"Bagaimana aku bisa tahan, dia sudah bangun sayang!" Yunki merengek sambil melirik ke arah celananya.
Aku hanya bisa menghela napas saat melihat celananya Yunki yang agak menonjol, memang benar miliknya Yunki sudah bangun. Entah sejak kapan miliknya itu sudah bangun, aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
Setelah itu, aku ingin beranjak bangun dari duduk. Namun, Yunki menarik tanganku dan menuntunku duduk di atas pangkuannya.
"Sayang, tolong. Masih di kantor nih," protes aku pada Yunki dan berusaha membuat Yunki untuk menahan hasratnya.
Sungguh, aku tidak ingin melayani nafsunya Yunki di kantor. Aku tidak ingin juga ketika bekerja malah bercinta dengan suamiku. Namun, saat aku melihat wajahnya Yunki seperti sedang menahan.
Yunki menahan hasratnya padaku, seru napasnya sangat terdengar. Yunki mencoba menahan segalanya, aku juga memang tidak ingin melakukannya di sini. Aku takut juga kalau ada klien yang tiba-tiba ingin bertemu denganku, aku tidak ingin juga membuat semuanya nanggung.
Tiba-tiba saja Yunki memelukku dengan erat, ia menempelkan dagunya tepat di pundakku. Pelukan Yunki kali ini seperti asing untukku, entah apa yang sedang di hadapi oleh suamiku.
"Sayang, kalau suatu saat aku pergi bagaimana?" Tiba-tiba Yunki mengatakan itu tepat di samping telingaku.
"Pergi? Pergi ke mana?" Spontan aku langsung menoleh ke arahnya.
"Pergi bertemu Yura, mungkin."
"Apa yang kamu bicarakan!" Mendengar itu membuatku langsung melepaskan pelukannya Yunki dan bangun dari pangkuannya.
Lalu, aku menatap Yunki dengan sinis tapi Yunki hanya menatapku dengan tatapan datar. Yunki mulai meraih tanganku kembali, tapi aku langsung menepisnya.
Aku langsung melangkah menuju meja kerjaku dan duduk di kursi kerjaku. Yunki langsung bangun dari duduknya dan menghampiri diriku.
"Sebaiknya kamu kembali ke kantor saja, aku ingin melanjutkan pekerjaan aku," ucapku pada Yunki tanpa menoleh ke arahnya.
Aku langsung menatap layar laptop yang sudah menyala dan ingin mengatur kursor pada sebuah aplikasi, tapi dengan cepat Yunki memutar kursi yang sedang aku duduki.
Kini kami berhadapan dan Yunki melipat lututnya di lantai, ia seperti sedang berlutut di depanku. Entah kenapa Yunki melakukan ini padaku, dan tatapan Yunki juga benar-benar berbeda dari biasanya.
"Aku ingin di sini menemani istriku," kata Yunki sambil menggenggam kedua tanganku.
Aku menghela napas dan berkata. "Kamu kenapa sih? Apa ada sesuatu yang di sembunyikan dariku?" tanyaku sambil menatap Yunki dengan tatapan tajam.
"Aku tidak menyembunyikan apapun," jawab Yunki dengan santai.
"Lalu, kenapa kamu bicara seperti tadi?" tanyaku dengan kedua mata yang mulai berembun.
"Bicara apa?" Yunki berbalik tanya padaku.
"Itu, kamu ingin bertemu dengan kak Yura," jawabku yang masih menahan air mata agar tidak menetes pada pipiku.
Yunki tersenyum dan mengatakan. "Semua manusia pasti akan meninggal, mungkin saja sebentar lagi aku akan meninggal dan pasti akan bertemu dengan kak Yura," jelas Yunki.
"Aku malas membahas ini!" Sungguh, aku tidak mengerti kenapa suamiku malah membahas kematian.
Aku mencoba melepaskan genggaman tangannya Yunki, tapi ia kembali memperkuat genggam itu. Aku tidak bisa melakukan apapun, dan tatapan mata Yunki masih seperti tadi.
Tatapan Yunki saat ini adalah tatapan tidak seperti biasanya, entah apa yang terjadi pada suamiku. Aku hanya bisa berharap semoga tidak ada hal serius yang sedang menimpa suamiku.
