Ia membeli jam tangan atas referensi google yang ia cari tahu sendiri tadi menyempatkan diri dan memesannya secara online di tokonya agar diantarkan ke rumah mewah ini. Melzy secara terang-terangan ingin membeli jam untuk hadiah ultah tuan mudanya, tentu sesuai dompet Melzy, bahkan ia tak tahu pemuda itu bakal suka atau tidak.
Dia sempat berpikir untuk beli kemeja sekaligus untuk Argan dan Melzy juga membelinya secara online. Ia pikir tak masalah memberikan hadiah yang lebih kepada orang sebaik Argan, sekalian dari toko tadi dibingkis bentuk kado yang bagus dengan kertas corak pilihan Melzy.
Kini kotak kado itu erat dalam genggaman Melzy, ia segera turun ke dapur untuk membuat dua cangkir kopi, ya, dia juga rasanya ingin menyeruput kopi, untuk menghilangkan penat dan pusing di kepala dengan kopi yang sedikit lebih pahit. Setidaknya mata bisa melek dan kepala jadi makin enak.
Melzy berjalan ke dapur hendak membuat kopi, tepat pukul sebelas malam, akhirnya Melzy keluar kamar, sunyi, sepi dan tak nampak ada tanda-tanda pergerakan, apakah Argan sudah menunggu di ruang tengah atas? Melzy menghidupkan kompor lalu siap menyeduh kopi.
"Melzy, aku sedari tadi menunggumu, akhirnya kamu keluar juga." Suara rendah itu mengagetkan Melzy.
"Aku pikir kamu sudah di atas, Mas, bagaimana keadaan Mama kamu?" tanya melzy dan tidak membutuhkan waktu lama, Kopi dua cangkir itu sudah mengepul asap panas dan telah siap.
"Aku berulang kali cek kamar Mama, terkunci rapat dan aku pastikan Papa sudah menemaninya di dalam. Tidak, aku belum naik, karena itu aku menunggu kamu, kota ke atas barengan, ya? Boleh aku bawakan satu kopinya?" tawar Argan.
"Silahkan, Mas," balas Melzy.
Melzy naik tangga tengah lebih dulu, lalu diikuti Argan yang tak henti-hentinya memandangi diri Melzy dengan segala kekagumannya, detakan jantungnya berasa makin kencang. Dia tidak pernah menghabiskan waktu malam bersama seorang gadis di rumahnya seperti ini, kalau keluar ke rumah gadisnya, sih, pernah, tetapi di rumah sendiri baru kali ini.
Galaksi di angkasa dan temaram telah terbentang. Kemilau cahaya perbintangan melambai-lambai ke setiap insan, manik mata Melzy fokus menatap keindahan lukisan sang atap di atas awan_langit yang membentang indah. Halusnya sapuan sinaran sang rembulan di inchi demi inchi kulit lapisan terluar menghangat.
Hembusan syahdu angin malam turut mewarnai dan menyaksikan kedua insan hendak saling meraba hati masing-masing dengan apa yang dirasa. Apakah yang ada dalam pikiran Melzy? Ayah dan Ibunya yang di kampung malah hadir dalam bayangannya saat inj, rindu dan ingin sekali menemui.
"Ayah, Ibu, aku sedang memandang langit, di mana langit itu pasti langit yang sama dengan yang engkau pandang juga. Sampaikan salam sayangku kepada kedua orang tuaku, wahai hembusan malam." Tak disangka Argan memerhatikan dia tak beralih sedetik pun. Hingga Argan menyadari lamunan Melzy ke atas langit semakin jauh.
"Indah, ya? Kadang yang indah baru kita sadari saat fokus dan berdiam sejenak untuk melihat dan mengkaji, rasanya setiap hari langit sangatlah indah, hanya saja baru kali ini kita berdiri di sini dan baru mengagumi itu semua, benar, 'kan?" ucap Argan memecah keheningan, mereka berdua sampai lupa untuk duduk. Melzy lalu tersenyum dan menundukkan kepala. Dia sembari merogoh saku dress yang panjangnya di bawah lutut dan berlengan sopan, rambutnya ia ikat tinggi, sehingga simpel dan rapi.
sedikit helai yang menari bebas terhembus angin, dia begitu cantik alami bagi pemuda yang tampan ini_Argan, memang Reggy sengaja tampil natural sekali, dia sudah membasuh muka dan tanpa make up sama sekali karena sudah mencuci muka, tadi. Salah satu alasannya agar dia terlihat biasa dan berwajah pucat tanpa polesan, niatnya tidak menimbulkan kekaguman dalam hati Arga yang sudah terlanjur kagum kepadanya, mengingat pemuda itu sudah mengatakan isi hati kepada dirinya tempo hari.
