"Aku akan meminta perpanjangan waktu kepada bos kamu. Aku tinggal transfer, beres. Kamu tidak bisa menolak, masalahnya putraku menginginkan kamu, bukan wanita lain. Aku sendiri tidak menyangka dia bakal ada hati sama kamu. Aku pikir aku taruh kamu di rumah agar aku bisa kapan saja meminta jatah padamu tanpa harus repot ke luar dulu, apalagi istriku sedang tak bisa apa-apa, peluang berduaan sangatlah banyak," terang tuannya.
"Apa pun alasannya, Tuan. Maaf, saya tidak bisa! Saya tidak mau dan saya harus segera pergi. Anda bisa memilih wanita lain yang ada di tempat kami, wanita macam apa pun bisa anda dapatkan dan perlakukan sesuai yang anda inginkan. Asal dia bukan aku!" Melzy tetap kuat hati.
"Okey, baiklah. Aku sudah bicara banyak denganmu. Tawaran beberapa yang menguntungkan dan menyenangkan sudah aku utarakan, jadi ya, sudahlah. Aku juga bukan lelaki yang pantang mengemis hanya untuk wanita rendahan macam kamu. Aku serahkan semuanya kepada putraku, terserah dia mau bicara apa sama kamu, yang jelas kontrakmu masih satu hari untukku dan aku mau yang lebih hot dari yang sebelumnya. Persiapkan dirimu. Aku akan datang sesukaku menuntutmu. Pergilah sekarang! Aku akan tetap di sini." Tuannya itu mulai jenuh sejak awal berdebat dengan Melzy.
Melzy melengos kesal sambil bersidekap, dia berjalan pergi tanpa pamit, tetapi Sena mengikuti dia dan tetap menemani dia pulang. Sena berlari-lari kecil langsung mengiringi langkah Melzy, menarik lengannya untuk diajak dan dibawa masuk ke mobilnya dengan paksa.
"Jangan melawan, aku hanya melakukan tugasku, mengantarkanmu pulang ke rumah. Tenang saja, kamu akan selamat sampai tujuan!" ucap si Sena.
Melzy yang hanya seorang perempuan lemah sedang ditenteng oleh lelaki seperti Sena, tentu kalah tenaga, dia masuk dan diam saja di dalam mobil sambil dadanya begitu sesak. Dia sangat jijik kepada manusia yang bagai binatang. Bagaimana manusia seperti itu bisa hidup?
Apakah seumur hidup tidak dihantui rasa bersalah? Apa iya, tuannya itu sampai demi nafsu belaka sampai rela mengorbankan anaknya yang se baik itu? Bahkan memerintahkan untuk main dengan anak dan dirinya juga secara dalam satu hubungan?
"Ish! Apa gak takut mati lelaki tua itu? Atau penyakitan begitu? Gak sadar umur, kesenangan semata saja dikejar!" celetuk Melzy walau pelan.
Sesaat kemudian,
Rupanya Argan berdiri di depan pintu rumah dan bersandar di dinding. Dia menatap mobil yang memasuki halamannya. Melzy memang sudah menangkap sosok itu. Dalam hati perempuan itu sudah tak enak hati, apa kiranya yang membuat lelaki itu berdiri di sana. Apakah sengaja iseng atau memang menunggu dirinya. Melzy menggeleng menepis semua tanya yang bertebaran di sana.
Melzy keluar dari mobil lalu mobil tersebut mundur dan melesat pergi meninggalkan rumah mewah Argan.
"Hai, Melzy. Kamu dari mana?" Argan bersidekap penuh selidik.
"Kamu sejak tadi di sini, Mas? Ada apa? Ehm, tadi Papa kamu membicarakan sesuatu dan sekarang buru-buru ada kerjaan, beliau ada perlu dan ingin bicara sama aku tadi," sahut Melzy sejujurnya.
"Ooh, jadi Papa sudah bicara sama kamu? Kenapa gak bilang aku, ya? Lalu?" Argan bercakap lagi.
"Jawab dulu pertanyaan aku, Mas," sela Melzy.
"Iya, aku dari tadi. Ya, tidak ada apa-apa, hanya menunggu kamu saja. Kenapa memang?" Argan kembali bertanya.
