Chereads / Istri Sambung 2 / Chapter 19 - KERAM PERUT

Chapter 19 - KERAM PERUT

Semuanya langsung menoleh ke arah pandangan yang di tuju oleh Hana, lalu semuanya menganggukkan kepalanya masing-masing secara bersamaan setelah melihat sosok itu.

"Untuk apa lagi dia menampakkan wajahnya pada kita," jawab Hani dengan sangat sinis.

Hani memang selalu sinis dengan kehadiran sosok Sonya di hadapan mereka, dia juga sedikit risih dengan kedua orang tuanya. Apa lagi mengingat saat Soni selaku ayahnya Sonya yang waktu itu selalu mendekati mereka.

Namun, tidak hanya Hani yang merasa risih dengan semua itu. Hana juga sama merasa risih apa lagi saat Nara selaku ibunya Sonya yang sepertinya tengah menggoda sang papa.

Winda dan Wendi juga tidak suka dengan Sonya karena gadis itu selalu berulah ketika dirinya berada di hadapan mereka. Namun, berbeda dengan Dani dan Doni. Mereka seperti merasa kasihan pada Sonya, apa lagi Sonya adalah teman sekelasnya Doni dan Dani.

"Sudah jangan begitu dengannya, kasihan." Dani mencoba menenangkan semuanya, karena dia tau kalau yang lainnya tidak menyukai kehadirannya Sonya.

"Kamu ini, selalu saja membelanya." Hani hanya bisa berdecih kesal pada adiknya itu.

"Sudah, sebaiknya kita makan saja." Doni ikut membela kembarannya agar semuanya tidak mengompori keberadaan Sonya.

Dan akhirnya, mereka semua membiarkan Sonya yang masih diam mematung di sebrang sana. Mereka melanjutkan makan siangnya dan menikmati istirahatnya bersama-sama.

***

Pukul 12 siang.

Aku baru saja sampai di rumah dan membaringkan tubuhku di atas kasur. Bi Ika yang sedari tadi menemani diriku di dalam kamar, wajahnya terlihat sangat pucat saat melihat diriku yang masih diam di atas kasur sambil memegangi perutku.

"Nyonya, sebaiknya saya hubungi Tuan Yunki, ya?" Bi Ika meminta izin padaku agar dirinya menghubungi Yunki dan memberikan kabar tentang diriku.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan berkata. "Bi, jangan bilang suamiku. Sepertinya ini hanya telat makan saja," ucapku sambil menyentuh tangannya bi Ika yang hendak melangkah keluar dari kamar.

Bi Ika serba salah karena dia tidak bisa menolak ucapanku. "Baiklah, tapi nyonya sudah membaik?" tanya bi Ika yang masih menatapku dengan tatapan khawatir.

"Iya, aku sudah sangat membaik," jawabku sambil tersenyum.

"Kalau begitu, teh hangatnya sebaiknya lekas di habiskan, nyonya." Bi Ika mengambil cangkir teh yang ada di atas meja.

Aku hanya bisa menurut saja pada bi Ika agar dirinya tidak memberitahukan masalah ini pada Yunki. Bi Ika membantuku untuk menghabiskan teh hangat itu, setelah itu. Aku juga memerintahkan bi Ika untuk tidak membahas ini pada keenam anak-anakku.

Intinya aku tidak ingin semua orang yang ada di rumah ini mengetahui diriku yang tiba-tiba saja mengalami keram pada perutku. Aku juga tidak mau seluruh keluargaku tau masalah ini. Sebenarnya aku juga ingin sekali ke rumah sakit, tapi aku tidak bisa ke sana karena tubuhku sangat lemas sekali.

Bi Ika awalnya menolak keras karena dia tidak ingin merasa di salahkan kalau sesuatu terjadi padaku, tapi aku terus-menerus membujuknya. Akhirnya bi Ika mau menuruti apa yang aku perintahkan, sampai akhirnya bi Ika menyuruh diriku untuk beristirahat saja.

"Teh buatan bi Ika sudah meredakan keram di perutku," gumam aku yang akhirnya bisa bernapas lega.

