Galaxi dan Bintang tampak serius duduk saling berhadapan, tatapan tajam kedua mata Bintang seolah mengatakan kepada Galaxi untuk tidak coba-coba menolak syaratnya itu.
Tuk tuk tuk tuk….
Suara ketukan pulpen di atas meja itu menandakan bahwa Galaxi sedang berfikir keras, tantang menerima atau tidaknya syarat dari gadis aneh yang ada di hadapannya itu.
"Setahu aku, wanita yang akan menjadikan calon istriku memiliki sifat yang kalem dan cuek, tapi setelah melihat dan mengenalnya lebih dekat, gadis ini tampak sangat terlihat barbar, apa aku sedang di tipu? Mungkinkah wanita yang ada di hadapanku ini adalah orang yang berbeda?" pikir Galaxi.
"Bapak nggak mau kan di sebut pria nikahi bocil SMA, apalagi status Bapak seorang dosen sekaligus pengajar, mau taro dimana harga diri Bapak, kalo Bapak menikahi seorang gadis bocil yang masih SMA," bujuk Bintang.
Seketika Galaxi pun terdiam sejenak, setelah mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Bintang.
Ya, Jauh dari lubuk hati terdalamnya, ia memang mengkhawatirkan imagenya sebagai pendidik, apalagai ia adalah dosen di universitas terkenal.
Namun, demi wasiat kakeknya itu dan juga tidak ingin membantah kedua orang tuanya, Galaxi rela menerima rencana perjodohan itu walalupun banyak keraguan di hatinya untuk menikahi gadis bocil yang terpaut jauh dengan umurnya.
"Bagaimanapun, setelah di pikir-pikir… apa yang di katakana gadis ini benar juga, walaupun aku sudah sangat menyetujui perjodohan ini, aku juga harus memikirkan karir dan imageku di depan orang-orang sekitarku. Dan pasti ada juga yang menganggap aneh atau bahkan ada juga yang pastinya menganggapku gila, karena keputusanku yang akan menikahi gadis yang masih sekolah," gerutu Galaxi di dalam hatinya.
"Tapi… aku juga tidak mau jika pernikahanku ini sampai gagal atau bahkan gadis ini berusaha menghindar dari perjodohannya denganku dengan alasan syarat yang ia minta ini, aku khawatir gadis ini mempunyai rencana lain, apalagi raut wajahnya itu sama sekali sangat mencurigakan."
"Mmm... kalo begitu aku harus memberikan syarat kepadanya juga, sebagai bentuk kewasapadaanku jika terjadi resiko yang tidak di inginkan setelah menerima syarat darinya, gadis ini terlihat seperti bukan gadis biasa, aku harus berhati-hati," sambung Galaxi di dalam hatinya.
"Bapak! Gimana, mau gak terima tawaran aku?" tanya Bintang.
"Saya tidak ingin menunda pernikahan yang sudah di sepakati dengan kedua orang tua kita, saya hanya ingin menepati wasiat keluarga saja, gak lebih," ujar Galaxi menolak sembari mulai membuka modul pembahasan untuk hari pertama bimbingan.
Brak!
Bintang memukul meja. "Hehe… maaf Pak, nyamuk tadi ngisep meja."
"Sial! Sudah sejauh mana sebenarnya Mamah dan Papah menyiapakan perjodohan ini, sampai mereka sudah menentukan tanggal pernikahan tanpa sepengetahuanku, gawat! Duh Bulan…. Aku harus ngapain lagi suapaya Bang Galaxi mau menerima syaratku ini," keluh Bintang di dalam hatinya menggerutu.
"Saya akan menerima syaratmu itu, tapi kamu juga harus menerima syarat dari saya," celetuk Galaxi menatap serius kearah Bntang.
"Syarat?" sahut Bintang terkejut.
"Tunangan! Saya ingin kamu ada ikatan dengan saya sembari menunggu hari kelulusanmu, saya tahu kamu di sekolah ini sangat populer begitupun dengan kembaranmu itu, jadi saya tidak ingin kamu lepas ataupun berpindah Haluan menjadi calon istri saya," tukas Galaxi.
"What! Tu-tunangan!" batin Bintang terkejut.
"Tu-tu-tu! Bleh! Tunangan!" sahut Bulan gagap, setelah ia mendengar syarat dari Galaxi.
