Chereads / Jangan Membenci Jodoh / Chapter 11 - Siapa Dia?

Chapter 11 - Siapa Dia?

Coretan-coretan pensil di atas kertas sangat terdengar jelas di dalam suatu kamar tidur, jam dinding terdengar jelas berdetik, keheningan malam itu terjadi pukul tiga pagi, ternyata Bintang masih asik merevisi karya tulisnya sembari mendengar rekaman dari hasil pembelajaran Bulan dan Galaxi.

Di hari minggu ini bagi Bintang adalah hari yang sangat di nantikan, apalagi Bintang tipical orang yang suka rebahan ketika hari libur sekolah tiba, melihat teman umuran sebayanya yang di hari libur sekolah di pergunakan untuk hang out atau pun sekedar berwisata, Bintang hanya memilih untuk berdiam di kamar dan menonton anime ataupun membaca novel.

Adapun Bulan yang tipical orang susah di tebak keika libur sekolah di hari minggu tiba, terkadang ia hang out bareng teman sekelasnya, rebahan di kamarnya dan menonton anime, atau pergi mengganggu Bintang yang asik dengan laptopnya yang sedang menonton anime.

Tak jarang Bulan selalu meminta kakaknya itu untuk mendengarkan kisah cintanya atau hal yang sebenarnya tidak patut di curhatkan. Namun Bintang adalah kakak yang baik, ia selalu merespon dan bersikap baik kepada adiknya itu walau kadang ia mera sangat kesal dengan adiknya.

"Bintang, kamu tau nggak pagi ini aku dapat kabar apa…" sahut Bulan yang tiba-tiba saja masuk ke kamar Bintang.

"Nih, baca!" sambung Bulan sembari melihatkan sebuah pesan singkat di ponselnya itu kepada Bintang.

"Pesan dari siapa ini," kata Bintang sembari mencoba melihat pesan di ponselnya Bulan.

"Kak Mars!!" sahutnya dengan bahagia sembari melompat-lompat di atas kasur milik Bintang.

"Kak Mars! Di-dia tau nomor Hp kamu dari siapa?" tanya Bintang gugup. Terlihat ia sangat terkejut dengan kabar yang di bawa oleh Bulan.

"Mugkin dia curi dari data sekolah atau nggak hasil nguntit sama temen-temen di kelasku hehe…. Gak penting Kak Mars tahu nomor ponselku dari siapa, yang terpenting saat ini, Mars sudah punya nomor aku… horeeee," kata Bulan semakin meloncat-loncat lebih tinggi di kasur empuk milik kakaknya itu.

"Bulan stop! Jangan main lompat-lompat di kasurku!" sahut Bintang tiba-tiba merasa kesal dengan adiknya itu.

"Maaf… maaf…. Tapi aku ramal bahwa yang memberikan nomor ponselku kepada Mars adalah kak Jinan, karena senior yang dekat dengan Kak Mars cuman Kak Jinan, dan kebetulan aku sering chatingan dengannya?" kata Bulan dengan percaya dirinya sudah seperti seorang peramal sungguhan dan menatap ke arah Bintang dengan serius.

"Sok tahu banget sih! Dan gak perlu lihat aku sampai segitunya juga kali Bul!" tukas Bintang ketus.

"Hehe, biasa saja kali Bintang. Kan aku hanya meramal saja, canda ramal…. So! Im so happy…," ucap Bulan dengan nada suara yang menyebalkan.

"Ya Allah… kenapa aku nggak suka kalo Bulan dapat pesan singkat dari kak Mars, walaupun aku tahu bahwa posisiku saat ini tidak mungkin bisa memlikinya, tetap saja rasanya sakit sekali, beruntung sekali Bulan dia masih bisa bebas berbicara dengan Kak Mars, sedangkan aku, mau menyapa pun seakan mustahil. Cepat atau lambat Kak Mars akan menjadi adik iparku jika aku jadi menikah dengan Bang Gala," gerutu Bintang dalam hati kecilnya.

Raut wajah Bintang terlihat jelas waktu itu yang di paksakan untuk tetap tersenyum di depan adiknya-Bintang, berpura-pura acuh dengan perasaannya sendiri bahwa sebenarnya Bintang tidak suka dengan Bulan yang bertukar pesan dengan Mars.

"Kenapa Kak Mars sampai menghubungi Bulan, kenapa bukan aku? Apa karena aku adalah calon istri dari kakaknya, tidak adil sekali bagiku! Lalu, apa tujuan Kak Mars tiba-tiba menghubungi Bulan, ini sungguh tidak biasanya Kak Mars seperti itu?" gumam Bintang di dalam hatinya.

