"Sayang, apa ada yang tertinggal di dalam rumah?" tanya Yunki setelah kami keluar dari dalam rumah.
Sekilas aku berpikir dan berkata. "Sepertinya ada," jawabku yang membuat Yunki ikut berpikir juga.
"Apa?" tanya Yunki dengan wajah penasaran.
"Jejak kaki aku," jawabku yang langsung tertawa puas saat mengerjai suamiku.
Padahal wajahnya Yunki sudah sangat serius menanggapi sesuatu yang tertinggal di dalam rumah. Yunki ingin menyentuhku, tapi aku langsung berlari menghampiri mobil Yunki.
Yunki yang melihat semua itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja, lalu dia juga melangkah menuju mobil dan kami berdua bergegas pergi menuju kantor masing-masing.
Saat di dalam mobil sangat hening, dan tidak ada percakapan apapun. Sesekali Yunki melirik ke arahku yang sedang sibuk dengan iPad.
"Apa kamu sibuk sekali?" tanya Yunki setelah mobil yang kami tumpangi berhenti karena berada di lampu lalulintas yang menunjukkan lampu berwarna merah.
Aku langsung menoleh ke arahnya dan mengatakan. "Tidak sibuk," jawabku. "Memangnya kenapa?"
"Tidak apa, dari tadi mobil terasa hening saja." Yunki langsung meraih sebelah tanganku dan aku langsung menyimpan iPad di atas pangkuanku.
Yunki menggenggam sebelah tanganku dan sekilas mengecupnya dengan sangat lembut. Yunki langsung menoleh ke arahku dengan memberikan sebuah senyuman yang sangat manis.
Senyuman Yunki memang manis seperti gula di dapur, tapi mungkin saja gula itu kalah manisnya dengan senyuman Yunki.
Aku yang menerima senyuman manis dari Yunki hanya bisa mengerutkan keningku, karena aku bingung kenapa Yunki tiba-tiba melakukan perlakuan seperti ini padaku.
"Sayang, kamu tidak sedang membohongi aku, kan?" Tiba-tiba aku menanyakan ini pada suamiku.
"Tidak," jawab Yunki dengan gelengan kepala.
Karena lampu berwarna merah sudah berubah menjadi lampu berwarna hijau yang tandanya sudah bisa melaju dari jalanan itu. Yunki juga mulai melepaskan genggamannya dan kembali fokus pada jalanan.
Ketika Yunki sedang mengemudikan mobilnya, dia selalu fokus pada jalanan. Yunki masih saja selalu trauma pada jalanan, walaupun dia bisa saja menyuruh supirnya untuk mengemudi.
Namun, Yunki tidak terlalu mengendalikan supir. Apa lagi ketika dirinya harus mengantarkan diriku kemana-mana, sudah pasti diriku selalu di antar dan di kawal oleh Yunki.
"Tapi, kenapa tadi kamu bersikap manis seperti itu?" Karena aku penasaran, jadi aku menanyakannya langsung pada suamiku.
"Haha, bukannya aku selalu bersikap manis padamu?" Sekilas Yunki menoleh ke arahku dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Dasar papa Yunki genit!" Dengan cepat, aku langsung mencubit gemas perut buncitnya Yunki.
"Aw, sakit sayang!" Suara Yunki terdengar sangat manja.
Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku saat mendengar godaan Yunki tadi, lalu aku kembali fokus pada iPad.
Apa yang di katakan Yunki tadi memang benar, dirinya selalu bersikap manis padaku setiap hari. Mungkin kalau aku dan Yunki tidak sibuk bekerja, sudah pasti Yunki akan bersikap manja setiap detik saat bersamaku.
Tidak lama kemudian. Yunki memberhentikan mobilnya tepat di depan gedung perusahaan milik keluargaku, lalu aku bergegas masuk ke dalam gedung. Yunki langsung pamit menuju kantornya juga.
Karena kami harus bersikap profesional, jadi jam-jam seperti ini kami harus di fokuskan pada pekerjaa masing-masing. Semua yang kami lakukan demi keluarga masing-masing dan keluarga kecilku bersama Yunki.
