Chereads / EXILE : yang terbuang / Chapter 6 - Uang Segalanya

Chapter 6 - Uang Segalanya

Jemmi memperhatikan wajah Karin yang masih saja cemberut dari mereka meninggalkan gedung apartemen. Selama dalam perjalanan di mobil, Karin juga tidak mengatakan apapun saat berada di dalam mobil. Kini Karin berjalan berlalu lalang di hadapannya, sambil merapikan pakaian ke dalam tas.

"Rin, kamu marah ya?" tanya Jemmi seakan tidak merasa bersalah.

Karin berhenti dari aktivitasnya, dia duduk di samping koper yang sedang terbuka. "Apa semua orang di sekolah tau soal hubungan kamu dengan Evelyn?"

Mata Karin tidak pernah terlepas dari wajah Jemmi sehingga dia bisa memperhatikan setiap perubahannya. Selama ini, Karin pikir dia mengenal baik cowok yang ada di hadapannya ini. Namun setelah lulus, baru Karin sadari bahwa dia tidak benar-benar mengenal Jemmi.

"Evelyn waktu itu nyatakan kalau dia suka sama aku di depan ruang ganti cowok. Kebetulan ada beberapa anak bola di sana, mungkin salah satunya ada Jekie. Eh, mungkin juga dia dengar gosip soal aku sama Evelyn," jelas Jemmi. "Buat apa sih bahas ginian?"

"Aku masih enggak ngerti kenapa kamu setuju aja waktu Evelyn nyuruh merahasiakan hubungan kalian itu?"

"Evelyn bilang, ada cowok yang suka sama dia tapi dia enggak mau cowok itu sakit hati. Makanya dia enggak mau publikasi hubungan kita," jawab Jemmi yang terdengar jujur.

Karin hanya memutar matanya, dia kembali lagi merapikan baju-bajunya ke dalam koper dan tas besar. Memang Jemmi terdengar jujur karena cowok itu tidak pandai mengarang cerita. Evelyn lah yang membuat alasan itu agar Jemmi mempercayainya.

"Sudahlah, enggak perlu dibahas lagi," kata Karin akhirnya setelah dia selesai merapikan baju dan perlengkapan lainnya. Barang-barang lain sudah di kemas di dalam box hanya tinggal menyuruh orang suruhan Jemmi yang mengangkatnya. "Lagi pula, Evelyn sudah ninggalin kamu."

"Dia ninggalin aku dengan tugas berat," sambung Jemmi.

Karin menengok ke arah Jemmi dan kemudian dia ikut arah pandang cowok itu. Matanya memperhatikan anak kecil yang berada di tengah-tengah mereka. Manusia tanpa berdosa itu kini harus hidup dengan orang lain tanpa mengetahui siapa orang tua dia yang asli. Beruntung bagi anak ini, karena Karin mau menerimanya.

"Ya, dia memang ninggalin tugas buat kamu tapi kamu bukan orang yang bertanggung jawab. Seperti biasa, kamu bayar aku untuk ngerjain tugas kamu. Enggak tahu kapan tugas ini bakalan selesai," keluh Karin diikuti dengan embusan napas panjang.

"Ayolah, jangan banyak mengeluh." Jemmi menyentuh tangan Karin dan menggenggamnya. Seperti inilah cara yang biasa dia pakai untuk membujuk Karin. "Aku tau kamu itu cewek yang kuat."

Karin memperhatikan genggaman tangan Jemmi pada tangannya. Bagaimanapun kesalnya Karin pada cowok ini, dia tidak akan pernah bisa menolak permintaan Jemmi. Karin sebenarnya membenci sisi dirinya yang lemah pada bagian ini. Segera saja dia menepis pegangan Jemmi, bertepatan dengan itu suara klakson mobil terdengar dari luar rumah Karin.

"Mungkin itu orang yang bakalan bantuin kita bawa barang. Biar aku cek dulu ya." Jemmi berdiri dari tempat tidur dan bejalan ke arah luar.

Setelah tidak bisa lagi melihat punggung Jemmi, perhatian Karin pun teralih pada Emily yang dari tadi belum juga bangun dari tidur. Selama bertemu dengan anak itu, kebiasaan Emily yang Karin ketahui adalah bangun saat ada yang terasa mengganggu. Seperti lapar, buang air dan juga ada yang ribut di sekitarnya.

