Pelan-pelan terbawa suasana dalam keromantisan. Tatapan Afwan itu membuat Sayyida meneteskan air mata.
Afwan segera meletakkan Juz Amma nya. Menaikkan wajah istrinya.
"Kenapa kamu kembali menangis? Apa aku menyakitimu? Apa kamu rindu dia?" tanya Afwan juga dengan suara terpecah. Sayyida menggelengkan kepalanya pelan lalu memeluk Afwan.
"Subhanallah ... Aku merasa sangat nyaman. Sanking nyamannya aku bahagia berada di sampingmu. Terima kasih kamu sudah bersedia dan berada di sisiku. Tidak bisa lagi Aku mengatakan hal lain kecuali. Aku juga mencintaimu sepenuh hati. Aku kira aku tidak akan hidup lagi. Aku kira aku akan pergi dengan cepat. Aku tidak apa-apa. Nanti jika berat badanku bertambah dan kamu mencintai gadis lain aku tidak apa-apa."
Mendengar ucapan istrinya Afwan menaikkan dagu Sayyida.
"Maksudmu apa? Sekarang ini hanya kamu duniaku. Sekarang ini yang terpenting adalah kamu."
"Beribadah bersamamu," sahut Sayyida sangat cepat membuat Afwan terbelalak. "Aku tahu kamu menahan inginmu. Aku sudah halal bagimu jadi lakukan. Jangan ditahan lagi. Aku tidak sakit lagi jika kamu ada di sampingku. Aku tidak cemas lagi jika kamu berada di sini. Aku bersungguh-sungguh," ujar Sayyida lagi. Dia benar-benar berusaha meyakinkan suaminya.
Sayyida duduk di atas pangkuan Afwan. Afwan menatapnya dengan penuh perasaan yang teramat dalam.
"Kamu lebih agresif ketimbang aku," kata Afwan.
"Aku tidak percaya jika aku lebih agresif ketimbang kamu. Aku yakin kamu lebih agresif ketimbang aku. Hanya saja karena rasa cintamu kamu menahan agar aku tidak kesakitan. Aku sama sekali tidak kesakitan. Biarkan aku melayanimu. Karena itu ladang pahala ku," ujar Sayyida.
"Kenapa tetap diam saja?" tanya Sayyida kepada suaminya. Afwan membelai wajah Sayyida.
"Aku pernah dengar, jika seorang istri menawarkan lebih dahulu itu pahalanya lebih besar. Kamu sudah mendapatkan pahala. Dengan mengajakku. Aku sangat suka. Aku sangat bersyukur. Aku sangat beruntung karena dimiliki kamu. Jadi, Jika kamu benar-benar ingin melakukannya sekarang dan itu membuatmu bahagia aku akan melakukannya. Tapi kenapa tiba-tiba aku seperti ini ya? Biasanya kan aku bar bar. Aku tidak tega jika aku menyakitimu. Aku mohon kamu harus jujur, nanti ketika aku melakukannya. Kamu harus belajar merasakan sakit atau tidak. Karena cinta sesungguhnya sama sekali tidak melukai. Jika kamu merasakan sakit aku lebih sakit darimu. Aku terlalu puitis." Kedua pengantin ini saling menyandarkan kening. Saling tersenyum bahagia dalam dekapan."
"Kenapa kamu bisa menangis? Jangan menangis seperti itu. Aku sedih jika kamu menangis," tanya Sayyida dengan suara serak berat yang kemudian menatap suaminya.
"Air mata ini tanda cintaku kepadamu. Hik hik hiks est ... aku mencintaimu. Aku ingin terus mengatakan itu. Aku ingin terus mengatakan aku mencintaimu."
Melihat Afwan yang benar-benar tulus dengan penuh kebahagiaan tapi juga Haru. Membuat kedua pasangan ini menangis bahagia.
"Syukur kepada Allah. Dalam hatiku terus mengucapkan Alhamdulillah. Aku sangat takut kehilanganmu. Aku meminta waktu agar aku bisa membahagiakanmu.
Apa kau tahu, selama ini. Setelah lulus SMA. Setelah kamu pergi tanpa kabar. Aku berusaha mencarimu untuk minta maaf. Aku sekarang ini ingin menangis dan tertawa. Sungguh aku sangat bahagia."
Afwan mengatakan karena mamang mereka teman saat SMP dan SMA itu dengan menaikkan wajah keduanya saling menatap dengan mata berkaca-kaca. Menarik wajah istrinya mendekat.
