Chereads / TERSAKITI DALAM SETIA / Chapter 13 - SEPERTI INILAH DERIL

Chapter 13 - SEPERTI INILAH DERIL

"Ahh ... Walaupun aku tak paham, tapi bisakah kau keluar? Tidak baik bukan jika hanya kita berdua yang ada diruangan ini. Takut akan menimbulkan sesuatu yang tidak di inginkan," tutur Lea.

Exhel hanya melihat sekilas jam di tangannya.

"Aku beri kau waktu 5 menit dari sekarang untuk sekedar membasuh wajahmu," ucap Exhel dingin.

Lea hanya bisa mengangguk.

"Sungguh aneh. Memang aku sedang mengikuti pesantren, sehingga apapun di beri waktu," gumam Lea ketika Exhel sudah keluar dari ruangan itu. Dan Lea berjalan menuju ke kamar mandi.

Lima menit lebih lea keluar dari ruangannya. Dengan kondisi yang sudah rapih, namun tidak dengan pakainnya, yang masih sama seperti kemaren malam.

"Kau melebihi waktu aku berikan, Nona." Suara itu membuat Lea sedikit terkejut. Ia adalah Exhel yang sudah berada di sampingnya dengan pandangan lurus dan tak lupa wajah datarnya.

"Iya maaf, kan sholat juga. Bukan kah kau tau jika sholat itu ialah kewajiban," gumam Lea.

Exhel pun kemudian melangkah pergi tanpa menjawab sepatah kata pun ucapan Lea. Sebenarnya lea takut, namun ia bisa apa, ia sekarang hanya dapat mengekor di belakang Exhel.

Langkah Exhel melambat di ikuti Lea di belakangnya. Ternyata Exhel membawanya ke Ruang makan.

Di sana, Exhel dapat melihat tuannya, yang tengah memainkan tabletnya dengan serius.

Sedangkan Lea? Gadis itu nampak bersembunyi di balik pungguh kokoh Exhel.

"Selamat pagi tuan," sapa Exhel sambil menundukkan tubuh sebagai tanda hormat.

"Kau terlambat 1 menit 50 detik, Exhel. Kau tau apa resikomu?" tanya Tuan nya dingin.

Exhel kembali menunduk. "Maafkan saya tuan."

Sedangkan Lea.

"Suara itu ..." batin Lea mengingat ngingat, karena ia merasa tidak asing dengan suara itu.

Giowards atau Deril, berdiri dan membalikkan tubuhnya menghadap Exhel, dan langsung menendang tulang kering kaki kanan Exhel dengan keras.

Exhel tampak meraung kesakitan namun, sebisa mungkin ia tahan dan tetap dengan kondisi awalnya. Berdiri dengan tubuh tegap di hadapan tuannya.

Justru Lea yang memekik terkejut saat Deril menendang Exhel sehingga terdengar di telinga itu.

"Aaa ... Stop! Ini bukan salah tuan Exhel, ini salah saya karena saya yang kelamaan," jelas Lea sambil beralih menatap Deril.

Dan itu tentu saja langsung membuat Lea diam mematung dan terbungkam.

Pekik an Lea, membuat fokus Deril beralih kepada gadis itu.

Ketika kedua mata mereka bertemu, mereka sama sama terdiam.

"Deril ... !"

"Lea ...!"

ucap mereka bersamaan.

Sedangkan Exhel hanya menatap keduanya bingung, apakah mereka saling mengenal? Kapan?

Setalah acara kerkejutan pada diri mereka masing masing, mereka pun sarapan bersama sebelum melanjutkan sesi pertanyaan di antara mereka.

"Jadi kamu anak dari seorang janda gila itu?" tanya Deril sambil menatap lea.

"Janda gila? Maksutmu ibu tiriku itu?" tanya Lea dengan raut wajah bingung.

Deril pun menganggukkan kepalanya ssbagai jawaban. "Yah, bukankah dia gila, menjual anaknya sendiri? Walaupun bukan anak kandungnya. Dan kenapa juga kau bisa memiliki ibu sepertinya."

