"Mungkin istriku sedang sibuk," kata Yunki yang sudah menyerah.
Yunki menyimpan ponselnya di atas meja dan memijat sedikit pelipisnya. Akhir-akhir ini Yunki mudah sakit kepala dan lelah.
Mungkin karena Yunki terlalu fokus bekerja jadi ia mudah merasakan sakit, lalu ia juga sudah jarang berolahraga.
Yunki mengambil sebuah obat yang selalu ia bawa kemanapun, obat itu adalah obat pereda sakit.
"Haruskah aku ke dokter?" Yunki bermonolog sendiri, karena sakit kepalanya hampir sering.
"Mungkin saja hanya otot-otot tegang," lanjut Yunki yang masih bermonolog sendiri.
Sesekali Yunki menyandarkan tubuhnya pada kursi yang sedang ia duduki. Perlahan-lahan juga Yunki memejamkan matanya.
***
Pukul 12 siang.
Aku baru saja selesai meeting dadakan dan hampir mirip sekali tahu bulat yang di goreng dadakan. Karena ternyata sekertaris aku yang bernama Jaya, langsung mengiyakan salah satu perusahaan hari ini untuk meeting.
"Jaya, lain kali aku tidak mau kamu memutuskan sepihak seperti ini!" tegas aku pada Jaya setelah aku baru saja masuk ke dalam ruanganku.
"Iya bos, maafkan saya!" Jaya terus-menerus meminta maaf dan menyesali perbuatannya.
Aku menghela napas dan duduk di sofa. "Tolong sediakan makan siang, aku sangat lapar!" titahku pada Jaya.
"Siap bos!" Jaya bergegas keluar dari ruangan dan ia langsung menyiapkan beberapa menu makan siang untukku.
Sebenarnya sudah ada seseorang yang bertugas untuk mengatur makan siang di perusahaan Bagaskara Company. Namun, Jaya selalu saja ingin menyiapkan untukku.
Aku juga tidak merasa keberatan kalau itu memang keinginannya, aku mengeluarkan ponselku sambil menunggu Jaya kembali ke ruangan dengan membawa makan siang.
Saat melihat ponselku banyak sekali notifikasi, sudah pasti notifikasi itu adalah dari suamiku--Yunki. Banyak telepon darinya dan hanya satu pesan yang ia tinggalkan. Lalu, aku membuka pesan itu.
Suamiku.
Oke, malam ini siap-siap menerima hukuman dariku.
Setelah membaca itu, aku hanya mengerutkan kening dan berkata. "Hu ... hukuman? Hukuman apa?" tanyaku pada ponsel yang masih menampilkan isi pesan dari sang suami.
Dengan cepat, aku langsung menelepon Yunki tapi panggilan aku lolos begitu saja. Yunki tidak menjawab telepon dariku, dan aku mencoba menelepon lagi.
Namun, masih juga tidak di jawab olehnya. ku mencoba sabar dan kembali menelepon lagi. Hasilnya masih tetap nihil, tidak ada jawaban dari sang suami.
"Positif saja, mungkin suami lagi makan siang!" Saat ini aku malas berpikiran negatif pada suamiku sendiri, apa lagi aku sedang lelah dan butuh istirahat sebentar sebelum Jaya masuk ke dalam ruangan.
Aku menyudahi memanggil Yunki dari ponselku, aku menyimpan ponselku di atas meja. Aku mulai menyandarkan punggung di sofa dengan sangat nyaman, lalu aku mulai memejamkan mataku karena aku sangat ngantuk dan lelah.
Selang beberapa menit setelah aku ketiduran di sofa. Sudah ada seseorang yang duduk di sampingku, dan duduknya sangat dekat denganku. Bahkan seseorang itu seperti merangkul pundakku.
Aku mencoba membuka mataku dan menoleh ke arah seseorang itu, dan saat aku menoleh ke arah seseorang itu.
"Astaga! Sayang!" Sumpah, aku sangat terkejut melihat suamiku ada di sampingku.
Apa lagi wajahnya Yunki sedikit merah, ia seperti sedang menahan amarah. Entah apa yang sedang suamiku alami, tapi terlihat jelas raut wajahnya seperti tidak ingin bercanda.
