"Inap? Untuk apa inap di sana?" jawabku dengan sedikit mengerutkan kening.
Yunki mencoba menenangkan diriku karena ia tau kalau aku sedikit terkejut dan akan sedikit memarahi anaknya. Namun, aku tidak pernah terlalu memarahi anak-anak seperti ibu lainnya. Aku selalu merasa bersalah jika sedikit membentaknya saja, bahkan ketika mengabaikan mereka saja menurutku merasa bersalah.
Jadi, aku tidak mungkin akan memarahi anak-anak dengan cara kasar. Aku dan yunki juga tidak mengajarkan kekerasan pada keenam anak-anak kami, aku dan Yunki selalu mengajarkan anak-anak tenang kekeluargaan dan kelembutan. Oleh sebab itu, anak-anak kami selalu bertingkah manja.
Walaupun anak-anak selalu saja sulit di atur dan bertengkar satu sama lain, tapi mereka tidak berlarut-larut dalam hal itu. Menurutku hal itu wajar pada setiap anak, karena ada masanya mereka bercanda dan serius.
"Pengen inap aja sekalian mendekatkan diri pada anak-anaknya om tampan," jawab Hana dan Hani sangat kompak.
Aku hanya bisa menghela napas saat mendengar jawaban mereka, sungguh Hana dan Hani seperti seorang gadis yang ingin mendekatkan dirinya dengan keluarga sang laki-laki yang sedang menjadi incarannya.
Yunki yang dari tadi menatap ke arahku hanya bisa menahan tawa, ia seperti ingin tertawa terbahak-bahak karena mendengar jawaban dari kedua anak pertamanya dengan mendiang istrinya--Yura.
"Kalian ini benar-benar centil," gerutu Doni sambil menatap ke arah kedua kakak kembarnya.
"Benar, ih menyebalkan!" Dani ikut menggerutu pada kedua kakak kembarnya itu.
Beberapa detik kemudian. "Sudah kalian belajar saja yang benar," ucapku sambil menatap Hana dan Hani.
Awalnya ekspresi wajahnya Hana dan Hani seperti sedih dan sedikit kesal karena diriku tidak mengizinkan mereka untuk inap di rumah pak Nandi. Namun, lama-lama mereka seperti mengerti kenapa diriku tidak mengizinkan mereka.
Akhirnya keenam anak-anak kami langsung bangun dari duduknya masing-masing dan beranjak ke kamarnya masing-masing. Aku dan Yunki juga memutuskan untuk kembali ke kamar.
Sampai di alam kamar. Aku membaringkan tubuhku di atas tempat tidur lalu Yunki mengikutinya, ia membaringkan tubuhnya di sampingku. Yunki juga tidak lupa mengunci kamar tidurnya agar keenam anak-anaknya tidak masuk begitu saja ke dalam kamar.
"Sayang, kenapa Hana dan Hani seperti itu sih," keluh aku sambil memiringkan tubuhku dan menatap wajahnya Yunki yang ternyata sudah memiringkan tubuhnya juga.
Kini, aku dan Yunki saling menatap satu sama lain. Yunki membelai rambutku dengan sangat lembut, perlakuan Yunki padaku masih sama seperti dulu. Masih lembut dan selalu membuat jantungku semakin berdebar tidak karuan.
"Namanya juga anak kecil, sayangku." Yunki tersenyum setelah mengatakan itu.
Hana dan Hani memang anak kecil tapi mereka bukan anak kecil seumuran Winda dan Wendi, karena Hana dan Hani sudah SMP. Mereka sudah sekolah menengah pertama, menurutku apa mereka wajar memperlakukan guru lesnya seperti itu? Ah, entah.
Aku sangat pusing memikirkan Hana dan Hani yang tiap harinya selalu ada saja tingkahnya. Mereka benar-benar membuat jantungku berolahraga setiap harinya.
"Sayang, Hana Hani sudah SMP loh," ucapku yang menolak perkataan Yunki kalau Hana dan Hani anak kecil.
"Oh iya benar, mereka sudah remaja." Yunki kembali tersenyum setelah mengatakan itu.
Sungguh, senyumannya Yunki membuatku candu dan ingin selalu mengecup pipinya setiap detik.
