecil yang menuntut tumpah, namun buru-buru ia hilangkan karena malu sebagai lelaki. Dia mengangguk dan melangkah mundur dari Melzy agar perempuan itu bisa masuk ke mobilnya.
Jangan ditanya soal perasaan Melzy. Berkecamuk, remuk redam dan serasa ingin berteriak sekencangnya. Bagaimana bisa ini terjadi? Dia adalah wanita hina, simpanan Papa Argan, bahkan istilah patutnya adalah budak nafsu sang Papa, hari ini malah putranya menyatakan cinta. Rasa ingin menyemburkan air mata sudah kian Melzy tahan dengan berat.
Nyatanya di dalam mobil air mata itu bercucuran. Bukan karena apa, tetapi karena ia tidak akan pernah mungkin bisa mendapat cinta dari lelaki mana pun. Bagaimana bisa jika tahu kenyataan yang sebenarnya siapa dirinya yang sangat hina-dina ini, apalagi sudah menjadi tukang selingkuhan si Papa dari Mamanya. Mungkin kalau tidak dibunuh dan dicincang habis oleh Argan, walaupun lelaki itu baik. Sebaik apa pun jika ditusuk dari belakang seperti ini, seorang suci pun bakalan muntab.
Rasanya tidak mungkin ada lelaki lain yang bisa ia gapai, walaupun rasa suka itu ada. Mumpung belum besar, harus segera dibunuh perasaan ini. Melzy tidak bisa menerima Argan. Argan begitu sempurna dan tidak mungkin tiba-tiba menjadi seorang kekasih berdampingan dengannya yang buruk.
"Hei, ada apa? Kamu menangis lagi? Apa kamu teringat kekasihmu yang jauh itu atau kamu merasa terbebani dengan ungkapan dariku?" tanya Argan dan Melzy cepat-cepat menggeleng.
"Lalu kenapa? Maaf, ya, bila membuatmu tak nyaman. Aku hanya merasa sesak sendiri bila hanya memendam dalam hatiku. Aku ingin kamu juga tahu, aku ingin kamu suatu hari memberi jawaban untukku, walau tidak untuk saat ini. Aku akan menunggu." Argan terdengar begitu tulus.
"Tidak, kau tidak boleh menunggu. Kau juga harus tahu kenyataannya, aku sudah memiliki kekasih yang kedua kita bagai langit dan bumi. Kita takkan mungkin bersatu. Aku siapa? Aku rendahan, aku hanya orang kampung." Melzy setidaknya mengutarakan alasan.
"Tidak, kau tidak boleh berkata demikian, justru kebaikan dan kesantunan yang kau miliki lebih baik dari wanita kaya berpendidikan tinggi sekali pun. Aku sudah sering dekat dan mengenal banyak wanita dengan kalangan yang kaya dan berpendidikan, nyatanya justru perangai mereka tidak mampu setinggi pendidikan mereka." Argan mengemudi sambil berulang kali melihat ke arah Melzy yang masih sibuk mengelap air matanya dengan tisu yang ada.
"Melzy, justru hal yang berbeda aku temukan saat pertama melihat kamu, lalu beberapa hari bersamamu, hingga kita bisa dekat karena memang se rumah. Kamu wanita yang terpelajar, berbudi pekerti yang santun dan luhur. Siapa pun lelaki akan bangga bisa memilikimu, karena sosok kesempurnaan seorang wanita ada pada dirimu. Sosok seorang ibu juga sangat layak disematkan kepadamu, bukan wanita di luar pada umumnya yang hanya memuja harta dan kesombongan yang mereka bawa," nasehat Argan.
***
Seorang pemuda yang sedang mengharapkan dikabulkan keinginannya tengah duduk sedangkan seorang lelaki paruh baya berdiri membelakanginya, sehingga hanya menatap punggung yang sangat bidang.
"Kumohon, Pa. Bujuklah dia agar tinggal lebih lama," jujur Argan.