"Kenapa kita jadi kaku begini? Ayo duduk, Melzy, tidak usah canggung kepadaku. Kalau memang kamu tidak bisa membalas perasaanku tidak masalah, kita bisa jadi teman dan jadi saudara, 'kan?" Argan duduk terlebih dahulu.
Melzy menyodorkan sebuah kantung kecil, "Ini, Mas. Permintaanmu yang tadi."
"Maafkan aku, ya? Sebenarnya aku tidak ada maksud apa-apa atau menyinggungmu, tetapi aku tidak rela Papa memberi hadiah pada perempuan lain, walau itu hadiah ucapan terima kasih, aku mau berikan ini kepada Mama, ya?" bisik Argan lirih karena tak enak.
"Ooh, santai, Mas. Aku tak masalah, kala itu aku juga sudah menolak, tetapi tuan memaksa saja membelikan, aku tak enak dipaksa menerima pemberian beliau dan aku merasa terpaksa untuk memakainya. Aku yang minta maaf, harusnya aku tidak perlu memakainya, harusnya aku berikan ke Nyonya langsung atau Mas Argan, tanpa perlu kamu minta, Maz?" jelas Melzy dalam hatinya memang sudah tak enak.
"Tidak, bukan salahmu, kok. Hei, lihat kamu sangat cocok memakai anting pemberianku," celetuk Argan yang baru menyadari Melzy telah mengganti antingnya. Argan yang baru saja duduk hendak menyeruput kopi, dia urungkan karena fokus pada anting wanita cantik itu.
Seketika dia berdiri menghampiri Melzy yang memang se dari tadi berdiri, belum sama sekali duduk. Wajah Argan begitu berseri-seri menatap perempuan itu telah memakai semua pemberiannya, kulit putih yang sangat serasi dengan perhiasan mahal pilihannya. Ia begitu senang, pemberiannya langsung dipakai sebagai penghargaan untuknya, padahal jelas-jelas dirinya telah ditolak cintanya mentah-mentah oleh Melzy.
Melzy menatap dalam-dalam pemuda yang masih mengembangkan senyuman kepadanya.
"Mas, satu lagi aku meminta maaf, aku baru memberimu kado, tadi aku sempatkan beli, mungkin tidak se mewah pemberianmu, bahkan hanya barang biasa, tapi aku senang bila kamu menerimanya ...." Melzy gerogi salah ucap dan dia langsung tersadar.
"Maksudku, bila Mas Argan mau menerimanya." Melzy memajukan kakinya selangkah mendekat kepada Argan dan memberikan kotak hadiah itu.
"Astaga, aku sangat senang kamu sampai memikirkan ini, sungguh kau membuat aku terharu." Melzy tersipu malu karena Argan begitu menyenangkan hati menerima pemberiannya.
"Melzy, ketahuilah walau wajahmu natural dan tanpa polesan begini, malah terlihat semakin cantik. Anting ini sungguh beruntung nasibnya bertengger di telinga kamu." Argan mengulur tangannya dan menyentuh anting yang sudah dipakai Melzy itu, jarinya tersentuh bagian kulit pipi dan telinga Melzy.
Melzy menatap termangu karena jarak keduanya semakin dekat saja. Melzy menatap lengan Argan semakin mengarah ke atas seakan hendak mengelus kepalanya, detak jantung yang semakin keras datang tak diundang.
"Begini lebih cantik." Ternyata Argan menarik jepit rambut Melzy, sehingga tergerai lembutlah rambut lurus itu.
"Biarkan terurai, rambutmu lebih indah, terima kasih, ya? Kadonya sangat aku suka." Argan mulai membukanya lalu bergegas memakai arloji hadiah dari Melzy tadi.