"Oh, iya? Menungguku, cuma kenapa nunggu di sini, masuk saja! Ngapain berdiri di sini terus? Mama bagaimana?" Keduanya akhirnya masuk.
"Sehat, Mama sedang tidur sih, Papa bilang, gak, pulang jam berapa nanti?" tanya Argan.
"Kurang tahu, Mas. Tadi selesai bicara, aku disuruh pulang duluan, papa kamu lanjut kerja."
"Boleh tahu Papa bicara apa?" Argan seakan berbunga karena sudah mengira pasti Papanya itu menyampaikan apa yang dipesan oleh Argan.
"Ehm, ya, Papanya Mas bilang aku agar tinggal lebih lama di sini, bahkan beliau menawarkan untuk jadi orang tua angkat, tetapi maaf, aku tidak bisa, Mas. Melzy masuk dulu, ya? Mau mandi sebab gerah." Melzy memutus obrolan yang sebenarnya sangat Argan tunggu-tunggu.
"Ehm, baiklah. Nanti kita lanjut lagi, ya, kalau gitu." Rupanya Melzy tidak menggubrisnya. Rasa hati Melzy tak karuan karena ia memang ingin menghindar dan tidak akan memberi kesempatan pria itu untuk mengatakan sesuatu, sebab Melzy merasa kasihan terhadapnya yang salah memasukkan hati dan cinta kepada dirinya.
Argan nampak diam dan tak habis pikir, kenapa gadis yang biasanya ramah-tamah dan berwajah ceria itu hari ini lebih dingin? Ia mencoba mengingat-ingat, apakah dia melakukan kesalahan atau ada perkataan yang menyinggung perasaan Melzy?
"Rasanya aku tidak merasa menyinggung perasaannya, hanya sedikit membagikan rasa hatiku untuknya, kenapa dia sampai se tersinggung itu kepadaku? Sikapnya dingin sekali saat ini. Aku tak menyangka kalau dia sampai tersinggung gara-gara kata aku menyayanginya dan memohon untuk tetap di sini?" batin Argan.
Argan lalu ke kamar Mamanya, yang bisa dia lakukan adalah menemani Mamanya yang selalu sendirian dan jarang mendapatkan perhatian dari sang Papa. Rasanya ia perlu mencurhatkan perasaannya kepada Mamanya, siapa tahu lega dan Mamanya akan mensupport atau mendoakan dalam hati mungkin?
Sekalian Clair ingin memberitahukan kepada sang Mama, bahwa Papanya akan menemani Mamanya semalaman, mengingat sejak sakit hanya mau menjaga saat di rumah sakit, lalu saat di rumah seingat Argan tidak pernah merawat istrinya, seperti Argan.
Argan sedikit protes juga, bahkan sejak sakit si Papa beralasan sedang sangat sibuk dan ada banyak tender besar di luar kota, luar Negeri dan acara padat lainnya, sampai tak sempat menemani Mamanya di kamar itu. Sang Papa sama sekali belum pernah se kamar dengan sang Mama di kala sakit begini, tak jarang malah Argan dan Esya yang menemani beramai-ramai tidur di kamar Mamanya sambil bersenda gurau agar tercipta suasana ramai dan penuh warna. Kebersamaan yang hanya mereka ciptakan bertiga.
Argan mengetuk pintu dan mengucapkan salam, walaupun dia tahu tidak akan ada jawaban atau respon dari sang Mama, adab dan kesopanan selalu ia pakai walau masuk ke kamar mamanya sendiri.
"Selamat sore menjelang petang, Ma. Hai Mama apa kabar? Mama makin sehat dan segar, deh." Argan masuk dan mendapati Mamanya itu berbaring di kasurnya.
Argan seketika memeluk sang Mama dengan posisi turut berbaring, lalu mencium pipi kanan dan kiri sang Mama yang memang masih sangat terawat sebab selalu diperhatikan oleh perawat khusus. Lalu dia menatap Mamanya dalam-dalam hendak mencurhatkan sebak di dadanya.
Rasa hati Clair merasa tak puas dan masih mengganjal karena melihat ekspresi Melzy yang dingin tadi serta sang Papa yang belum mengabari hasil pertemuan dengan Melzy.