Chereads / Terjerat Dua Pejantan / Chapter 4 - 19. Menjelang Pemaksaan

Chapter 4 - 19. Menjelang Pemaksaan

Melzy tertunduk lesu dan dia benar-benar kacau, masalahnya hari ini tuannya itu janji akan datang dan pasti akan mencari dirinya. Suasana hati Melzy begitu mendadak resah dan berkecamuk. Bagaimana lagi cara untuk menghindari orang itu.

"Iya, Pa. Melzy bersamaku, di rumah hanya ada Mama dan perawat Liza. Okey, baik Pa." Argan menutup teleponnya tanpa menangkap firasat apa-apa. Melzy yang berdiam sekian detik itu mencoba memberanikan diri untuk bertanya.

"Apakah tuan Sena yang menelepon Mas?" suara Melzy sudah sedikit bergetaran.

"Iyap, dia baru sampai rumah dan dia mencicipi masakanmu yang lezat, Papa bilang. Padahal Papa sudah makan di luar tadi, tetapi melihat menu yang menggoda di meja makan, Papa makan lagi. Lucu, 'kan. Kamu menakjubkan. Semua berubah keadaannya karena kedatangan kamu." Argan memuji lagi. Padahal kini Melzy sangat susah menelan ludahnya sendiri, seakan tenggorokannya itu  banyak ditumbuhi duri.

"Baik, lalu aku di sini sampai sore, jam kantor pulang 'kan?" tanyanya memastikan keselamatan dirinya dari cengkeraman Papanya Argan.

"Tentu saja, Papa sudah mengijinkan itu dari kemarin, kamu bantu-bantu membereskan ruanganku dan beberapa file yang kurang rapi di komputer. Nanti sampai sore, tapi tenang saat, istirahat siang aku akan mengajakmu makan siang di luar, tempat favorit aku, agar kamu tahu banyak menu makanan daerah sini." Argan membuka pintu ruangannya dan mempersilakan Melzy masuk.

Tolong kamu bantu rapikan almari yang berisi banyak folder kerja itu, tolong urutkan dari tahun ke tahun, yang termuda di depan, ya? Yang terlama paling belakang saja, lalu kau bisa rapikan banyak surat lamaran yang bertumpuk itu, aku belum sempat memeriksanya, memang aku sedang mencari sekretaris pengganti yang lama dan aku belum sempat meng-interview mereka juga." Argan duduk di kursi besar, lalu membuka laptop dan menyalakannya. Melzy mengangguk dan meletakkan tasnya lalu lekas mengerjakan membereskan isi almari ruangan Argan.

"Kalau boleh tahu sekretaris anda kenapa keluar?" celetuk Melzy.

"Dia sudah bekerja selama lima tahun, pekerjaanku sedikit banyak sudah sangat bergantung padanya, dia cerdas, cekatan dan sangat rapi orangnya, dia keluar karena menikah dan tidak diijinkan lagi bekerja oleh suaminya yang seorang pengusaha kaya," terang Argan.

"Apa baru saja keluar kerja sehingga kamu belum mendapatkan penggantinya?"

"Sudah cukup lama, tiga bulan dia pergi dan aku sendiri saja menangani pekerjaan ini, alhasil banyak yang tidak ter-handle dan kerapian ruangan cukup berantakan. Aku tidak sempat beres-beres, karena itu aku bersyukur kamu datang, walau hanya dua hari saja, aku rasa akan sangat banyak membantuku," balas Argan dengan fokus tatapan ke layar laptopnya walau menjawab dengan begitu jelas semua pertanyaan Melzy.

"Apa terlalu sulit memilih sekretaris, Mas. Sehingga kamu lebih membiarkan banyak pekerjaan terbengkalai daripada cepat-cepat mencari posisi pengganti dia?" Melzy semakin penasaran.

"Cukup sulit, kejujuran, kedisiplinan dan kecerdasan yang menjadikan pertimbangan untukku tidak mudah digeser."

"Apa dia orang yang spesial bagi kamu? Maksudku lebih dari profesi dia yang sebagai sekretaris kamu, Mas?" Melzy rupanya semakin dibuat penasaran dengan setiap jawaban Argan.

"Uhm, aku pikir kamu pendiam, ternyata kamu cukup asyik, ya? Hehe, hanya saja dalam bekerja sebaiknya kita lebih banyak bergerak jangan perbanyak bicara. Okey? Tapi aku suka, jadi merasa ramai saja." Melzy langsung diam dan dia baru sadar bahwa dari tadi dia sudah banyak bicara daripada banyak bekerja.

