Karin memperhatikan seisi apartemen yang akan dia tempati. Hanya ada ruang tamu, satu kamar, dapur dan juga ruang menonton televisi yang kecil. Tempat ini cukup untuk menampung satu orang dewasa dan satu orang bayi.
Penghuni apartemen yang ada di sebelah kiri dan kanan sedang tidak ada. Sehingga kalau nanti Emily menangis saat malam tidak akan menggangu siapa pun. Tempat ini memang layak untuk Karin dan Emily tinggali.
"Gimana? Lo mau tinggal di sini atau gue perlu kontrakan rumah?"
"Kalau gue tinggal di sini, apa kamu enggak bayar?"
Jemmi menggeleng. "Ini punya Bobby, dia bilang kamu boleh pakai asal tetap dirawat. Untuk sementara ini dia tinggal di rumah orangtuanya."
Bobby juga salah satu teman Karin saat sekolah dulu. Cowok itu dekat dengan Jemmi karena keduanya berada di satu tim basket yang sama. Tidak Karin sangka ternyata hubungan pertemanan antara keduanya tetap berjalan sampai saat ini. Padahal keduanya sudah lama berpisah karena beda kampus.
"Kalo gitu aku ambil ini aja."
"Di lobby ada tempat bermain untuk anak. Kamu bisa ajak dia kapan-kapan ke sana."
Karin memutarkan bola matanya, kalau soal tempat bermain anak dia juga melihat sebelum memasuki lift tadi. "Anak sekecil ini, mau ngapain ke sana?"
"Ya, kamu kan bukan cuma hari ini jadi Ibu dari Emily."
Karin mendecih. Apa yang dikatakan Jemmi memang benar adanya. Tidak tahu sampai kapan Karin akan terjebak dengan status sebagai ibu. Jika ini akan menjadi selama-lamanya, berarti Karin harus belajar untuk menyayangi anak yang bukan berasal dari kandungannya.
"Berapa lama aku bisa tinggal di sini?" tanya Karin.
"Bobbi bilang, apartemen ini enggak akan dia pakai lagi. Kalau bisa, nanti aku bakalan nego sama dia buat beli tempat ini."
Karin terkekeh meremehkan ucapan Jemmi. "Beli tempat ini uang dari mana? Apa lo kerja, Tuan Muda?"
Tangan Jemmi terangkat untuk merangkul tubuh Karin sehingga kedua tubuh mereka saling menempel. "Kamu tenang aja. Selama kuliah, aku selalu punya cara untuk minta uang lebih dari jajan. Selain itu...."
"Oke, oke. Aku percaya." Karin menurunkan tangan Jemmi dari bahunya. Gerakan itu malah membuat Emily yang ada di gendongan Karin jadi tidak nyaman.
Saat menangis, Jemmi dan Karin bersama-sama untuk menenangkan Emily. Karin menepuk bokong Emily, sementara Jemmi mengusap dahi anaknya. Setelah anak itu kembali tenang, Jemmi pun berhenti mengusap dahi Emily.
Waktu ingin menjauh satu sama lain, tatapan Jemmi dan Karin malah saling bertemu. Lama mereka berpandangan, sampai akhirnya Karin sadar lebih dulu. Cewek itu memalingkan wajahnya seraya melangkah mundur.
"Aku rasa, lihat-lihatnya sudah selesai." Karin memutar tubuhnya agar tidak menghadap Jemmi. Dia tidak ingin cowok itu melihat kalau pipinya sedang memerah.
"Em, ya. Kamu benar juga." Jemmi juga sepertinya salah tingkah dengan apa yang baru saja terjadi.
"Bisa kita pulang sekarang? Aku perlu persiapkan semua barang yang mau dibawa ke sini." Karin keluar dari unit apartemen yang akan dia tempati nantinya. Dia sama sekali belum berani untuk melihat Jemmi.
Jemmi mengikuti langkah Karin ke luar dari unit apartemen ini, dia menutup pintu itu dengan kartu kunci akses yang diberikan Bobby padanya. Setelah itu mereka pergi ke lift. Saat mereka keluar dari lift, keduanya bertemu dengan teman lama mereka saat masih SMA.
