"Yuna, aku tidak mengerti dengan perasaan aku sendiri," gumam Bella.
"Bell, kau harus sadar! Kau sudah punya suami dan dua anak, kenapa kau tiba-tiba goyah? Apa Juno memberikan gombalan padamu?"
Aku mencoba menyadarkan Bella dari jalan yang agak sesat ini, ya ini sesat. Bagaimana tidak sesat? Secara, Bella sudah menikah dan punya anak.
Namun, bisa-bisanya ia menemui laki-laki lain dengan menyembunyikan ini dari suaminya, aku sangat tidak habis pikir pada sahabatku sendiri.
Bella masih terdiam saat diriku mencoba menyadarkannya, tatapan Bella seperti tatapan kosong dan sedang memikirkan sesuatu.
"Bell, kamu tidak melakukan hal aneh-aneh kan dengan Juno?" Kini aku berpikir negatif pada kedua sahabatku sendiri, entah kenapa pikiran aku jadi seperti ini setelah Bella menceritakan itu semua padaku.
Bella menghela napas dengan panjang, lalu ia mengatakan. "Entah, aku sudah melakukan apa di hotel dengan Juno," ucap Bella dengan suara pelan.
"Astaga Bella!" Lagi, aku sedikit berteriak dan menggeleng-gelengkan kepalaku.
Jujur, ini bukan seperti Bella yang aku kenal. Karena setau aku Bella itu tidak pernah menyakiti suami dan kedua anaknya, Bella selalu mengutamakan keluarganya.
Seketika aku berpikir tentang Bella yang ingin terjun dalam bisnis keluarganya pasti ada hubungannya dengan Juno. Apa lagi Juno bekerjasama dengan perusahaan suamiku, pasti alasan Bella seperti ini karena Juno.
Haruskah aku melarang Bella untuk mengurus perusahaannya sendiri? Namun, aku tidak ada hak untuk itu.
"Bell, apa suamimu menyakitimu? Apa dia selingkuh di belakang kamu?" Tiba-tiba saja aku mengatakan hal ini pada Bella.
Karena setau aku, kalau seorang istri berselingkuh pasti itu karena ulah suaminya yang lebih dulu selingkuhi sang istri.
Namun, aku tidak yakin kalau pak Nandi selaku suaminya Bella itu sedang selingkuh di belakangnya.
Walaupun aku tidak terlalu dekat dengan pak Nandi, setidaknya aku tau sikap dan sifanya pak Nandi. Pak Nandi pasti tidak akan melakukan hal itu, karena ia sangat mencintai Bella dan kedua anak kembarnya.
"Tidak," jawab Bella dengan gelengan kepala. "Suamiku sangat setia, bahkan ia selalu menginginkan diriku bisa mengandung anaknya lagi," sambung Bella.
"Ya sudah kamu program hamil saja Bella," lanjut aku yang menyetujui keinginan pak Nandi.
"Aku masih takut," gumam Bella.
Beberapa tahun yang lalu setelah Bella melahirkan kembar dan kembar sudah memasuki usia satu atau dua tahun, Bella sempat hamil tapi mengalami pendarahan hebat ketika usia kandungannya berusia empat bulan.
Bella juga mengalami keguguran dan itu membuatnya sangat takut, oleh sebab itu. Bella selalu menunda kehamilan dan bahkan ia sudah menggunakan KB setelah keguguran itu.
Aku sangat mengerti dengan apa yang di alami Bella saat itu, dan aku juga tidak bisa mengatur Bella untuk cepat mengandung lagi.
"Aku masih bisa mengingat dan merasakan saat sakitnya keguguran," ucap Bella sambil memegangi perut ratanya.
Aku menyentuh tangan itu dan berkata. "Aku paham Bell, semoga kamu di berikan ketabahan untuk semua ini. Percayalah akan ada rasa bahagia setelah sakit yang kamu rasakan," kata ku sambil menguatkan Bella.
"Terimakasih, Yuna!" Bella langsung memeluk erat tubuhku dan aku membalas pelukan itu.
Kali ini, aku sangat merasakan sesuatu yang berbeda dari Bella. Entah rasa apa yang aku rasakan saat ini pada sahabatku sendiri.
Namun, aku akan selalu mencoba menyadarkan Bella ketika dirinya sedang berada di jalan yang salah.