Jika masalah gangguan itu sudah bisa diatasi, dia akan kembali terlelap. Saat di panti dulu, Karin pernah mengurus bayi yang memiliki satu type seperti Emily ini. Pengurus panti akan sangat senang mengurusnya karena bayi yang seperti ini mudah untuk diurus ketimbang bayi yang susah untuk dibuat tidur.

"Rin, Barang-barang yang mau dibawa tiga kotak itu aja?" tanya Jemmi yang baru saja kembali dari luar.

"Ya," jawab Karin singkat.

Selama ini Karin tinggal sendirian, sehingga tidak banyak yang dia butuhkan. Selain itu, Karin juga jarang membeli barang yang tidak dia pakai. Seperti pajangan dan juga peralatan lainnya. Dari dulu dia selalu beranggapan lebih baik uang yang dia dapatkan ditabung untuk biaya kuliahnya.

Akan tetapi, sepertinya sekarang kuliah hanya sebagai angan-angan bagi Karin. Dia tidak lagi bisa melanjutkan pendidikannya dan akan melupakan cita-cita menjadi seorang dokter. Kini sepenuh hidupnya akan mengurus Emily. Karin sudah berjanji tidak akan membiarkan anak ini sendirian seperti dirinya dulu.

"Ini juga tasnya, tolong bawain."

Lamunan Karin akhirnya terhenti, perhatiannya kembali pada orang yang disuruh Jemmi untuk membawakan barang-barang Karin. Cowok itu benar-benar tidak ingin tangannya kotor dan juga merasakan tubuh yang lelah. Dari tadi dia hanya memperhatikan Karin untuk mengemasi barang. Saat dimintai bantuan, dia langsung menggeleng dan mengatakan tidak mau membantu.

"Kamu ini, benar-benar enggak mau capek ya," protes Karin setelah orang yang membawa tas dan kopernya keluar dari rumah.

"Aku kan sudah bayar dia, berarti itu sudah jadi tugasnya. Buat apa aku harus ngerjain?"

Mendengar jawaban dari Jemmi, Karin hanya mendengus. Sejujurnya, Karin penasaran kapan dia mendapatkan waktu yang tepat untuk melihat Jemmi tidak bisa lagi menggunakan uangnya buat mendapatkan sesuatu. Selama ini yang Karin lihat, kehidupan Jemmi dipermudah karena dia memiliki uang.

Karin ingin melihat saja bagaimana cara Jemmi mengandalkan hal lain dari dirinya selain uang. Dia ingin tahu bagaimana cara pikir Jemmi untuk menanganinya. Maka dari itu, Karin sangat menantikan momentnya.

"Emily, mau kamu yang bawa atau dibawa sama Dilan aja?" Jemmi menunjuk orang yang dari tadi mengangkat barang Karin.

"Hah?" Karin melihat cowok yang bernama Dilan itu dan Emily secara bergantian. Terlihat sekali kalau Dilan dan Jemmi sama-sama menunggu perintah darinya.

"Kenapa harus nyuruh Dilan yang bawa Emily, kenapa bukan kamu?" Tunjuk Karin pada Jemmi.

"Oke." Jemmi memiringkan badan menghadap Dilan. "Karena dia bilang begitu, artinya tugas kamu sudah selesai di sini. Kamu bisa duluan ke mobil aja."

Dilan mengangguk dan mengacungkan jempolnya ke arah Jemmi. Setelah itu, dia pun segera pergi ke luar seperti yang disuruh oleh orang yang membayarnya. Sepeninggal Dilan, Jemmi dan Karin saling berhadapan.

"Tunggu apa lagi?" tanya Jemmi.

Dahi Karin berkerut. "Bukannya tadi kamu bilang, mau ngegedong Emily?"

"Apa kamu punya rekaman suara aku ngomong gitu?" Jemmi bertanya ulang. "Soalnya, aku sama sekali enggak ingat pernah ngomong begitu."

"Sialan!" bentak Karin.

"Kamu ibunya, jadi kamu yang bawa dia." Dengan santainya, Jemmi melenggang ke luar dari rumah Karin dan masuk ke dalam mobil.

Kedua tangan Karin tergenggam karena gemas dengan kelakuan Jemmi. "Cowok itu benar-benar enggak bisa diandalkan sama sekali selain uangnya."