"Jemmi," sapa orang itu.
Orang yang disapa malah menoleh ke arah cewek yang berdiri di sebelahnya. Lewat tatapan, Jemmi bertanya pada Karin siapa cowok yang baru saja menyapanya itu. Jemmi ingat wajah cowok itu sekilas tapi tidak dengan namanya.
"Jekie, kenapa bisa ada di sini?" tanya Karin.
Sekarang Jemmi sudah mengingat siapa cowok yang dipanggil Karin dengan nama Jekie ini. Cowok itu adalah kapten tim sepak bola yang sangat pendiam jika di kelas. Namun saat di lapangan dan waktu latihan cowok itu bisa unjuk gigi dengan kehebatannya.
Jemmi memang tidak akrab dengan Jekie. Jika tidak perlu apa-apa, lebih baik tidak usah saling tegur sapa. Ini kali pertama Jekie menyapanya terlebih dahulu selama mereka saling kenal.
"Gue tinggal di sini, lantai delapan," jawab Jekie. "Kebetulan kita ketemu di sini, bisa bicara sebentar?"
Karin menoleh pada Jemmi, tapi cewek itu tidak ingin menunggu persetujuan dari Jemmi. Dia segera mengiyakan ajakan Jekie. Lagi pula, hari ini adalah harinya untuk menyuruh-nyuruh Jemmi sesuka hati sebelum Karin nantinya akan pindah di gedung ini.
"Tapi," ucap Jemmi yang ingin protes.
"Enggak ada salahnya aku kenal sama tetangga aku kan?" tanya Karin.
"Kita ngobrol di sana aja yuk?" Jekie menunjuk kursi yang ada di ruang tunggu lobby. Dia mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam lift
Karin mengikuti Jekie sambil menepuk perlahan punggung anak yang ada di gendongannya. Memang sangat melelahkan membawa anak ini ke mana-mana. Namun Karin tidak punya orang yang bisa merawat anak ini. Papa dari anak ini sama sekali tidak bisa diharapkan.
"Sudah lama aku enggak dengar kabar kalian berdua. Kalian apa kabar?" tanya Jekie dengan suara yang ramah.
"Baik," ucap Jemmi singkat.
"Kayak apa yang kamu liat sekarang ini," kata Karin menanggapi Jekie.
Mata Jekie melihat ke arah anak yang ada di gendongan Karin "Anak siapa ini?"
"Anak Karin," jawab Jemmi mendahului Karin yang baru membuka mulutnya.
"Oh, kamu udah nikah Rin?"
Karin dan Jemmi saling bertatapan. Malam pada saat memutuskan untuk merawat Emily, Karin sudah tahu kalau pertanyaannya ini akan ditanyakan padanya. Namun Karin tidak akan pernah mengira akan mendapatkan pertanyaan itu secepat ini. Dia sama sekali belum menyiapkan jawabannya.
Jemmi segera mengalihkan pandangannya dari Karin dan melihat Jekie. "Oh ya, kamu bilang tadi ada yang mau diomongin. Soal apa?"
"Benar juga, hampir aja lupa." Perhatian Jekie pun dengan cepat teralihkan. "Aku mau ngasih kalian undangan acara reuni. Acaranya bulan depan sih. Masih bisa mengosongkan waktu, kalo sempat datang ya. Aku sudah hubungi teman-teman angkatan kita yang masih bisa dihubungi. Untungnya bisa ketemu kalian di sini."
"Ada reuni? Pasti seru. Soal waktu pasti aku atur buat datang ke sana." Jemmi terdengar bersemangat mendengar adanya sebuah acara.
"Kamu masih berhubungan sama anggota tim basket?"
"Ada beberapa, termasuk Bobby," jawab Jemmi sambil menoleh pada Karin. "Miranda juga masih berhubungan sama Karin."
"Ya, kecuali Evelyn," balas Karin sambil memasang wajah cemberut melihat Jemmi.
"Evelyn pacar kamu itu Jem?"
Mata Karin makin terbuka lebar melihat ke arah Jekie. "Kamu tau soal hubungan Evelyn sama Jemmi?'