"Kenapa memangnya? Dia sudah habis waktu liburnya. Dia harus kembali ke kotanya."
"Apa karena ikatan kerja? Bukankah Papa bisa menawarinya untuk bekerja di sini? Sehari dia membantu pekerjaanku dan aku sudah cocok dengan cara kerja dan sikap dia yang loyal, Papa bisa berikan gaji yang tinggi daripada bos dia di kotanya, bukan?" terang Argan.
"Dia sangat mencintai pekerjaannya. Dia tak akan mau berlama-lama, apalagi sampai harus kerja di sini?" balas sang Papa.
"Kalau begitu, aku ingin mengajukan cuti kerja, aku ingin berkunjung ke kotanya, biarkan aku mengantarnya saja." Argan masih terus meminta.
"Apa?!" Sena_sang papa seketika menoleh ke arah putranya.
"Iya, bukankah Papa sudah sering ke kota itu? Bahkan ke berbagai Negara yang aku sama sekali sebagai putra Papa, generasi penerus Papa, belum pernah di ajak ke banyak Negara? Salah satunya kota Melzy berasal. Hanya sedikit Negara saja yang aku tahu. Aku sudah dewasa, nunggu aku se tua apa baru Papa mengajakku ke semua Negara dan kota yang Papa kunjungi?" Argan menuntut sesuatu kepada ayahnya.
"Kenapa dengan daerahnya Melzy? Lombok, Bali, Hongkong. Kamu juga menyukai liburan di sana. Kamu bisa ke sana berlibur kapan pun kamu mau."
"Tidak, aku hanya minta ke daerah dia, biar aku yang mengantar dia sampai alamat rumah Melzy, Pa. Aku ingin mengenal family dia, walau tak ada orang tua, aku juga ingin tahu lingkungannya seperti apa. Bahkan keluarga mantan kekasihnya yang masih ia cintai," sebut Argan tak berjeda.
Dua lelaki itu masih berada di kantor, mereka janjian. Sementara Melzy tadi sudah diantarkan pulang oleh Argan setelah makan siang, dia meminta Melzy untuk beristirahat, padahal ada niat yang ingin Argan kerjakan, yakni merayu sang Papa untuk meminta perempuan itu tinggal lebih lama di rumah itu. Melzy tak tahu soal itu. Bahkan Sena Hadikusuma begitu terkejut sebenarnya mengetahui putranya meminta Melzy agar tetap di rumahnya, orang itu jelas tidak menyangka bila anaknya sendiri malah menginginkan Melzy untuk tetap tinggal di rumahnya, namun berusaha nampak tenang agar tidak timbul kecurigaan.
"Kalau tidak begitu, Papa bilang saja mau jadikan dia anak angkat agar bisa di sini terus. Bahkan kita membutuhkan dia, Mama apalagi, dia sangat telaten merawat Mama. Memasak dan beberes rumah. Kita tidak butuh pekerja rumah tangga bila ada dia, Pa. Dia gadis sempurna yang banyak kelebihan yang tidak dimiliki banyak gadis cantik yang modern lainnya." Argan masih terus menjurus dan terkesan memaksa, sang Papa mulai menebak.
"Sampai seperti ini kau meminta untuk posisi dia? Apakah Papa boleh tahu alasan kuat lainnya yang mendasari keinginanmu yang menggebu-gebu ini, Argan?" Sena mendekati putranya.
"Karena alasan yang sudah aku sebutkan tadi, Pa."
"Kenapa tak kau saja yang bilang sendiri dan memohon kepadanya? Mungkin dia mau mendengarkanmu?" balas Papa.
"Justru karena itulah aku memohon kepada Papa, aku meminta bantuan Papa, karena aku sudah memintanya tadi siang, tetapi dia tetap pada pendiriannya," jelas Argan.
"Ooh, jadi putra Papa ini sudah mencoba dan ternyata gagal? Lalu kenapa Papa yang harus kamu minta? Memangnya dia bisa patuh pada Papa malahan?"