Salah satunya saat bertemu dengan Juno yang seperti tadi ia ceritakan. Semoga, Bella dan Juno sadar akan jalan yang salah seperti ini.
Aku melepaskan pelukan Bella dan berkata. "Bell, anak-anakku mau nonton bioskop sama anak-anak kamu?" tanyaku sambil menatap Bella.
"Entah, semalam anak-anakku minta izin tapi aku pikir mereka hanya bercanda saja jadi aku tidak izinkan," jawab Bella sambil menjelaskan.
"Oh gitu," aku hanya manggut-manggut saja.
"Emangnya kenapa?" Bella berbalik tanya padaku.
"Tidak apa, semalam juga anak-anakku meminta izin dan aku mengizinkan mereka, tapi aku mau tanya nanti mereka nonton di dampingi siapa?" jawabku sambil memberikan pertanyaan lainnya.
"Hem, aku tidak tau," jawab Bella dengan gelengan kepalanya. "Sepertinya mereka tidak akan jadi nonton karena aku tidak izinkan," sambung Bella.
"Ya sudah!"
Aku paham kenapa Bella tidak izinkan, mungkin saja ia juga memikirkan siapa yang akan mendampingi kedua anaknya kalau mereka akan nonton bioskop.
Karena Bella tengah antusias membahas bisnis saat ini, jadi dia seperti tidak tertarik membahas anak-anak.
***
Pukul 4 sore.
Aku dan Yunki baru saja sampai di rumah, saat aku dan Yunki keluar dari mobil. Keenam anak-anak kami sedang bersantai di halaman depan, mereka langsung menghampiri kami saat melihat kami sudah pulang.
"Mama, pulangnya lama sekali," celetuk Winda yang sudah berdiri di hadapanku.
Aku langsung melirik jam tangan dan berkata. "Loh, mama memang biasa pulang jam segini," ucapku.
"Tidak, mama biasanya pulang jam dua siang hahaha!" Wendi tertawa setelah mengatakan itu.
"Bercanda saja kamu, mana mungkin mama bisa pulang jam dua siang," aku hanya geleng-geleng kepala saja.
Aku dan Yunki langsung masuk ke dalam rumah, keenam anak-anak kami masih di halaman depan karena mereka sedang bersantai sambil bermain bersama.
Sampai di dalam rumah terlihat bi Ika tengah sibuk untuk menyiapkan makan malam. Namun, bi Ika selalu menyapa dan menyambut kami dengan sangat ramah.
Setelah itu. Aku dan Yunki langsung masuk ke dalam kamar. Aku langsung merebahkan tubuhku di atas kasur dengan kakiku yang menyentuh lantai.
"Mandi dulu sayangku," ucap Yunki yang melepaskan jas kerjanya.
"Iya sebentar dulu sayang," balas ku yang sesekali memejamkan mataku.
Hari ini aku mengalami hari yang cukup lelah, apa lagi kedatangan Bella saat itu membuatku sakit kepala.
Ingin sekali aku bercerita pada suamiku masalah Bella, tapi aku tidak mau suamiku tau keburukan sahabatku sendiri.
Setelah berpikir keras, akhirnya aku memutuskan untuk tidak berbicara mengenai Bella pada suamiku sendiri.
"Sayang, tadi Bella ngapain ke kantor kamu?" Tiba-tiba Yunki menanyakan hal itu.
Sekilas aku menoleh ke arah Yunki yang sudah berdiri di depan tempat tidur. Wajahnya Yunki sangat penasaran kenapa Bella pagi-pagi sekali sudah ke kantor sang istri.
Aku mencoba bangun dari baringku dan duduk di kasur, lalu Yunki mengikuti duduk di sampingku.
"Bella hanya ingin bisnis dan mengelola perusahaan keluarganya," jawabku sambil tersenyum.
'Maafkan aku berbohong padamu, sayang,' batinku lalu menundukkan kepala.
"Oh begitu, apa Bella ingin berbisnis juga seperti mantannya hahah," celetuk Yunki.
Mendengar itu membuatku langsung mengangkat kepala dan menatap Yunki dengan tajam. Sepertinya suamiku juga memiliki pikiran ke arah situ.
Namun, aku mencoba mengalihkan pikiran suamiku itu dengan membahas hal lain.
"Sayang, aku ingin ke rumah ibu dan ayah," ucapku.