"Sayang, kenapa diam?" Yunki menyentuh daguku.
"Tidak apa-apa," aku langsung memalingkan wajahku.
Yunki langsung menuntunku duduk di pangkuannya membuatku sangat malu, apa lagi keenam anak-anak kami dan bi Ika langsung menatap ke arah kami.
Namun, bi Ika tidak bisa menatap kami terlalu lama. Bi Ika paham dan tau batasan, ia tidak bisa menatap kedua majikannya terlalu lama. Karena itu sama saja seperti tidak sopan.
Berbeda dengan keenam anak-anak kami, mereka malah saling menggoda dan meledek ke arahku. Aku benar-benar ingin mencubit hidungnya Yunki, bisa-bisanya ia membuat diriku duduk di pangkuannya.
"Tuan Yunki, bisakah lepaskan aku?" Sekilas aku menoleh ke arah Yunki dan tangannya Yunki yang berhasil melingkar pada perutku.
Sesekali juga Yunki mengusap-usap perut rataku dan membuatku sedikit geli. Entah kenapa Yunki selalu senang mengusap-usap perutku.
"Ayo cepat tumbuh anakku," ucap Yunki sambil menatap ke arah perutku.
"Wah, apa mama akan hamil lagi?" tanya Hana dan Hani dengan sangat kompak, lalu mereka melangkahkan kakinya menghampiri kami.
"Tentu, mama akan hamil dan melahirkan adik untuk kalian," jawab Yunki dengan asal.
"Ih apaan sih!" aku langsung menatap sinis ke arahnya Yunki.
Entah apa yang ada di dalam otaknya Yunki, ia benar-benar ingin membuatku hamil setiap setahun sekali.
Terkadang aku suka jengkel pada suamiku sendiri, ia sangat senang membuatku hamil. Apa karena itu akan membuat dirinya merasa bangga? Hem, entahlah aku bingung.
"Kenapa sih, kamu tidak mau hamil lagi?" tanya Yunki sambil mempererat pelukannya.
"Bukan tidak mau," jawabku yang serba salah.
Memang serba salah kalau bicara dengan Yunki yang di dalam otaknya hanya hamil saja, tapi tidak bisa di pungkiri kalau saat aku mengandung benihnya seperti ada rasa bahagia tersendiri.
Namun, saat ini aku tidak bisa mengandung dulu. Karena aku akan fokus pada perusahaan, apa lagi orang tuaku sering sekali keluar negeri untuk cabang lainnya yang akan segera launching.
"Mama, kalau mama punya baby lagi. Apa mama masih sayang padaku?" Tiba-tiba Winda menanyakan itu padaku, membuatku dan yang lainnya terkejut akan pertanyaannya.
Anak seumur Winda bisa menanyakan hal seperti itu, apa yang saat ini Winda pikirkan? Apa Winda berpikir kalau diriku tidak menyayanginya lagi setelah memiliki anak lain? Haduh, kenapa juga Winda memikirkan hal ini.
Aku sama sekali tidak menyangka ia akan menanyakan hal ini. Aku, Yunki dan bi Ika saling bertatapan satu sama lain. Kami seperti orang bodoh yang lama menjawab pertanyaannya Winda.
"Mama!" Entah sejak kapan Winda sudah berada di depanku dengan menggoyang-goyangkan tanganku.
"Eh, iya? Kenapa?" aku benar-benar seperti orang tidak konsentrasi.
"Mama malah bengong!" Winda langsung cemberut.
Aku langsung tersenyum dan mengusap pipinya Winda dengan lembut, lalu aku berkata. "Mama akan selalu sayang dan cinta sama Winda dan semuanya, jadi Winda tidak perlu menanyakan itu pada mama," jelasku.
"Benar?" Winda seperti tidak percaya dengan penjelasan dariku.
"Benar dong!"
Setelah membahas ini, Winda sepertinya sudah mulai tenang dan kembali makan menu barbeque nya. Aku masih terdiam dalam pangkuan Yunki.
Sesekali Yunki mengecup pipiku berkali-kali membuatku semakin malu, tapi keenam anak-anak kami tidak menghiraukannya. Mereka sibuk dengan barbeque, lalu bi Ika juga sibuk bersama anak-anak.
