Chereads / TERSAKITI DALAM SETIA / Chapter 9 - Imbas Hingga Benci Diri-Sendiri

Chapter 9 - Imbas Hingga Benci Diri-Sendiri

KEMBALI KE MASA KINI.

Setelah merenungkan kisahnya, Afwan kembali menangis.

Rio turun ke lantai bawah ketika ada seseorang yang mengetuk pintu. Rio membuka pintu dan melihat sosok Arif orang yang menjadi salah satu penyebab rumah tangga Afwan menjadi hancur.

"Untuk apa kamu ke sini. Kamu sudah berhasil kalau mau membuat keluarga Afwan hancur. Kamu sudah berhasil, luar biasa kan?" Sindir Rio bertepuk tangan.

"Maaf, saya hanya ingin bertemu dengan Afwan. Ada sesuatu hal penting yang harus kuberitahu dengannya. Ini menyangkut Sayida."

Rio akhirnya mengizinkan Arif masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Afwan. Rio tetap menjaga dua laki-laki itu takutnya akan terjadi hal buruk jika meninggalkan mereka.

"Afwan, Ini aku Arif," ucap Arif berniat mengambil atensi Afwan yang terus menatap foto Sayyida.

Afwan perahan menoleh dan menatap Arif dengan tatapan benci. "Puas kamu sekarang? Puas kan! Istriku telah pergi dariku, itu karena kamu!"

"Mungkin kata maaf tidak cukup untuk itu. Tapi, aku ke sini bukan untuk menjelaskan semuanya karena aku rasa semua itu percuma." Arif menjeda sesaat dia membuang napas pendek.

"Sebenarnya ... Sayida sedang mengandung anakmu Afwan. Bukan hanya satu tapi, 2 calon bayi."

Wajah Afwan langsung tanpa ekspresi setelah mendengar berita itu. Yang seharusnya adalah berita bahagia yang dia akan terima dari istrinya, tapi itu hanya mimpi sekarang. Sayyida telah pergi.

Tak hanya Afwan, Rio pun sama terkejutnya. "Nyoya me-mengandung?"

"Sayyida sangat bahagia mengetahui itu dan ingin memberitahukan mu ketika pulang dari perjalanan bisnis. Tapi ... Semua kesalapahaman ini malah terjadi. Maafkan aku. Aku hanya mantan kekasihnya." Arif pergi.

***

3 tahun berlalu sangat cepat semenjak kepergian Sayyida dari kehidupan Afwan. Banyak perubahan yang terjadi di dalam diri Afwan yang sekarang. Sikapnya sangat dingin pada semua orang. Dia bahkan menjadi kejam dan tidak lagi mengajar santri, sementara di kantor dengan memberhentikan karyawan OB yang tidak sengaja menumpahkan secangkir kopi ke dokumen penting milik Afwan.

"Permisi Bos, ada yang ingin bertemu dengan Anda." Sosok Rio muncul di hadapan Afwan.

"Siapa?" tanya Afwan masih sibuk pada laptopnya.

"Alan."

Mendengar nama itu, Afwan mengangkat kelapa dan menatap Rio lurus. "Biarkan dia masuk."

Rio menganggauk dan undur diri dari hadapan Afwan. Tak lama setelah Rio keluar sosok Alan masuk ke dalam ruangan Afwan.

Afwan terus mengamati sosok Alan yang terus maju.

"Boleh aku duduk?" tanya Alan dengan nada santai.

"Silahkan," balas Afwan tak kalah santai.

"Sekarang apa yang ingin kau lakukan? Kenapa kau tak menjemput Sayida kembali ke sisimu?"

Afwan tersenyum sinis, "Lalu dia akan semakin membenciku? Begitu kan maumu?"

"Lalu kamu mau sampai kapan hm? Kau membiarkan istrimu semakin jauh darimu. Bukan hanya Sayida tapi, pikirkan dua anakmu. Dia butuh seorang Ayah. Kuburlah sikap egoismu."

Afwan sebenarnya sudah mengetahui keberadaan istri dan kedua anaknya yang telah lahir dan tumbuh dengan sehat. Mereka hidup di negara Paris bersama sosok Deril. Orang yang membawa istrinya selama ini.

Namun, Afwan tidak menyalahkan sosok Deril. Sebaliknya, dia merasa sangat berterima kasih karena telah menjaga istri dan anaknya dengan baik sampai saat ini.

Sosok Alan lah yang membantu Afwan menemukan kebenaran istrinya. Bahkan Sayida masih berhubungan baik dengan sahabatnya itu. Dan dari Alan lah Afwan mendapat semua informasi yang menyangkut Sayida dan anak-anaknya.

"Kau menjadi seorang pengecut!" Tekan Alan menatap Afwan dengan tajam.

"Kalau begitu aku harus apa? Katakan apa yang harus aku lakukan hah?" balas Afwan dengan nada tinggi yang bercampur kemarahan tertuju pada dirinya sendiri.

Afwan masih menyalah dirinya atas semua yang telah terjadi. Karena memang murni kesalahannya yang tidak mempercayai istrinya. Tidak percaya cinta tulus dan kesetiaan Sayida untuknya.