"Aku gugup. Jadi tidak buat anaknya?" tanya Afwan kemudian. Sayyida tertawa lepas.
"Aku juga gugup. Seperti ada kembang api yang terus menyala di dalam hati. Sulit dipadamkan," kata Sayyida jujur. Keduanya tertawa dan kembali menyadarkan kening.
Melihat Sayyida yang meringis kesakitan. Afwan segera bangun dari tempat duduknya dia mengambil kotak obat.
"Mari sini diobati dulu," ajak Afwan yang baru tahu jika istrinya terkena luka bakar. Sayyida pelan-pelan turun dari ranjang kemudian berjalan ke sofa.
Luka di punggung Sayyida begitu sangat menyayat hati Afwan. Afwan teringat luka itu saat berada di rumah sakit.
Dengan pelan-pelan sangat berhati-hati agar tidak menyakiti. Afwan membuka gamis Sayyida di bagian kaki. Melihat luka itu, semakin sedih.
Dengan pelan-pelan dia mulai melepas perban yang melingkar itu. Afwan melihat wajah tegang dari Sayyida.
"Apa terlalu sakit?" tanya Afwan seakan-akan dia juga merasakan sakit yang diderita . Melihat luka itu yang semakin jelas. Afwan semakin tidak kuasa menahan air matanya karena baru melihat keadaan Sayyida.
"Est ... eh. Ya Allah ini sakit," keluar ini benar-benar kesakitan sampai dia meremat sofa.
Walau berdesir perasaan unik di dalam hati. Benar tidak berani menyentuh istrinya karena sangat menghargai dan menyayangi wanita itu. Dia tidak ingin istrinya salah paham tentang perasaannya. Dia berniat untuk menunggu istrinya sampai siap.
Pelan-pelan Afwan terus memberikan obat kepada luka itu. Penuh goresan luka dan tidak mulus lagi.
"Maafkan aku ...." Sayyida menangis di dalam pelukan suaminya yang menundukkan kepala.
'Aku harus lebih kuat darinya. Bagaimanapun sekarang aku harus selalu melindunginya. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang pernah dialami dia. Ya Allah ... Sesungguhnya setiap apapun mempunyai hikmahnya. Setiap cobaan yang kau berikan pasti ada jalan keluarnya. Aku adalah jalan keluar Sayida. Pasti ada tujuan tertentu dari takdir Engkau.' batin Afwan.
Afwan menatap istrinya. "Seharusnya aku tidak menangis seperti ini. Jangan minta maaf. Kamu tidak melakukan kesalahan apapun. Semua pasti ada hikmahnya. Sabar pun pasti mempunyai balasan yang lebih indah nantinya. Semua tergantung waktu dan tergantung orang yang menjalaninya. Masalahmu selama ini berat. Dan semoga dengan menikah denganku aku selalu membahagiakanmu. Membahagiakan lahir batin mu. Aku selesaikan dulu memasang perbannya. Aku tidak akan menangis lagi. Kamu tidak boleh menangis," ujar Afwan lalu mengusap pipi Sayyida dengan sarung tangan.
Sayyida kembali membelakangi suaminya. Pelan-pelan Afwan mengoleskan beberapa obat.
"Sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu. Mas, aku tidak ingin merasiakan. Mas Arif masih hidup," ujar Sayyida. Afwan sangat terkejut, bola matanya kesana-kemari tidak tenang lalu berkaca-kaca.
"Alhamdulillah. Ya Allah terima kasih," Afwan sangat bersyukur lalu memeluk istrinya karena takut jika sang istri akan kembali kepada Arif.
"Maafkan aku yang selalu sedih, sekarang ini aku sangat mencintaimu karena Allah. Aku tidak akan bersedih lagi, aku sangat bersyukur Allah menyatukan kita. Walau awalnya banyak kesalah fahaman sekarang aku melihat dan semua akan baik-baik saja.Uhibbuka Mas," kata Sayyida. Afwan mengecup kening istrinya dengan ketakutan.
"Apa kamu akan kembali kepadanya?" tanya Afwan. Sayyida menatap lalu menggenggam tangan Afwan.
"Tidak aku akan tetap bersamamu." Sayida membuat Afwan menangis bahagia.
"Terima kasih. Dan besok aku pamit untuk perjalanan bisnis."
"Emmm."
"Kenapa?" tanya Afwan menatap Sayida.
"Akan ada rindu," kata Sayida membuat Afwan gemas lalu menciumnya. "Oh ya, besok aku akan sibuk di restoran."