Hembusan angin dari arah timur itu seakan sengaja ingin menyapa beberapa helai dedaunan yang tersangkut di teras jendela yang sedikit berdebu.
Sinar mentari pagi yang menyorot ke dalam kelas pun menandakan bahwa hari ini akan menjadi hari yang sangat cerah setelah turunnya hujan kemarin, suara nyanyian burung kutilang di atas pepohonan itu pun menambah kehangatan di pagi hari, sepertinya tidak ada tanda-tanda juga akan turunnya hujan hari ini.
Di balik jendela itu, Bintang tampak memandang cuaca cerah di pagi hari.
"Ya Allah…, sesak sekali dada ini," gumam cemas di hatinya.
Mata yang sayup dan lelah itu menandakan bahwa ia kurang tidur dan terjaga sepanjang malam. Ya, sepanjang malam itu Bintang tidak bisa tertidur dikarenakan pikirannya yang terus memikirkan tentang syarat yang di ajukan oleh Galaxi.
Semakin siang cuaca pun semakin panas, mentari yang bersinar tajam ke bumi itu semakin menampakan jati dirinya semakin tinggi mentari itu semakin panas cuacanya.
Di tempat lain, dari arah pojokan sudut kursi di kelas itu, Bulan terlihat sedang mengibas-ngibaskan buku pelajarannya ke arah wajahnya yang penuh dengan keringat.
"Cuaca memang susah di tebak ya, kemarin hujan sekarang panas," gumamnya sembari mengusap keringat di keningnya.
"Mmm… aku penasaran, kakakku lagi ngapain ya," seketika pikirannya itu pun teralihkan kepada saudari kembarnya.
"Semoga saja dia tidak sedang melamun, sedari kemarin dia hanya terdiam sambil beristighfar terus, aku khawatir banget kalo si Bintang jadi oon, gara-gara mikirin syarat dari Bang Galaxi."
***
Pukul 3 sore, tidak terasa pelajaran pun hampir selesai. Mentari yang bersinar tajam itu pun semakin menurun ke arah barat, menandakan hari semakin sore.
Ning Nong Ning Nong!
Bell pulang sekolah berbunyi seperti biasanya. Bintang maupun Bulan bergegas untuk meninggalkan kelasnya masing-masing.
"Ah sepertinya hari ini pulangnya akan kesorean," gumam Bulan sembari memasukan buku-buku pelajarannya kedalam tas dengan memasang raut wajah yang lelah.
Mengingat sepulang sekolah Bintang akan melakukan bimbingan kembali dengan Galaxi, Bulan bergegas menyusul Bintang.
Ya, sekedar untuk memastikan apakah saudari kembarnya itu masih berada dalam kewarasannya atau tidak.
Benar saja firasatnya itu, ternyata kakaknya masih berada dalam kondisi tatapan kosong, berjalan pun seakan tidak menapak.
"Tuh kan benar dugaanku, nyawa anak itu sedang berada di luar raganya," gerutunya sambil meraih jinjingan milik Bintang.
"Yuk, berangkat ke perpustakaan!" ajak Bulan, dengan senonohnya ia menggertak kakakknya itu seperti seorang penjambret.
Bintang pun yang tadinya membayangkan akan berdua-duaan Galaxi lagi, ternyata adiknya itu tiba-tiba datang kekelasnya yang berinisiatif akan menemaninya lagi.
"Hari ini aku akan menemani kamu di dalam perpus, aku gak akan nguntit di luar lagi. Jadi, kamu gak usah khawatir berduaan dengan si Bapak itu ya," tukas Bulan berusaha menyemangati dan menenangkan kakaknya itu.
Bintang pun hanya membalas dengan senyuman saja, sebagai tanda ucapan terimakasihnya kepada Bulan. Pita suaranya tampak tidak bisa ia gunakan saat itu, ia terlalu lelah untuk membahas kembali tentang Galaxi dan syarat yang di ajukannya itu kepada dirinya.
Ya, setelah berdebat panjang, hingga berfikir keras semalaman dengan adiknya itu, baik Bintang maupun Bulan tidak menemukan solusi apa pun. Semuanya terasa buntu, pilihannya hanya satu yaitu mau tidak mau harus menerima syarat dari Galaxi jika pernikahannya itu memang ingin di tunda selama satu tahun.
"Maafkan aku yah Bint, sebagai adik aku ga bisa bantu kamu, satu-satunya cara agar pernikahan kamu di tunda, yaitu dengan menerima syarat dari Bang Galaxi," umpat Bulan di dalam hatinya seraya pandangannya itu melihat kearah Bintang yang tampak sedang sedih dan bingung.
