"Aku tidak suka pembahasan ini, apa perlu aku kirim pesan ke tuan Argan untuk menjemputku? Aku sudah muak." Melzy tak segan mundur beberapa langkah.
"Jangan terburu-buru ingin bertemu putraku, nanti aku beri waktu, kok, tenang saja. Hahaha! Aku sudah pesankan menu makanan istimewa, makanlah agar reda emosimu, Sayang. Percayalah niatku baik hari ini. Duduklah, kita makan bersama dan bicara baik-baik," rayu tuannya.
"Dari tadi aku sudah berusaha baik, Tuan, Tuan lah yang memancing kemarahan saya, sebaiknya jangan buang banyak waktu!" perintah Melzy.
"Hei, Nyonya besar, yang Tuan ini aku atau kamu? Main perintah saja. Aku biasanya memerintah bukan diperintah, sekarang duduklah, dengarkan dan tenang, ada proyek bagus dan bisa menguntungkan ketiga belah pihak, bahkan tugas dan pekerjaannya sangat menyenangkan." lanjut Sena itu.
"Aku tidak ingin proyek segala, Tuan. Aku hanya ingin segera kembali ke kotaku." Melzy merengek pelan.
"Dengar dulu, jawab jujur pertanyaanku. Kamu suka dengan anakku? Kamu tertarik dengan putraku yang tampan, Argan, 'kan? Katakan saja, aku tidak masalah. Aku tidak akan mengeluarkan ekspresi apa pun, tenang saja. Kita hanya bicara dari hati ke hati." Melzy mencibir kecut karena tak suka dengan pembahasan ini.
"Apa maksud anda?" soal dari Melzy.
"Maksudku, kamu suka dengan putraku yang tampan itu, 'kan? Kalau dia sudah mengutarakan kepadaku bahwa dia inginkan aku membujukmu lebih lama tinggal di sini. Dia merasa nyaman dekat denganmu. Anakku sepertinya sudah jatuh hati kepadamu, Wanitaku. Nah, sekarang kamu bagaimana?"
"Aku tidak bisa, Tuan. Sudah cukup waktu yang aku lalui di sini. Aku harus segera kembali." Bagi Melzy tidak ada tempat yang membuatnya nyaman, tidak di Jakarta sekali pun, hanya saja berada jauh di kota ini, tidak membuat dia lebih baik atau lebih damai, malah setiap saat dilanda ketakutan. Karena itu Melzy menginginkan kembali ke Jakarta saja. Minimal bukan di kota orang lain. Setidaknya masih bisa bernapas walau tak lega.
"Dengarkan dulu aturan mainnya, Sayang. Kamu jangan keburu nafsu menolak saja. Keburu nafsu yang lain, hayok saja aku, sih. Haha! Maksudku, Argan kurasa menyukaimu, jadi aku ingin tahu apakah kamu juga menyukai putraku? Jika iya, bagus sekali itu. Dia baru saja putus cinta, jadi tepat sekali jika kamu masuk ke dalam kehidupan dan hatinya. Aku akan merestui kalian. Bahkan Argan meminta aku untuk menjadi orang tua angkatmu. Itu sungguh bagus sekali. Aku sangat setuju." Bak seorang profesor, Sena menerangkan dengan gerakan kedua tangannya.
"Itu tidak akan mungkin, Tuan. Siapa aku dan siapa tuan muda. Itu tidak akan terjadi," celetuk Melzy.
"Satu saja kuncinya, kamu sudah sempurna di mata dia, maka pertahankan untuk menjadi yang sempurna kepada dia, jadilah istri yang baik di hadapannya, aku malah sangat antusias, kalian menikahlah! Dengan begitu babak baru yang terindah akan dimulai," ucap pria itu dengan sangat bersemangat. Melzy hanya menerka arah pembicaraan lawan bicaranya.
"Sayang, ketahuilah, aku juga senang bisa kapan pun bertemu dan mendatangimu tanpa sepengetahuan putraku, jadi, di saat dia butuh, layani dia sebaik-baiknya sebagai suami. Di sisi lain aku juga akan datang memuaskan dan membahagiakanmu. Bagus, 'kan tugasnya." Pikiran picik yang menjijikkan membuat Melzy naik darah.