"Sayang, kalau kamu punya baby lagi mau?" Tiba-tiba saja Yunki membahas anak.
Sebenarnya Yunki sudah tau apa yang sudah menjadi keputusan aku, tapi aku sudah malas berdebat dengannya. Apa lagi aku tidak mengunakan KB atau alat kontrasepsi lainnya, dan akhir-akhir ini Yunki selalu saja mengeluarkannya di dalam.
Aku tidak bisa menolak atau menahan keinginan Yunki, karena aku hanya ingin menjadi seorang istri yang berbakti pada suami.
Namun, alangkah baiknya jika sang suami mengerti keadaan dan keinginan sang istri.
"Entah, kalau memang Tuhan memberikan diriku seorang anak lagi tidak apa," balasku yang pasrah dengan semuanya yang akan terjadi setelah ini.
"Istri yang baik," ucap Yunki lalu mendaratkan bibirnya tepat di bibirku.
Setelah perbincangan random malam ini, akhirnya aku mulai menutup mataku dan langsung tertidur lelap. Yunki yang menyadari jika diriku tertidur, ia bergegas menarik selimut dan menutupi tubuh kami dengan selimut.
"Selamat malam istriku sayang," bisik Yunki tepat di telingaku membuatku sedikit terusik, tapi aku tetap kembali tidur karena aku sudah sangat lelah.
Tidak lama kemudian. Yunki juga ikut tertidur setelah menatap wajahku yang sudah tidur cukup lama. Yunki sudah tidur dengan tangan yang melingkar mesra di pinggangku.
***
Pukul 6 pagi.
Aku sudah bangun lebih awal dan saat ini sedang berada di dalam dapur. Aku dan bi Ika sedang berkutat dengan peralatan dapur.
Kami baru saja selesai membuat makanan untuk sarapan hari ini, aku juga sudah membuatkan bekal untuk keenam anak-anakku dan suami. Karena aku tidak ingin keenam anak-anakku jajan sembarangan, lalu untuk Yunki. Aku terpaksa membuatkannya bekal untuk makan siang, karena Yunki juga sering sekali telat untuk makan siang.
Jadi, aku membuat bekal juga untuk Yunki. Namun, aku juga membuat bekal untuk diriku sendiri. Aku juga terkadang bosan membeli menu makan siang di luar kantor.
"Oh iya, aku ingin kirim makanan juga untuk ibu mertua," celetuk aku setelah sadar bahwa kemarin ibu mertua membawakan diriku menu makan siang.
Bi Ika yang mendengar celetukan aku, akhirnya ia mengambil beberapa wadah untuk memasukkan menu makanan hari ini untuk di kirim ke alamat keluarga Pratama.
"Wah, bibi peka sekali," goda aku sambil menatap bi Ika.
"Hehe, iya bibi memang harus peka, nyonya." Bi Ika menjawab dengan malu-malu.
Selang beberapa saat. Aku dan bi Ika sudah menyajikan menu sarapan tadi di atas meja makan yang berada di dalam ruang makan.
Setelah menyajikan menu sarapan itu, bi Ika pamit undur diri. Tidak berapa lama, Yunki dan keenam anak-anak kami juga mulai memasuki ruang makan satu persatu. Mereka juga mulai duduk di kursinya masing-masing, aku juga ikut duduk di kursi biasanya.
"Wah banyak sekali menu makanan kita hari ini," celetuk Winda yang sudah tidak sabar menyantap sarapannya hari ini.
"Apa mama sedang bahagia?" Tanya Wendi sambil menatap ke arahku.
"Mama selalu bahagia setiap harinya, sayang." aku menjawab pertanyaannya Wendi sambil tersenyum.
Akhirnya ruang makan kembali hening setelah beberapa saat dan semuanya langsung melahap habis sarapan mereka yang sudah di sediakan di atas meja. Setelah selesai sarapan, keenam anak-anak kami langsung di antar ke sekolah masing-masing dengan menggunakan supir yang antara lain adalah pak Joko.
"Sayang, apa ada yang tertinggal di dalam rumah?" tanya Yunki setelah kami keluar dari dalam rumah.