Karin masuk ke unit apartemennya tapi dia heran karena tidak mendengar suara tangis Emily seperti yang dia dengar tadi di telepon. Langkah kakinya membawa dia menuju kamar. Setelah melihat apa yang terjadi di kamarnya, Karin terdengar mengembuskan nafas panjang.
Apa yang Karin takutkan ternyata tidak terjadi. Tak disangka Jemmi bisa menangani tangis Emily. Hal itu bisa dia lihat dari botol susu kosong yang ada di tangannya.
Jemmi sedang tidur dengan nyenyak dan terlihat sekali kalau dia sangat kelelahan. Sampai-sampai Emily tidak dia kembalikan ke tempat tidur. Karin pun memindahkan Emily agar tidak terjatuh ke lantai kalau banyak bergerak. Setelah itu, Karin duduk di tepi tempat tidur sambil memperhatikan wajah Jemmi yang sedang tertidur.
"Kenapa aku bisa suka sama kamu," gumam Karin dan mungkin hanya dia yang bisa mendengar itu. Tangannya menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuh Jemmi. Kemudian Karin pun pergi ke luar dari kamarnya. Dia memilih untuk tidur di sofa.
Untungnya sofa yang ada di ruangan apartemennya ini bisa dilipat menjadi kursi dan dilebarkan menjadi tempat tidur. Fasilitas ini milik Bobby dan Karin bisa menikmatinya asal tanpa merusak. Jemmi pasti memohon juga dengan temannya itu untuk membantunya meminjamkan apartemen ini.
"Aku penasaran apa yang sudah dijanjikan Jemmi ke Bobby sampai dia mau tempat ini pakai secara cuma-cuma," kata Karin sambil menatap langit-langit tempat ini
****
"Kamu masak apa?"
Pertanyaan itu membuat Karin terperanjat karena terkejut. Dia tidak mendengar kedatangan Jemmi, sehingga dia tidak siap dengan suara yang datang tiba-tiba itu. "Kamu bikin kaget."
"Kamu masaknya terlalu serius," kata Jemmi, "masak apa?"
"Aku bikin udang goreng sama cumi-cumi saos tiram," jelas Karin sambil menunjuk mangkuk yang ada di atas meja.
Jemmi membuka tutup mangkuk yang ditunjuk oleh Karin. Aroma dari makanan cumi-cumi saos tiram buatan Karin seketika menguar ke udara. Perut Jemmi langsung keroncongan dan air liurnya hampir menetes di sudut bibirnya.
"Keliatannya enak," ucap Jemmi sambil mengambil sendok yang ada di samping mangkuk.
"No!" Karin segera menutup mangkuk itu, lalu melihat Jemmi dengan tatapan sinis. "Kamu baru bangun kan?"
"Rin," protes Jemmi.
"Kamu udah umur berapa sih? Apa aku harus teriak-teriak buat nyuruh kamu mandi?"
"Oke-oke," kata Jemmi karena dia tahu bagaimana perdebatan ini akan berakhir. "Aku bakalan mandi sekarang."
Karin memperhatikan Jemmi sambil menaikkan satu alisnya karena melihat cowok itu tidak juga beranjak dari tempatnya. Mata Jemmi masih memperhatikan mangkuk yang sedang dipegangi oleh Karin. "Kamu tunggu apa lagi? Apa aku perlu kejar kamu pakai sapu biar kamu mau lari ke kamar mandi?"
"Astaga," keluh Jemmi setelah mendengar perkataan dari Karin. "Ampun. Siap laksanakan Maa."
Mata Karin masih saja memperhatika Jemmi sampai cowok itu masuk ke dalam kamar mandi. Walaupun sudah menuruti perkataan Karin, mulut Jemmi masih tidak juga berhenti berbicara. Samar-samar Karin bisa mendengar perkataan cowok itu.
"Semoga Emily enggak akan disiksa sama dia."
Mendengar itu, Karin jadi memikirkannya. Selama dia kecil, Karin hidup dengan banyak pengasuh di panti asuhan. Tidak ada yang benar-benar dekat dengannya karena Karin menarik diri setelah mengetahui kebenaran soal orangtuanya. Saat itu, Karin selalu berpikir para pengasuh di panti itu jahat karena sudah tidak berkata jujur padanya. Akan tetapi, lambat laun Karin jadi mengerti maksud mereka berbohong.