"Aissh…! Bisa repot juga kalo sampe di iket kayak gini! Aku gak bisa ngapa-ngapain. Mau deketin Kak Mars juga kayaknya bakalan susah, tapi… hanya ini satu-satunya cara agar aku tidak menjadi seorang ibu rumah tangga di usia 17 tahun, seenggaknya masa remajaku bisa perpanjang kontrak satu tahun lagi," gumam Bintang di dalam hatinya.
"Bagaimana, jika kamu mau tunangan dengan saya sebelum melakaukan pernikahan, maka saya akan menerima syarat kamu untuk menunggu kamu sampai lulus sekolah." Tukas Galaxi.
Ya, Galaxi bukanlah sembarang pria, ia memiliki kecerdasan di atas rata-rata, Galaxi tidak akan mudah di kelbuhi begitu saja.
Klek!
Deg! Deg! Deg!
Bintang menelan salivanya, jangtungnya berdegup kencang, ia benar-benar tidak bisa membuat keputusan saat itu juga.
Bintang benar-benar bingung harus ngapain. Disitulah peran seorang adik datang, Bulan pun langsung pasang badan untuk membantu Bintang, dalam hitungan detik, Bulan tiba-tiba saja masuk kedalam perpustakaan itu, dan melerai pembicaraan Galaxi dan Bintang yang sedang serius itu.
Tok Tok Tok!
Suara ketukan dari arah pintu pun memotong pembicaraan Galaxi dengan Bintang.
"Permisi Pak, Ini sudah sore, saya harus segera pulang bersama dengan Bintang, bapak gak lihat jam yah, udah jam 6 Pak bentar lagi magrib!" tukas Bulan dengan sopannya berbicara kepada Galaxi.
Galaxi pun menghela nafas panjang, sedangkan Bintang tampak menghela nafas lega, karena pertolongan adiknya itu pun datang tepat waktu, permintaan Galxi memang berat bagi Bintang sehingga keputusannya itu ingin ia tunda dulu, dan berfikir lagi secara matang.
"Baiklah, sepertinya hari pertama pertemuan bimbingan ini tidak menghasilkan apa-apa, kita lanjut saja besok."
"Bintang, ambil kertas kosongmu itu, jika kertas itu sangat berarti bagimu, maka jawab dengan benar dari syarat yang saya ajukan untukmu," ujar Galaxi dengan raut wajah datar. Lalu Galaxi pun memasukan kembali modul-modul dan spidol yang baru saja ia rapihkan untuk memulai bimbingan itu.
Galaxi pun pergi dari ruangan perpustakaan itu, meninggalkan Bintang dan Bulan.
"Bintang!" sahut Bulan sesaat melihat saudara kembarnya itu hanya terdiam mematung setelah Galaxi pergi meninggalkannya.
Plak!
Bulan pun menampar pipi kakaknya itu, lalu seketika Bintang pun tersadar dari lamunnanya.
"Kamu kesurupan apa sih? Kok diam mulu, aku kan takut Bintang," keluh Bulan sesaat kakaknya itu meraup wajah dan berusaha tersadar dari lamunan.
"Sakit Bul," ujarnya lemas.
"Kamu sih diam mulu," balas Bulan khawatir.
"Aku harus bagaimana Bul, setelah Bang Galaxi mengajukan syarat seperti itu, aku tidak mau terikat apapun dengannya!" jelas Bintang sembari terlemas duduk.
"Ya sudah gini saja, sekarang kita pulang dulu karena ini sudah sore, asalkan hari ini sudah terlewat. Kita pikirkan cara lain supaya Bang Galaxi mau menerima syarat kamu tanpa harus bertukar syarat dengannya," ujar Bulan mencoba menenangkan kakaknya itu.
"Argh…," desis Bintang sembari mencambak rambutnya. Bintang terlihat seperti sudah gila menghadapi hari pertamanya itu.
"Istighfar Bintang!" sahut Bulan.
"Astagfirullah… astagfirullah…" ucapnya sembari mengelus dada.
"Ayo kita pulang, sebelum kemaleman di jalan," sambung Bulan mencoba menuntun kakaknya berjalan, karena terlalu lemas menerima sebuah kenyataan.
"Astagfirullah…. Astagfirullah….," Bintang membaca istigfar sepanjang perjalanan menuju rumahnya itu.
"Kontrol nafas jangan lupa Bint," sahut Bulan.
"Kasihan banget Bintang, aku takut penyakitnya kambuh lagi kalo ia seperti ini terus," batin Bulan, sembari ia melihat kearah Bintang yang berusaha mengontrol pernafasannya.