***

Keadaan yang tadinya terlihat nyaman dan suasana asyik tetiba saja digemparkan oleh kedatangan orang yang sejak tadi paling ditakuti oleh Melzy, tuan Sena telah tiba di kantor anaknya. Tanpa basa-basi, tanpa pendahuluan langsung membuka pintu dan juga tanpa salam dia sudah terbiasa melakukan hal seperti itu karena merasa tempat ini adalah miliknya. Sedangkan putranya adalah selalu dibawa kendali dan pengawasan tanpa perlu untuk meminta izin dulu apabila ingin datang ke lokasi.

Jadi bukan cuma Melzy yang terkejut tetapi sang putra juga terkejut meskipun ekspresi keduanya sama-sama terkejut tetapi memiliki makna yang berbeda, Melzy terkejut sembari ketakutan dan dipenuhi dengan gejolak yang tak beraturan, sedangkan putranya terkaget karena kedatangan ayahnya tiba-tiba saja ke kantor membuatnya merasa terhormat karena tidak setiap hari sang Papa mengunjungi kantor atau perusahaan ini. Argan tersenyum dan Melzy melongo dengan mata yang melotot, dada juga diiringi nafas yang sesak.

"Hallo, Papa! Kenapa tidak bilang kalau langsung ke kantor? Aku tidak bawakan laptop kerja Papa yang di rumah." Argan lansung memeluk Papanya, namun Melzy sudah mengendus bau niat yang tidak sedap. Sorot mata Sena genit dan tajam seperti menyisir seluruh bagian tubuhnya.

"Bagaimana bisnisnya, Pa?" tanya Argan.

"Sukses, lancar." Jawaban lelaki itu tidak mempengaruhi lawan bicaranya, matanya terus tertuju kepada Melzy.

"Hai, Melzy, bagaimana harimu membantu putraku?" Lelaki itu melepas pelukan putranya lalu berjalan selangkah demi selangkah menuju Melzy, hal itu membuat nafas Melzy semakin tak beraturan karena cukup takut.

"Em, senang, Tuan." Melzy menjawab singkat.

"Kamu cocok sekali dengan baju yang aku pilihkan, aku sudah membayangkan tadi kamu hari pertama memakai baju ini, rupanya sangat cantik." Tanpa rasa malu dia memuji wanita muda lain di depan putranya, apa Sena tidak memahami gelagat Argan_putranya yang mulai menyukai perempuan yang ia bawa dadakan ke rumahnya?

"Ooh, itu Papa yang belikan?" Argan turut menyahuti.

"Tentu, dia kuundang ke rumah kita mana mungkin memakai baju bau dan kampungan, tentu sebagai penghormatan dan rasa terima kasih Papa, membelikan beberapa hadiah bukan menjadi soal, bukan?" ungkap sang Papa.

"Ooh, tentu, tidak masalah, Papa. Hanya saja, harusnya Papa menceritakan itu sejak awal, agar suatu saat ketika Mama sudah sembuh, tidak menjadi hal yang salah paham, Mama juga harus tahu, walau Mama sakit tak berdaya, tapi hati dan telinga, serta perasaan Mama itu masih normal, jadi setiap hari kita harus bercerita kejadian sehari-hari untuk membantu kepulihan Mama, itu pesan dokter," nasehat Argan sungguh benar, Melzy pun setuju.

"Ooh, okey, maafkan Papa karena lupa mengatakan itu kepada Mamamu, nanti Papa akan banyak berkata-kata dengan Mama." Sena menatap Melzy, sedangkan gadis itu masih menundukkan pandangannya dipenuhi perasaan yang berkecamuk.

"Bagus, Papa sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama Mama, pasti Mama rindu tapi tak mampu mengucapkan. Papa harusnya lebih mengerti kondisi Mama, nanti malam Papa di rumah atau agenda luar?" cerca Argan nampak kesal.

"Baik, nanti malam aku akan menemani Mama, aku akan tidur di rumah, Papa sangat sibuk beberapa waktu ini bahkan harus jadwal luar Negeri juga. Lagi musim tender besar, Argan. Pasti ada waktu untuk Mama. Tenang saja," lanjut Sena memberikan jaminan kepercayaan kepada putranya.