Alan berdiri dan melemparkan beberapa lembaran foto pada Afwan.

"Kalau kau masih mencintainya kau pasti akan cemburu melihat itu. Apalagi kau masih berstatus suaminya kan? Tapi ... Kalau memang kau tak punya rasa lagi dengannya. Lepaskan dia dan biarkan dia bahagia dengan yang lain."

"Pesanku hanya satu itu Afwan. Berpikir lah sebelum kau bertindak. Permisi!"

Alan benar-benar keluar dari ruangan Afwan meninggalkan laki-laki itu yang terdiam melihat foto-foto kebersamaan Sayida bersama anaknya dengan sosok Deril.

Perlahan tangannya meremuk kertas foto di tangannya. Cemburu? Itu sudah pasti! Afwan sedari dulu menahan rasa cemburunya ketika melihat Sayida dan Deril bersama. Namun, dia bisa apa? Semuanya terjadi karena Afwan sendiri.

"Aku takkan menyesali keputusanku kali ini."

***

Di sisi lain seorang perempuan tengah duduk di kursi panjang sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya. Matanya terpejam untuk meresapinya. Kegiatan perempuan itu berlangsung cukup lama.

"Mama! Mama!"

Suara-suara itu terdengar bersamaan dengan sentuhan tangan-tangan mungil di rasakannya. Perempuan itu akhirnya membuka mata. Perlahan senyum manisnya terukir indah di wjaahnya ketika melihat duq malaikat kecil di hadapannya.

"Halo, Sayang. Akhirnya kalian datang, Mama rindu banget." Memeluk satu anak laki-laki yang ada sejak tadi meminta untuk di gendong.

Yah, itu adalah Sayida bersama dengan anaknya.

"Dafa mau Mama!" Rengek seorang anak laki-laki dalam gendongan Deril.

Deril terkekeh dan akhirnya menurunkan anak bungsu itu ke bawah. Seketika Data berlari kecil ke arah Sayida dengan tangan yang terentang. Sayida langsung mengambil Dafa ke dalam gendongannya.

"Emmm ... Dafa Rindu Mama ya?" tanya Sayida mengelus-elus rambut anaknya penuh kasih sayang.

Melihat adiknya di gendong Sayida. Anak laki-laki lainnya pun ikut merengek meminta untuk di peluk. Deril akhirnya membantu mereka untuk naik ke atas bangku panjang agar Sayida bisa memeluk sekaligus tiga anaknya.

"Rafa dan Dafa mau makan permen gak? Nih, Paman punya loh," ucap Deril menunjukkan tiga permen lollipop ke pada tiga anak itu.

"Mau! Mau! Mau!" Mereka langsung melepas pelukan dari Sayida dan sekarang hany fakus pada permen Deril.

"Ya sudah, kalian duduk baik-baik baru Paman akan kasih."

Mereka langsung menurut dan duduk dengan teratur. Dafa duduk di tengah-tengah antara Rafa dan Deril. Kini anak-anak itu sedikit lebih tenang setelah di beri permen.

Sayida tersenyum memandangi anaknya dari samping.

"Mereka bertiga itu sangat aktif ya?" tanya Deril bersedekap dada menatap dua bocah laki-laki itu. Lalu tatapannya mengarah pada Sayida. "Kamu pasti kesusahan merawat sendirian kan?" tanya Deril pada Sayida.

"Tidak. Aku malah senang memiliki mereka dalam hidup ini. Karena dengan kehadiran dua malaikat ini aku tidak merasa kesepian."

"Huh," membuang napas dan duduk di samping Sayida. "Tidakkah lebih baik kalau kamu menerimaku sebagai ayah dari mereka saja hm? Kita akan sama-sama merawat mereka bertiga."

Sayida hanya tertawa tanpa suara. Kalimat itu sudah di dengarnya untuk kesekian kalinya dalam kehidupan barunya saat ini. Deril memang tidak seburuk yang Sayida pikirkan walau Deril seorang mafia. Sosok laki-laki itu sangat penyayang dan pengertian padanya ataupun pada anak-anaknya.

Deril telah melamarnya dan mengajaknya untuk menikah namun, Sayida tak pernah memberikan jawaban.

"Aku masih menjadi istri sah dari Afwan. Jangan menunggu apalagi berharap lebih dariku. Carilah perempuan yang lebih baik dariku Deril, biarkan aku tersakiti dalam setiaku."

"Hais, aku tidak ingin yang lain. Yang aku inginkan hanya kamu Sayida, kamu! Ya sudahlah, hari ini aku gagal. Besok aku akan mencoba lagi."

Jelas-jelas itu adalah kalimat penolakan halus dari Sayida namun, Deril seperti laki-laki yang tak punya rasa sakit hati. Dia bahkan tetap menjadi Deril yang dulu dan setia menjadi penjaga tiga anak Sayida ketika perempuan sedang itu bekerja di butiknya. Yah, Sayida membangun bisnis butik di kota Paris agar mempunyai penghasilan sendiri. Dia tak ingin Deril terus menerus membantunya.

"Oh ya. Aku akan pergi ke Indonesia untuk sesuatu hal. Jaga dirimu baik-baik"