"Hem, nyenyak tidurnya?" tanya Yunki sambil menoleh ke arahku.
"Hem, ya gitu deh," jawabku yang asal saja.
Aku langsung melirik ke atas meja dan di sana sudah banyak menu makanan, makanan rumahan semua. Sepertinya menu makan siang di kantor hari ini adalah menu rumahan, pikir aku.
"Makan lah, ini ibuku yang masak," ucap Yunki sambil menatapku yang dari tadi hanya diam saja.
"Hah? Ibu? Apa tadi ada ibu mertua ke sini?" Sumpah, aku sangat panik saat ini. Sampai aku bangun dari duduk dan melirik ke arah sekitar.
Yunki menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pelan, lalu ia menuntunku kembali duduk di sampingnya.
Yunki kembali berkata. "Ibuku tidak ke sini tapi tadi ia mampir ke kantorku dan entah kenapa ibuku masak untukmu," jelas Yunki sambil menatapku dan sekilas melirik ke arah makanan yang masih lengkap di atas meja.
"Wah, aku sangat bersyukur memiliki ibu mertua seperti ibu Pratama," ucapku dengan mata terharu saat menatap semua menu makan siang yang ada di atas meja.
Aku langsung memilih menu makan siang yang akan aku makan, dan Yunki masih terdiam dengan duduknya yang santai. Yunki juga menatapku dengan lekat, ia seperti ingin membahas sesuatu.
"Sayang, mau aku suapi?" tanyaku pada Yunki.
Sekilas aku menatap sendu wajahnya Yunki, ia seperti lelah. Aku yakin suamiku lelah karena bekerja, tapi bagaimana lagi? Semua ini memang sudah kewajibannya.
Yunki tidak langsung menjawab pertanyaan aku, ia hanya tersenyum tapi beberapa detik kemudian. Yunki berkata. "Iya aku mau di suapi olehmu," jawab Yunki.
Yunki masih tersenyum padaku, tapi aku merasakan senyuman yang Yunki berikan padaku seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan. Namun, aku tidak tau apa yang sedang Yunki sembunyikan dariku.
Karena aku tidak mau membuang waktu makan siang bersama suamiku, aku bergegas menyuapi suamiku dan kami makan siang bersama.
Saat kami makan siang juga tidak ada percakapan apapun, kami fokus pada makanan yang sudah di berikan oleh ibu mertua selaku ibunya Yunki.
'Yuna, aku sangat menyayangimu dan mencintaimu,' batin Yunki yang kembali tersenyum tipis.
Selang beberapa menit.
Aku dan Yunki selesai makan siang, dan beberapa menu makanan yang sudah di sediakan oleh ibu mertua habis. Sepertinya aku dan Yunki memang sangat lapar, apa lagi nafsu makannya Yunki juga semakin lahap setelah aku menyuapinya.
Kini, aku dan Yunki beristirahat sejenak di dalam ruanganku. Aku kembali bertingkah manja pada suamiku, aku menyandarkan kepalaku pada dada bidangnya.
Aku mendongak kepalaku dan menatap wajahnya Yunki, aku memainkan hidung peseknya Yunki lalu memainkan bibir tipisnya Yunki. Bibir tipis yang selalu membuatku candu, dan menatap kedua mata sipitnya Yunki.
"Sayang, kamu jangan terlalu banyak tersenyum apa lagi tertawa," celetuk aku yang masih pada posisi tadi dan menatap Yunki.
"Emangnya kenapa?" tanya Yunki dengan wajah polosnya.
"Kalau kamu tertawa, pasti orang-orang yang ada di sekitar langsung kabur. Karena kamu kalau ketawa selalu merem," jawabku sambil menahan tawa.
Yunki yang mendengarkan jawabku hanya sedikit tertawa lalu ia mendaratkan bibirnya di keningku, lalu turun ke bibirku dan kami berciuman cukup lama.
Sampai akhirnya.
Aku dan Yunki hampir saja terbawa suasana ke arah yang lebih intim. Aku mencoba mengakhiri ciuman kami.
"Sayang, di tahan dulu ya. Karena ini masih di kantor loh," ucapku sambil mengedipkan sebelah mata.
"Bagaimana aku bisa tahan, dia sudah bangun sayang!" Yunki merengek sambil melirik ke arah celananya.