Sorot mata Melzy tidak hanya membulat besar, tetapi sudah tampak urat-uratnya di sana memerah.
"BRAKH!" perempuan ini menggebrak meja sambil berdiri hingga sebagian pengunjung menyoroti mejanya.
"Aku mungkin sudah tidak ada harga dan nilainya di mata siapa pun, bahkan recehan! Tapi asal Tuan tahu, Aku punya satu-satunya barang yang berharga! Aku masih punya hati yang tak bisa dijual dan dibeli berapa pun harganya! Aku tidak akan ikut dalam permainan ini! Hidupku sudah lama rusak, silahkan rusak aku sekalian, tapi jangan rusak hidup orang lain, tuan muda Argan sangat baik, Nyonya juga sangat baik, hati anda ternyata tidak se berharga hatiku, itu memalukan, Tuan!" Air mata turut mengiringi.
"Hahaha, jangan munafik! Bukankah main dengan banyak lelaki adalah keahlian dan pastinya kalian juga doyan? Kenapa tiba-tiba saja kamu yang biasa diinjak begitu merasa tinggi dan berharga?! Apa bedanya main denganku dan anakku? Asal kita main rapi, dia gak bakal tahu. Aku sangat mengenal dia!" Tawa tuannya semakin menarik pelatuk kemarahan Melzy.
"Banyak lelaki? Tetapi khusus aku, untuk banyak lelaki, tapi hanya yang busuk. Kami bahkan siap busuk bersama atau mati sekalian aku justru mengharapkan! Bukan bermain dengan lelaki yang santun dan baik. Itu perlu anda garisbawahi. Tuan muda sangat baik, aku tidak mau menyentuhnya! Tuan sudah keterlaluan! Aku selesai dan aku akan pulang naik taksi saja!" Melzy hendak berpaling muka dan ingin meninggalkan tempat yang bikin dia terbakar ini. Nyatanya tangannya dihalau, ditarik dan dia tetap tertahan di situ.
"Aku akan kembali malam ini juga, tidak mau besok, aku juga sudah hubungi pengawalku. Sisa uang anda akan saya kembalikan! Saya tidak tahan berada di kondisi yang demikian. Saya mau pergi saja!" ketus Melzy. Meskipun pengawalnya tidak memberi balasan apa-apa, Melzy mencoba kuat walau harus alasan ompong. Dia sendiri tidak tahu apakah pengawal sekaligus supir sudah berada di kota ini atau tidak? Jadi, bahkan orang itu sudah baca chatnya atau belum yang jelas Melzy akan tetap pergi dari orang ini.
"Jangan terburu-buru, Sayang. Ini, 'kan cuma perencanaan, barangkali saja kau mau, tetapi kalau tidak, ya masih ada plan B. Duduklah dulu, kita kan sedang berdiskusi, bukan bertengkar," komen Sena.
Melzy tak berkutik saat bahunya tetap didorong untuk duduk di tempatnya semula. "Jangan bicara yang tidak-tidak, Tuan. Jika untuk maksud yang tadi, sebaiknya saya sarankan lakukan saja kepada yang lain, pasti mau. Tidak semua wanita sama. Aku tidak tertarik! Tidak akan pernah!" sahut Melzy.
"Oke, baiklah. Jangan marah, Sayang! Kekasihku. Kalau begitu setidaknya turuti dia, tinggallah lebih lama agar putraku sedikit bahagia selepas putus dengan kekasihnya, dia bahkan memintaku dan istri untuk menjadi orang tua angkatmu. Kau masih muda, bisa saja kuliah dan tinggal di sini, untuk urusan administrasi dan sebagainya aku akan diskusikan dengan Bosmu," ajak Sena.
"Sekali lagi tidak, terima kasih, Tuan." Mana mungkin lagi Melzy bisa percaya orang ini. Setelah tawaran busuk dan kurang ajar tadi, kini menawari sebuah kelembutan dan ikatan persaudaraan anak dan orang tua, jelas ada udang dibalik batu nantinya yang entah berkedok orang tua, akan terjalin kedekatan dan entahlah rencana busuk lain apa yang akan dipersiapkan lelaki setengah tua ini. Melzy tetap bersikukuh menolak, walaupun kebusukan itu dibungkus rapi dengan kebaikan.