Sedangkan Deril yang mendengar itu diam mematung.
Tanpa memperdulikan ucapan Lea, Deril menarik tangan Lea dan membawanya masuk ke dalam mobil.
"Hei, apa yang kau lakukan?!" Lea berusaha mengeluarkan tangannya dan keluar dari dalam mobil Deril saat Deril mendorongnya masuk. Akhirnya Lea pun terduduk paksa di dalam mobil dengan Deril yang terus memegangi tangannya.
Deril hanya terdiam dan sibuk membuat tangan Lea untuk berhenti bergerak. "Bisakah kau diam sebentar? Aku ingin membalut lukamu," ucap Deril dingin.
Lea mendengar itu menghentikan gerakan tangannya, membiarkan Deril membalut luka di tangannya. Ia memperhatikan seksama saat Deril dengan hati hati mengambil sebuah kain di dalam saku jasnya dan membalut lukanya. Matanya menyipit saat melihat kain berwarna putih di tangan Deril.
"Bukankah ini mitelaku?" ucap Lea yang di balas anggukak kecil oleh Deril. "Kau masih menyimpannya?"
"Masih, memang kenapa?"
"Tidak," jawab Lea singkat , kemudian terdiam.
Deril mengikat kain tersebut dengan kencang, " kita ke dokter sekarang," ujar Deril pelan.
"Tidak perlu, aku bisa mengobatinya sendiri. " Tolak Lea cepat. Deril menatapnya dingin dan menatap tajam.
"Seharusnya kau tak harus ikut campur dengan urusanku," ucap Deril dingin.
"Aku tidak pernah berniat ikut campur dalam urusanmu. Hanya saja kau yang entah mengapa selalu melakukan itu di depan mataku, sehingga sebagai manusia yang masih memiliki hati nurani aku Refleks menolongnya."
Deril menghempaskan tangan Lea. "Dengan mengorbankan keselamatanmu sendiri?!" Tanyanya tajam. "Jangan bertindak bodoh, Lea! Kau harus tau terlebih dahulu, siapa orang yang kau selamatkan," ucap Deril geram.
"Aku memang tidak tau. Tapi yang aku tau menyelamatkan seseorang itu kewajiban. Bukankah semua manusia masih memiliki hak hidup? tak ada yang tak pantas hidup " tutur Lea.
"Dengan membuat dirimu terkuka? iya." geram Deril.
"Ini hanya kecelakaan." Lea mengangkat tanganya yang terbalut kain putih, kini kain tersebut sudah penuh dengan bercak darah yang mulai merembes keluar. Pendarahannya seperti belum berhenti padahal balutanya sudah cukup keras. "Aku sudah menjelaskan padamu, jika aku melakukannya secara Refleks. Aku manusia biasa , yang masih memiliki hati nurani, empati, dan simpati mangkanya melihat kejadian yang tadi hatiku tergerak untuk menolongnya." jelas lea kesal.
Deril mengangkat alisnya sebelah. "Kenapa kau bisa ada di sana?" tanyanya curiga. "Kau mengikutiku?"
Lea mengangguk cepat."Iya." sahutnya cepat. "Aku mengikutimu." ucapnya berani.
"Kenapa kau mengikutiku?"
"Ya kau sendiri, tiba tiba pergi ketika aku akan berkata panjang lebar. Dan entah kenapa juga, hati kecilku menyuruhku untuk mengikutimu. Dan aku meminta dia untuk mengantarkan ku untuk membuntutimu," jelas Lea sembari menunjuk pria yang lebih muda di banding Exhel yang tak lain ialah Mark.
Deril pun menengok ke arah yang di tunjuk oleh Lea. Seketika Deril pun akan bangkit keluar dari mobil untuk menghampiri Mark memberikan pelajaran. Namun, belum saja sampai membuka pintu pergelangan tangan Deril di pegang oleh lea.
"Mau kemana? Mau menghakiminya? Iya?" tanya Lea dingin.
"Tidak. Aku hanya akan memberikan sedikit pelajaran kepadanya agar tak bertindak seenaknya. Karena di sini aku lah atasan mereka. Jadi mereka tak pantas bertingkah semena mena tanpa adanya seizin dariku," tegas Deril.
"Dengan cara menyiksanya dan menyakitinya bahkan bisa saja kau membunuhnya. Iya!" tutur Lea.