Setibanya di perpustakaan, suasananya hening tanpa suara. Berbeda dengan kemarin, tampak di perpustakaan itu Galaxi belum tiba.
"Sepertinya pembimbingnya telat deh," ujar Bulan yang sedang mengusap-usap meja dengan telunjuknya, lalu jinjingan itu pun di taronya di atas meja itu.
Tok Tok Tok!
Suara ketukan dari arah pintu itu mengalihkan pandangan Bulan dan Bintang yang baru saja bersiap-siap untuk fokus merapikan buku-buku yang akan di pakai selama bimbingan itu.
Indah bersinar bagai senja, harum mewangi terbawa angin masuk ke seluruh ruangan perpustakaan. Setiap gerakan langkah kaki dan tatapannya seakan menjadi sangat pelan seperti gerakan slowmo saja. Ayunan di rambutnya seakan terurai satu persatu mengenai dahinya secara perlahan-lahan, pahatan wajah itu sangat sempurna.
Klek!
Bulan menelan cepat ludah kasarnya itu, mencoba untuk tidak tertegun dengan ketampanan pria berumur 25 tahun itu.
"Gila! Bang Galaxi tampan banget hari ini, baju kemeja putih yang di gelung seatas sikutnya, bahkan belahan baju yang hampir terlihat dadanya itu, sangat sangat sangat! Memesona!" batin Bulan seakan ingin berteriak sekencang-kencangnya sesaat melihat Galaxi masuk dengan gagahnya ke perpustakaan itu, dan melewatinya begitu saja.
"Sebenarnya, Bang Galaxi pakai pelet apa sih! Bisa-bisanya aku tertgun dengan ketampanannya hari ini," sambung Bulan di dalam hatinya sembari perlahan menarik nafas dalam-dalam.
Ya, Bulan yang awalanya tidak tertarik dengan Galaxi bahkan Bulan menganggap Galaxi adalah pria tua, seketika setelah sering melihat Galaxi, mau tidak mau Bulan harus mengakui kebenaran bahwa pria yang berumur 25 tahun itu adalah pria mapan dan tampan.
Berbeda dengan Bintang, tampaknya Bintang tidak sama sekali tertegun dengan ketampanan Galaxi hari itu, Bintang seakan cuek dan tidak menyadari ketampanan dan keindahan Galaxi, ia bersikap biasa saja dan duduk dengan wajah yang masih sama seperti sebelumnya, raut wajah datar dan tidak terlihat semangat.
"Pak! Saya mau temenin kakak saya di sini, boleh kan?" tanya Bulan.
"Ya, selagi kamu tidak mengganggu silahkan saja," kata Galaxi dengan raut wajah datar.
Pandangan Galaxi teralihkan kepada Bintang yang sudah membuka lembaran bukunya. Galaxi berfikir bahwa Bintang berbeda dengan Bintang kemarin, hari ini di pertemuan bimbingan keduanya, Bintang terlihat seperti diam saja dengan raut wajah datar.
"Sepertinya gadis ini sedang di lema dengan syartku itu, baguslah kalo begitu. Tampaknya dia tidak sebar-bar kemarin, dan bimbingan hari ini pasti akan berjalan dengan baik," gumam Galaxi sembari mulai membuka bukunya.
"BISMILLAHIRAHMANIRRAHIIM," kata Bulan dari arah pojokan sana yang sedang membaca do'a pertanda di mulainya bimbingan.
Pandangan Galaxi pun teralihkan kepada Bulan, rupanya sikap polos Bulan itu membuat Galaxi terenyuh dan tertawa tipis.
"Sebenarnya yang mau bimbingan hari ini, kamu atau adik kamu?" tanya Galaxi kepada Bintang yang tengah memandangi buku.
"Bintang Pak!" sahut Bulan dari arah pojokan sana yang tiba-tiba menjawab pertanyaan Galaxi yang di lontarkan untuk Bintang.
"Lalu kenapa adik kamu yang baca do'a?" tanya Galaxi tidak menyerah kepada Bintang yang hanya diam saja dan menghiraukan pandangannya yang sedang bertanya.
"Diwakilkan Pak! Bintang lagi tidak en-"
"Diam kamu Bulan! Saya sedang bertanya kepada kakaknya kamu yang diam saja ini," sela Galaxi serius menatap Bintang.