Lea yang mendengar itu hanya bisa tersenyum kecut. "Dua tahun lalu ayahku meninggal, dia sakit sudah lama dan aku yang mengurusnya. Ibu ku tak pernah mau dia selalu pergi pagi dan pulang pagi. Sehingga suatu saat ayahku mengembuskan nafas terakhirnya ketika aku pulang kuliah. Aku merasa kematian ayahku ada yang mensengaja, karena pada saat itu setelah Cek Up ayahku di kabarkan bahwa kondisinya membaik. Tapi, aku bisa apa. Setelah ayahku meninggal, aku yang banting tulang mengantikan posisi ayah ku. Aku yang bekerja kesana kemari serabutan hanya untuk mendapatkan uang. Entahlah, aku juga tak tau, mengapa dia sebegitu benci nya dengan ku. Aku tak sering di suruh melayani berbagai pria, tapi aku selalu berhasil lolos, aku kerja juga untuknya, kalo tidak ia pasti akan marah, aku juga tak tau mengapa bisa seperti itu," curhat Lea sambari menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong.

Deril yang mendengar itu entah mengapa hatinya sedikit tersentuh. Apakah karena ia terlalu menghayatinya? entahlah.

"Mengapa kau tak melawan?" tanya Deril sembari memincingkan alisnya.

Lea menoleh ke arah Deril. "Bukannya aku tak mau melawan, dan bukan karena aku takut. Tapi, aku masih menghargainya dan menghormatinnya sebagai ibuku. Aku tak punya siapa siapa selain dia. Mau bagaimana pun dia, dia ialah tetap ibuku, walaupun bukan ibu kandungku," lirih Lea di akhir katanya.

"Ah iya, mengapa kau membeliku? dan menseretku kesini? Dan bukankah aku akan di bawa ke tuan Giowards? kenapa menjadi dirimu? " tanya lea ketika tersadar dengan situasi yang ada saat ini.

Deril mengedikkan kedua bahunya. "Sebagai wanitaku, dan aku tak tau bahwa target ini adalah dirimu. Tapi, bukan kah ini bagus? Kau bisa lolos dari janda gila itu? kau tak perlu tau masalah itu, jangan di pikirkan." tanya Deril tersemyun remeh.

"Target? Wanita? Maksutt mu ..."

"Iya" potong cepat Deril. Sembari tersenyum seringai.

Lea yang mendengar itu langsung terbelalak dan bersiap untuk mengeluarkan deretetan penolakan.

Namun, terdengar suara getaran ponsel di sakunya, membuat Lea mengurungkan niatnya untuk mengutarakan deretan penolakan dan bantahan. Matanya kembali mengawasi Deril mengangkat panggilan tersebut.

Sedangkan Lea ia masih menyimpan deretan pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban. Sebarnya Deril itu siapa? kenapa dia bisa membawaku? Dan kenapa semua orang disini seakan akan patih kepadanya? apakah ia semenyeramkan itu? Apa hubungan Giowards dan Deril?

Tak lama Deril mematikan ponselnya dan menatap ke arah Exhel yang duduk di kursi depan.

"Bawa aku ke gedung yang masih di bangun disini." perintahnya.

Exhel menengok ke belakang, menatap lelaki dingin es tersebut. "Lalu bagaimana dengan gadis itu?"

"Biarkan saja, aku yakin dia baik baik saja."

Lalu mobil pun melaju lebih cepat, membawa deril ke sebuah gedung yang masih dalam proses pembangunan. Tak butuh waktu lama, Mobil pun sampai dan Deril turun sambil mengenakan kaca mata hitamnya.

Di depannya tengah berdiri beberapa anak buahnya dan seorang pria yang bersimpuh dengan wajah berlumuran darah.

Deril tersenyum licik, manik birunya berkilat marah. "Apakah kau senang selama ini? Kau mengira bahwa aku tak akan melepaskanmu?" ucap Deril sambil tersenyum miring.

Deril berdiri tepat dihadapan pria itu, begitupun dengan Exhel yang mengikutinya. "Kau pikir aku akan melepaskan kau begitu saja. Setelah penghianatan yang kau lakukan padaku? Iya?! Jangan harap." Suaranya sungguh dingin dan tajam, membuat pria yang ada di hadapan nya kini mengigil ketakutan.

"Sa-sa-saya minta maaf tuan," ucap pria itu terbata bata sembari berlutut di bawah kaki Deril.

Melihat pria itu memegang ujung sepatunya, Deril langsung menendangnya hingga ia tersungkur ke tanah. "Seharusnya kau tak melakukan itu. Kau sudah bertindak bodoh karena berurusan denganku."

"Pisauku." Deril sembari mengadahkan tangannya pada Exhel. Dengan segera Exhel menyerahkan sebelah pisau yang di ambil dari dalam koper kepada Deril. "Buat dia berdiri."