Ada keenam anak yang harus kami berdua perjuangkan untuk masa depannya, walaupun aku sadar jika harta Yunki tidak akan habis 7 turunan. Namun, aku tidak mau menjadi sombong dan mengandalkan suami saja.
Apa lagi, semenjak kak Yura meninggal. Aku harus benar-benar fokus pada perusahaan keluargaku, karena kedua orang tuaku sudah semakin tua.
***
Pukul 10 pagi di sebuah sekolah elite di kota Seoul. Keenam anak sedang duduk di sebuah kantin, mereka selalu duduk bersama saat istirahat.
Karena pukul 10 pagi adalah jam istirahat mereka, mereka memutuskan untuk selalu makan di kantin. Walaupun mereka sudah membawa bekal masing-masing dari rumah, tapi mereka juga ingin makan bersama teman-temannya yang lain.
Keenam anak-anak itu sudah duduk dengan rapi di kursi masing-masing dan membuka bekal makanannya masing-masing. Tidak lama kemudian, ada dua anak lainnya yang menghampiri meja mereka dan duduk bersama mereka.
"Aku pikir, kamu tidak akan makan bersama kami," celetuk Hana pada dua anak yang baru saja datang.
"Maaf, tadi aku lupa menyimpan bekal aku di mana," balas Fira.
"Maklum, Fira ini masih kecil sudah pikun," ledek Feri selaku kembarannya Fira.
Keenam anak-anak tadi adalah anakku dengan Yunki dan dua orang anak yang baru datang adalah anaknya Bella dan Nandi. Mereka memang satu sekolah dan selalu saja kemana-mana bersama-sama ketika di dalam sekolah.
Apa lagi Fira dan Feri satu kelas dengan Winda dan Wendi, tapi Fira dan Feri malah lebih dekat dengan Hana dan Hani. Mungkin karena Hana dan Hani lebih sering menghabiskan waktu di rumahnya Fira dan Feri saat mereka sedang les bahasa Inggris di sana.
Namun, bukan berarti Wendi dan Winda tidak dekat dengan kedua anak kembarnya Bella.
"Kamu bekal apa hari ini?" tanya Doni sambil menatap ke arah Fira dan Feri secara bergantian.
"Kami bawa bekal nasi goreng kimchi," jawab kompak dari Fira dan Feri.
"Wah sepertinya enak," celetuk Dani.
"Seperti biasa, kita saling cicip saja," ucap Hana sambil menatap semuanya.
Dan semuanya menganggukkan kepalanya masing-masing, mereka memang sering saling mencicipi bekal masing-masing.
Mereka benar-benar seperti keluarga sama seperti orang tua mereka, tapi di sisi lain ada seorang anak perempuan yang sedang menatap sinis ke arah mereka.
"Kenapa aku tidak pernah bisa bergabung dengan mereka," gumam Sonya sambil mengepalkan satu tangannya.
Sonya adalah anaknya Soni dan Nara, dia memang sedikit kesulitan untuk masuk ke dalam lingkungan kedelapan anak-anak itu. Namun, lebih tepatnya. Sang ibu--Nara yang selalu tidak mengizinkan anaknya untuk bergaul dengan orang-orang rendahan.
Padahal kedelapan anak-anak itu tidak rendah, hanya saja gengsinya Nara masih sangat terlihat jelas saat mendidik sang anak. Apa lagi Nara masih saja selalu di jauhkan dari kehidupannya Yunki, dia masih tidak bisa mendekati Yunki.
Nara juga selalu saja bertingkah konyol pada Yunki, dia juga masih memiliki perasaan pada mantan sahabatnya itu. Namun, Yunki sama sekali tidak memiliki perasaan yang sama seperti Nara.
Nara saja yang terlalu terobsesi dengan Yunki sampai-sampai dia selalu melakukan hal bodoh untuk mendekati Yunki. Sungguh, Nara seperti wanita yang tidak memiliki harga diri.
"Eh coba lihat, itu bukannya Sonya?" tanya Hana pada semuanya sambil menatap ke arah sosok anak perempuan yang berdiri di dekat pintu kantin.
Semuanya langsung menoleh ke arah pandangan yang di tuju oleh Hana, lalu semuanya menganggukkan kepalanya masing-masing secara bersamaan setelah melihat sosok itu.