Aku dan Yunki seperti sepasang kekasih yang sedang merindu, Yunki juga masih memelukku dari belakang dan menyimpan dagunya di pundakku.
"Sayang, nanti malam lima jam ya," bisik Yunki di telingaku.
"Iya lima jam di dalam mimpi," jawabku dengan ketus.
Seketika Yunki tertawa mendengar jawabanku, dan aku hanya diam saja tidak merespon apapun.
Sumpah, suamiku benar-benar mesum tapi aku menyukainya. Karena ia adalah ayah dari anak-anakku.
***
Pukul 11 malam.
Di sebuah rumah minimalis di kawasan elit, seorang laki-laki baru saja terbangun dari tidurnya. Laki-laki itu bangun dari atas kasur dan melangkah menuju dapur.
"Tumben sekali perutku lapar," gumam laki-laki itu.
"Daddy Jimi, lagi apa?" tanya seorang anak gadis yang berada di belakang langkah laki-laki tadi.
"Yula, kamu belum tidur?" Jimi berbalik tanya pada anaknya.
Laki-laki yang baru saja terbangun adalah Jimi, perutnya sangat lapar membuat Jimi langsung beranjak menuju dapur.
Namun, ternyata salah satu anak kembarnya juga bangun. Entah Yula akan melakukan apa, sepertinya ia juga akan masuk ke dalam dapur.
"Aku kebangun, Daddy," jawab Yula dengan suara khas bangun tidur.
Jimi dan gula sangat memiliki sikap yang sama, kalau mereka tengah malam terbangun dan perutnya berdemo. Otomatis mereka langsung melangkah ke dapur tanpa berpikir panjang, tapi saudara kembarnya Yula juga sama yaitu Yuli.
Namanya juga anak kembar, sudah pasti akan menuruni sikap yang sama.
"Ya sudah ayo kita makan bersama, sepertinya kamu lapar!" Jimi akhirnya mengajak Yula untuk masuk ke dalam dapur bersama-sama.
Sampai di dalam dapur. Jimi menuntun anaknya duduk di kursi yang berada di pojok dapur, setelah itu. Jimi melangkah ke arah kulkas dan membuka kulkas.
Jimi memilih beberapa bahan makanan yang bisa ia buat untuk mengganjal perutnya.
"Mau nasi goreng sosis?" tanya Jimi pada anaknya--Yula.
"Mau," jawab Yula dengan semangat cepat.
Walaupun Yula sangat terlihat wajah bangun tidurnya, tapi antusias untuk makan sangat bersemangat. Mungkin saja Yula benar-benar lapar saat ini, pikir Jimi.
Tanpa berpikir panjang, Jimi langsung membuat nasi goreng sosis untuk anaknya yang tengah kelaparan. Jimi juga membuat nasi goreng sedikit banyak, ia takut kalau nanti anak kembarnya lagi ikut kebangun.
Yula yang masih dalam keadaan sedikit mengantuk, ia masih bisa menatap daddy-Jimi yang tengah sibuk dan fokus membuat nasi goreng sosis.
"Daddy, kapan mommy akan ke sini?" tanya Yula yang sedikit menghentikan aktivitas Daddy nya.
"Hem, Daddy tidak tau," jawab Jimi dengan tatapan datar.
Yula tidak tau kenapa daddy nya selalu memberikan ekspresi seperti itu ketika dirinya membahas sang mommy, padahal Yula ingin sekali daddy dan mommy kembali bersama.
Namun, Yula tidak bisa memaksakan keadaan orang tuanya. Yula juga tidak mengerti kenapa orang tuanya harus berpisah.
Namun, yang terpenting saat ini adalah sang daddy masih mengizinkan dirinya untuk bertemu dengan mommy nya.
Beberapa menit kemudian.
"Akhirnya nasi goreng sosis sudah selesai," gumam Jimi yang sudah tidak sabar ingin menyantap nasi goreng buatannya.
Jimi menyajikan nasi goreng sosis pada tiga piring yang sudah berada di samping kompor. Setelah itu, Jimi membawa dua piring dan menyimpan piring itu di atas meja.
"Selamat makan anakku sayang," ucap Jimi yang sekilas mengecup kening anaknya dengan sangat lembut.
Jimi selalu memperlakukan kedua anaknya seperti itu, karena ia sangat menyayangi dan mencintai anak kembarnya.