Karin paham bahwa kebenaran perlu waktu yang tepat untuk diungkapkan. Saat kebenaran itu diungkapkan bukan pada waktu yang tepat, tentu akan berdampak buruk. Seperti halnya Karin mendengar sebuah kebenaran tentang papa dan mamanya pada waktu yang tidak tepat. Kebenaran itu membuatnya salah tanggap dan menuduh orang lain bersalah. Setelah dia beranjak remaja, baru Karin mengerti maksud dari menyembunyikan kisah asli orang tuanya.
Semuanya telah terhidang di meja makan saat Jemmi kembali menghampiri meja makan. Cowok itu memilih tempat duduk yang ada di hadapan tempat duduk Karin. Sebelum menyendok nasi, Jemmi memulai pembicaraan dengan Karin.
"Pagi gini, Emily belum juga bangun ya," kata Jemmi heran.
"Enggak, tadi subuh dia sempat nangis. Kamu aja yang nggak dengar."
"Terus dia berenti nangis gitu aja?" tanya Jemmi sebelum menggigit udang goreng buatan Karin.
"Tentu enggak, aku ganti popoknya sama kasih dia susu terus dia tidur lagi," jelas Karin dan membuatnya teringat kejadian tadi malam. "Kamu sendiri gimana cara kamu biar bikin Emily berhenti nangis?"
Jemmi yang masih mengunyah udang goreng, segera menelannya lalu dia menjawab pertanyaan Karin. "Gue buka tutorial membuat susu untuk bayi di youtube. Untungnya itu berhasil."
"Berhasil bikin dapur ini berantakkan?" tanya Karin dengan nada menyindir.
Terbangun dengan suara tangis Emily, sudah membuatnya sakit kepala. Lalu sakit kepala itu makin bertambah saat dia masuk ke dapur yang sudah dia bereskan kemarin dan pagi ini dia melihat dapur itu berantakkan. Tumpahan bubuk susu terlihat ada di meja dan juga lantai. Jadi mau tidak mau Karin harus membersihkannya setelah membuat Emily tertidur lagi.
"Ooohh, Rin. Kamu harus tau, mengurus anak bayi itu susah. Coba kamu bayangin, dari kamar sampai ke dapur sini suaranya masih bisa didengar," keluh Jemmi.
Karin tertawa sinis lalu memutarkan bola matanya. "Aku sudah ngerasain itu kemarin dan sekarang kamu yang ngerasain juga. Jadi kamu enggak perlu bilang coba kamu bayangkan, coba kamu bayangkan. Aku sudah melewatkan bagian itu."
Sambil menunjuk wajah Jemmi dengan sendok yang ada di tangannya, Karin melanjutkan ucapannya lagi. "Sekarang kamu tau kan rasanya susah merawat anak. Makanya, lain kali jangan mau enaknya doang. Bikin tanpa pengaman dan menyerahkan tanggung jawab itu ke orang lain."
"Oooh, Mama. Sudah selesai pidatonya? Apa sekarang aku boleh makan? Anak kecilmu ini sudah lapar."
"Anak kecil? Nih, lo rasain." Karin menendang kaki Jemmi yang ada di bawah meja. Perasaannya sangat puas melihat cowok itu kesakitan.
Dengan santainya dia menyendokkan cumi-cumi saos tiram buatannya ke piringnya. Karin mengunyah makanan yang ada di hadapannya seperti tidak pernah melakukan sesuatu pada Jemmi. Cewek itu malah tersenyum meledek melihat Jemmi yang masih saja mengeluh bekas kejahatan Karin.
"Kalo aja aku enggak lagi ngebutuhkan kamu, sudah pasti bakalan aku balas," omel Jemmi.
"Cepat makan, bukannya tadi anak kecil ini bilang sudah lapar?"
Bibir bawah Jemmi sedikit maju membut wajah merengut. Namun biar pun begitu dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Mulutnya terbuka hanya untuk menerima makanan. Sehingga mereka berdua makan pagi dengan kesunyian yang menyelimuti.
Setelah makan pagi dan bermain dengan Emily sebentar, Jemmi pamit untuk pergi karena harus menemui kakaknya. Dari cerita singkat Jemmi, kakaknya akan segera melangsungkan pertunangan. Itu mengapa dia harus pergi sekarang.
"Soal uang belanja kamu sama Emily selama satu minggu ke depan bakalan segera aku transfer," kata Jemmi sebelum pergi.