Anak buah Deril segera mengangkat pria itu berdiri, mengapitnya dan memegang lengannya dengan erat. Sedangkan pria itu memelas dan meminta ampun. "Saya minta maaf tuan, kasihanilah saya."

"Tidak! Tidak ada ampun bagi seorang penghianat." senyum licik mulai terukir di wajahnya.

"Harusnya kau tau bahwa aku tidak akan membuat ini lebih mudah untukmu." lanjut Deril.

"Tuan, tidak seharusnya kah kita bersenang-senang dulu?"

Exhel yang berdiri di belakang Deril tersenyum kecil. Nada suaranya terdengar santai namun penuh makna yang mengerikan.

Deril menatap Exhel sekilas dan berfikir beberapa saat. "Ide Bagus.' jawab Deril. Pria itu yang mendengarnya langsung menampilkan ekspresi panik.

"Tidak tuan, saya mohon ampuni saya tuan, ampuni saya," rengek pria itu dengan mengeluarkan setetes air mata dari pelupuk matanya.

"Sudah kubilang, tidak ada ampun bagi seorag penghianat. Mengerti?!" tegas Deril. Matanya kemudian menatap seluruh anak buahnya, memberi tanda untuk segera mengambil tindakan. Dan dalam hitungan beberapa detik, semua anak buahnya memulukuli pria itu dengan membabi buta tanpa ada belas kasihan dan ampunan.

Pukulan demi pukulan menghantam wajah pria itu, hingga darah darah segar mulai keluar dari seluruh lubang tubuh.

Deril menatap semua itu dengan Manik mata birunya, tanpa Ekspresi apapun. Tangannya terangkat saat pria itu sudah berada di ujung nyawanya. Tentu saja ia tak mau melewatkan bagaian terpenting dalam adegan di depannya. Kematian dan sayatan dari pisau kesayangannya.

"Angkat dia lagi." Perintah Deril, yang langsung di turuti oleh para anak buahnya.

Senyum licik tersungging di bibir tipis Deril. Ia menatap pisaunya yang mengkilap terkena cahaya matahari, yang membuatnya semakin bersemangat untuk menusukkan pisau tersebut pada tubuh pria itu.

"Ada kah pesan terakhir yang ingin kau ucapkan?" ucap Deril sembari tersenyum miring.

Pria itu sudah tak berdaya dengan keadaannya yang mengenaskan sekarang.

Deril melimpar pisaunya ke udara, lalu menangkapnya kembali dan mengarahkannya kepada pria itu. Saat pisau itu hampir menusuk dadanya, sebuah tangan menahannya dengan cepat pada mata pisaunya. Darah segar pun mengalir dari tangan tersebut, membuat pisau yang tadinya bersih, kini sudah berlumuran darah.

Deril mengalihkan pandangannya pada seseorang yang mengahalangi kegitannya. Dan matanya terbelalak saat melihat sosok yang ada di depannya.

"Lea," lirih Deril dengan ekspresi muka yang terkejut.

"Lea!" Dengan kasar Deril melampar pisaunya ke tanah.Matanya mengkilat tajam menatap Lea yang menahan perih di tanganya hanya diam di tempatnya. Semua orang disana termasuk Exhel terkejut menatap apa yang terjadi. Mereka tidak tau dari mana Lea muncul dan tiba tiba menghadang pisau yang seharusnya tak tertuju kepada lea.

"Bodoh! Apa yang kau lakukan?!" Deril meraih tangan Lea seketika. Darah segar terus mengalir dari telapak tangan Lea, membuatnya semakin Khawatir. "Apa yang telah kau lakukan Lea?!" Bentak Deril.

Lea melepaskan tangannya dari gengaman Deril. "Justru aku yang harus bertanya seperti itu kepadamu. Apa yang kau lakukan? Kau ingin membunuh orang lagi?" tanyanya datar.

"Bukan urusanmu," ucap Deril dingin dan mendesis tajam.

"Perkataanmu itu Bullshit. Bukankah, dulu kau sendiri yang berani memastikan semuanya akan berubah? Tapi apa? lihat sekarang semua tetap saja sama. Sama sama di pertemuan yang selanjutnya melihat kau membunuh seseorang. Apakah ini yang kau namakan perubahan tuan?" tanya Lea. Yang membuat semua anak buah Deril terdiam menyaksikan perdebatan yang sangat langka bagi mereka.