"Sudahlah aku mau cari angin dulu ke luar," sambung Bintang dalam gumamnya sembari ia bergegas menuju keluar rumah dan meninggalkan Bulan yang sedang asik bertukar pesan dengan Mars.

"Kamu mau kemana Bint?" tanya Bulan seketika tersadar bahwa kakaknya itu sedang pergi keluar dari kamar dan meningalkan dirinya sendirian.

"Mau cari angin, sumpek banget pagi ini," ucapnya lalu pergi begitu saja.

Berjalan sendirian menyusuri jalanan dan melangkahkan kakinya perlahan-lahan, matanya selalu mengarah ka arah langit yang cerah di pagi hari itu dengan pikiran yang amat kosong, pukul delapan pagi memang cuaca yang sangat pas untuk berjalan santai.

"Firasatku saat ini mengatakan, bahwa Kak Mars menyukai Bulan."

"Aku sering melihat Kak Mars, melemparkan senyuman kepada Bulan, walaupun disamping Bulan ada aku, tapi aku merasa bahwa senyuman itu terlontar hanya kepada Bulan," gerutu Bintang di dalam hatinya di sepanjang perjalanan itu Bintang malah bergelut dengan pikirannya sendiri.

Tidak tersadar, Bintang pun sudah berada di sebuah taman yang tak jauh dari sekolahnya. Tampaknya Bintang sudah berjalan terlalu jauh sampai ia melewati sekolahannya sendiri.

"Astagfirullah… Apakah aku berjalan terlalu cepat, mengapa aku tiba-tiba ada di taman ini? Argh… mungkin aku terlalu banyak bergelut dengan pikiranku sendiri sehingga aku tidak sadar sudah berjalan sangat jauh," gumamnya sembari melihat sekeliling sekitarnya yang lumayan ramai.

Bintang pun duduk di sebuah kursi taman dan memandang kearah air mancur yang di kelilingi bunga tulip kuning yang sedang bermekaran.

"Sungguh indah sekali pemandangan ini, rasanya fresh banget ini otak!" gumam Bintang sembari menghirup udara segar di pagi hari.

Bintang hanya butuh kesendirian di saat ada sesuatu yang mengganggu pikirannya itu, ia selalu mencari cara agar moodnya tetap bagus walaupun pikirannya selalu setres memikirkan hal yang seharusnya tidak di pikirkan.

Ya, masalah syarat dari Galaxi pun belum ia pikirkan baik-baik, sekarang ia malah memikirkan tentang Mars yang tiba-tiba menghubungi adiknya itu.

Disaat ia bergelut dengan pikirannya sendiri dan mencoba berdamai dengan waktu, ia pun tiba-tiba merasa lapar. Dirinya pun bergegas mencari makanan dan menemukan pedagang asongan bubur ayam, lalu tanpa berlama-lama lagi Bintang pun langsung memesannya.

"Pak, saya beli satu porsi saja ya," ujarnya kepada pedagang itu seraya mengacungkan jari telunjuknya.

"Baik neng, tunggu sebentar," kata si pedagang itu sembari menyiapkan pesanan Bintang.

"Emmm… sepertinya enak sekali bubur ini," gumamnya didalam hati sembari menelan salivanya.

Setelah bubur ayam sudah jadi, Bintang pun segera mengambil uangnya di dalam saku bajunya. Tiba-tiba Bintang merasa kebingungan karena uangnya tidak ada di dalam saku.

"Bentar Pak! Uang saya kok nggak ada ya," ujar Bintang mulai panik sambil meraba-raba semua saku di bajunya itu bahkan sampai di cek kedalam saku celananya.

"Bukankah aku tadi membawa uang," gumam Bintang seraya melihat ke atas langit. Ia mencoba berusaha mengingat apakah ia benar-benar membawa uang. Lalu seketika ia pun teringat bahwa ia tidak memasukan uangnya ke dalam saku dan hanya langsung pergi ke luar rumah begitu saja.

"Aduh Pak, ternyata saya lupa tidak membawa uang," kata Bintang dengan senyuman yang penuh rasa malu dan di paksakan itu karena buburnya sudah terlanjur ia ambil dan tidak mungkin untuk di kembalikan lagi.

"Waduh bagaimana jadinya kalo begini neng," jawab pedagang kesal.

"Saya akan pulang dulu pak ngambil uang sebentar, lokasi rumah saya sekitar 20 menit-an dari sini," jawab Bintang dengan raut wajah yang meyakinkan.

"Harga nya berapa Pak? Biar saya saja yang bayarin," Jawab seorang laki-laki manis yang tiba-tiba saja muncul di depan Bintang.

"Siapa Dia?" batin Bintang terkejut sesaat ada pria asing yang tiba-tiba mau membayarkan bubur ayam miliknya itu.