Sejenak, kami berdua terdiam dan memikirkan sesuatu di otak masing-masing. Aku kembali mencerna apa yang di bicarakan Yunki tadi, mengenai 'bertemu kak Yura'.
"Oh, mungkin dirimu ingin ke rumah abu ya, sayang?" aku mencoba membuka suaraku dari keheningan ini, dan aku masih menatap lekat ke arah Yunki.
"Bukan!" Yunki menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mungkin aku akan menyusulnya," sambung Yunki.
"Sudah aku malas membahas ini, kamu lama-lama menyebalkan!"
Aku langsung bangun begitu saja dari duduk dan melepaskan tangannya Yunki dengan kasar. Yunki langsung bangun dari lantai dan mencoba menenangkan diriku.
"Sayang, pulang kerja kita ke mall, yuk!" Yunki membujuk diriku agar tidak marah lagi.
"Malas, aku ingin langsung pulang saja!" Dengan cepat aku menolak keinginan Yunki.
"Oh begitu, baiklah!" Yunki melangkah pergi, sepertinya ia ingin keluar dari ruanganku. "Padahal di mall ada event makan es krim sepuasnya loh," celetuk Yunki yang hampir mendekati pintu ruanganku.
"Es krim?" aku langsung membayangkan es krim.
Di balik tubuh Yunki yang sedang membelakangi diriku, ia sedang tersenyum. Yunki pasti berhasil membuat diriku ingin ke mall dan merajuk padanya. Namun, salah...
"Aku ingin pulang saja, lelah!" Lagi, aku menolak keinginannya.
Sekilas Yunki menoleh ke belakang saat menghentikan langkah kakinya, ia menatapku dengan tatapan sedikit kecewa. Namun, aku masih pada pendirian aku yang tidak ingin ke mall setelah pulang kerja.
"Ya sudah, aku pergi ke sana sendirian saja!" Yunki kembali membelakangi diriku dan kembali melangkahkan kakinya.
"Ih, kamu menyebalkan!" teriak aku yang langsung berlari menghampiri Yunki.
Aku langsung memeluk Yunki dari belakang dengan erat, Yunki masih diam saja dan tidak merespon. Namun, di balik itu semua. Yunki sedang mengulum senyum bahagia.
"Aku mau ikut ke mall, sayang!" Kini, aku yang merajuk dan merengek pada suamiku sendiri.
Yunki masih tidak merespon apapun sehingga membuatku sedikit kesal, aku langsung berpindah posisi berada di hadapannya Yunki tanpa melepaskan pelukanku padanya.
Aku menatap Yunki dengan mendongak karena tinggi kami tidak sejajar, kepalaku saja hanya sampai ketiaknya Yunki. Sungguh diriku sangat pendek jika di sejajarkan oleh tingginya Yunki.
"Ada apa nyonya Yuna?" Yunki masih menatapku dengan wajah datar, tapi kali ini tatapannya Yunki sudah seperti biasanya.
"Aku ingin ke mall, ke tempat event es krim lalu makan es krim sepuasnya!" seru aku yang mencoba membujuk Yunki.
"Tadi katanya tidak mau?" Yunki menatapku dengan sedikit menundukkan kepalanya.
"Hehe, aku sudah berubah pikiran, tuan Yunki!"
"Hem, begitu ya!" Yunki hanya manggut-manggut saja.
Sumpah, wajahnya Yunki benar-benar datar tanpa ekspresi membuatku ingin sekali menjambak rambutnya. Wajahnya Yunki saat ini mirip sekali dengan wajah saat aku berada di rumah sakit, saat kak Yura mengalami kecelakaan.
Shit! Kenapa aku kembali mengingat itu? Apa kak Yura sedang cemburu padaku saat ini? Namun, saat ini aku sudah menjadi istrinya Yunki.
Kali ini aku tidak bisa membiarkan suamiku pergi dariku dan menemui kak Yura. Kalau suamiku pergi menemui kak Yura, berarti aku akan menjadi janda dengan enam anak dong? Huh, aku tidak ingin itu terjadi.
"Hei, apa yang kamu pikirkan?" Yunki melepaskan pelukanku dan tangannya menyentuh kedua pipiku.
"A ... aku takut," gugup aku yang langsung menundukkan kepalaku.
"Takut kenapa?" tanya Yunki sambil membelai pipiku dengan lembut.
"Aku takut kalau kak Yura mengambil kamu dariku," jawabku yang langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.