"Tidak kah ada rasa sedikit saja rasa kemanusiaan di hati Nuranimu. Tidak kah kau berfikir sedikit saja jika kau menghabisi nyawanya, lalu bagaimana dengan keluarganya. Mereka menghormatimu karena kau tuannya, tapi adakah kau rasa memuliakannya juga? Padahal mereka selalu memuliakan dan menghormatimu. Sebenarnya bagaimana cara kerja otakmu itu. Ingat. Jika kau ingin di hargai maka hargailah orang lain terlebih dahulu," tutur Lea yang membuat Deril terdiam.
Manik mata biru milik Deril menatap Lea.
"Baik. Kau boleh berkata apapun, bertingkah seperti apapun, meminta apapun, dan memerintah Anak buahku seperti apapun." Ucap Deril dingin.
"Kau bilang kau memiliki hati bukan?" lanjut Deril.
Yang langsung di angguki oleh Lea. "Ya tentu saja."
"Kalau begitu gunakan hatimu untuk hal lain."
Lea mengernyit tak mengerti. "Maksudmu?"
Deril mengehela nafas, wajahnya mulai mendekat pada lea yang langsung memundurkan tubuhnya. "Gunakan hatimu untuk mencintaiku."
Lea yang mendengar itu mengerjapkan matanya berulang kali sembari menatap Deril.
Harusnya kata kata itu bisa menjadi sebuah permintaan yang membuat siapapun berbunga bunga. Hanya saja kata kata itu terlontar dari mulut seorang Deril Giorgi Erwards yang sepertinya lebih terdengar seperti perintah. Bukan permintaan.
Menurut Lea. Yah, mungkin wajar saja Deril berbicara seperti itu kepada setiap wanitanya yang telah dekat denganya. Deril seorang yang tampan dan kaya. Siapa yang tak akan terpesona dengannya? Namun, hal itu berubah tak wajar karena Deril mengucapkan kata kata itu kepadanya.
Lea tidak tau apa yang tengah di rasakannya saat ini, yang pasti ia sekarang merasa bingung dengan kelakuan pria yang ada di hadapanya ini . Sangking tidak habis pikirnya, ia hanya bisa menatap Deril dengan Ekspresi bingung.
"Aku ingin kau menjadi Wanitaku seutuhnya."
Lea hanya bisa mengerjapkan matanya lagi. Tangannya terangkat menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Apa katanya tadi? Apakah ia tak salah dengar? Menjadi Wanitanya? Tidak cukup kah pria ini membuatnya bingung, sekarang ia malah menambahkan kebingungannya dua kali lipat dan membuatnya semakin pening.
"Apa Maksudmu?" hanya kata itu yang dapat terucap dari bibir Lea yang dari tadi hanya kebingungan akan menjawab apa.
"Aku ingin kau menjadi kekasihku, Adellea Fajrin Elvara."
Apa katanya? Kekasihnya? Lea tertawa keras, tubuhnya tersandar ke belakang sembari menatap Deril. "Kau sungguh hebat sekali membuat lelucon di siang siang hari seperti ini." ucap lea bersama kekehannya.
"Ini bukan lelucon lea. Aku serius." Ucap Deril menggeram marah. Manik mata birunya menatap Lea tajam.
"Ku tegaskan sekali lagi. Aku ingin kau menjadi kekasihku. Addelia Fajrin Elvara."
Lea yang mendengar itu langsung memberhentikan tawanya seketika. "Aku tidak tertarik." jawab Lea sekenanya, lalu ia mulai bergerak untuk keluar dari mobil milik Deril. "Dan terima kasih atas pertolongan pertamanya." Lanjutnya sebelum dirinya benar benar keluar dan membanting pintu mobil Deril dan berlalu pergi.
Deril menyandarkan punggungnya ke belakang sambari mengehal nafas kesal. Tanganya mengepal menahan kesal." Kenapa gadis itu sangat sulit di dapatka!" geramnya.
Deril terdiam sejenak. Tiba tiba senyum kecil terbit di sudut bibirnya, mengingat apa yang baru saja ia lakukan. Sulit di percaya, ia berubah menjadi seperti ini hanya karena gadis itu? Dan apa tadi. Dirinya meminta Lea untuk menjadi Kekasihnya? Haisss ... Bagaimana mungkin kata kata itu bisa terlontar dari mulutnya? Sungguh sangat aneh untuk dirinya