Sebenarnya, beberapa menit yang lalu aku dan Jaya baru saja selesai meeting di luar dengan beberapa klien. Aku juga berniat ingin makan siang di rumah bersama keenam anak-anakku, lalu aku menyuruh Jaya untuk kembali ke kantor.

Akhirnya Jaya menurut dan menurunkan diriku tepat di depan gerbang rumah, tapi saat aku ingin membuka pintu gerbang. Tiba-tiba saja perutku terasa keram dan itu sangat sakit, untunglah ada bi Ika yang berada di halaman depan.

Jadi, bi Ika membantuku untuk masuk ke dalam rumah. Karena saat itu perutku benar-benar sakit dan sedikit sulit untuk melangkah sendiri.

"Sepertinya lambungku kembali bermasalah," celetukku setelah mengingat kejadian keram perut tadi.

Selang beberapa menit, tiba-tiba saja mataku terpejam dan masuk ke dalam mimpi. Di sisi lain keenam anak-anakku ternyata baru saja pulang dan masuk ke dalam rumah.

Anak-anak langsung masuk ke dalam kamarnya masing-masing dan mengganti pakaiannya, setelah itu mereka langsung masuk ke dalam kamarku.

Karena bi Ika memberitahu mereka kalau ada diriku yang sedang menunggu anak-anak pulang, akhirnya anak-anak sudah masuk ke dalam kamar dan melihatku yang masih tertidur sangat pulas.

"Sepertinya mama lelah sekali," ucap Hana saat menatapku.

"Mama pasti memang lelah karena setiap hari bekerja," sambung Winda yang menatapku dengan iba.

Tidak hanya Winda yang menatapku dengan iba, tapi kelima anak-anakku juga sama. Mereka sepertinya memikirkan sesuatu di dalam otaknya masing-masing.

Entah apa yang mereka pikirkan sampai membuat mereka hanya diam mematung saat melihatku tidur pulas. Biasanya ketika diriku sedang tidur pulas, mereka akan mengganggu diriku.

Namun, kali ini tidak. Mereka membiarkan diriku tidur pulas dan mereka perlahan-lahan meninggalkan diriku di dalam kamar.

"Kita buat coklat yuk untuk mama," celetuk Dani setelah semuanya sudah keluar dari dalam kamarku.

"Ide bagus!" Wendi menyetujui keinginan sang kakak.

Dan yang lainnya juga menyetujui keinginan Dani, pada akhirnya mereka semua langsung melangkah menuju dapur dan di dalam dapur ada bi Ika yang baru saja selesai masak.

"Ada yang bisa bibi bantu?" tanya bi Ika dengan lembut sambil menatap keenam anak majikannya.

"Kami ingin membuat coklat untuk mama," jawab Hani.

"Baiklah, biarkan bibi saja yang membuatnya," ucap bi Ika.

"No, bi. Karena yang akan membuatnya kami berenam saja," kekeh Hani dan di anggukkan oleh kelima anak-anak yang lainnya.

"Baiklah, kalau ada kesulitan beritahu bibi saja. Bibi akan membantu kalian," kata bi Ika yang selalu memberikan tawaran jasanya pada keenam anak majikannya.

"Baik bi!" Perkataan kompak dari keenam anak-anak majikannya.

Perlahan-lahan bi Ika keluar dari dapur dengan membawa nampan berisikan menu makan siang untuk di sajikan di ruang makan. Lalu keenam anak-anak majikannya langsung berhamburan di dalam dapur dan membuat coklat untuk sang mama.

Sungguh, keenam anak-anakku benar-benar baik dan selalu membuat banyak kejutan untukku. Mereka adalah anak-anak yang selalu menghibur diriku dalam suka maupun duka.

1 jam berlalu dan sekarang sudah pukul 1 siang, keenam anak-anakku sudah selesai membuat coklat. Dan mereka langsung melangkah menuju kamarku, sampai di dalam kamar.

"Sayang, kalian sudah pulang?" tanyaku setelah bangun dari tidur lelap ku.

"Sudah dari tadi mama," jawab Winda yang langsung menghampiriku.

Seketika aku langsung melirik ke arah jam dinding dan langsung menepuk jidatku sendiri. "Ya ampun, ini sudah jam 1 sepertinya mama tidur terlalu lama," ucapku dengan suara sedikit lirih.