Lucia Pandora melarikan diri di hari pernikahannya, sebenarnya dia ragu untuk menikah dengan pria itu. Entah ketakutan atau keraguan yang ia rasakan saat hendak mengucapkan janji suci di depan Pendeta dan seluruh tamu yang hadir.
Dia bertemu Kwak Kyung Joon sekitar lima bulan yang lalu, di tempat kerja Lucia di PT. Nalendra Tekstil. Sebenarnya, dia tidak yakin akan menikahi pria itu, tetapi karena teman-temannya di tempat kerjanya menjodoh jodohkan mereka, Lucia pun menerima cinta dan lamaran Kyung Joon.
Lagi pula, saat itu Kyung Joon dan Lucia sama-sama tidak memiliki kekasih, dan Lucia juga bukan wanita yang mudah membuka hatinya untuk urusan cinta.
Setelah melarikan diri dari tempat tersebut, Lucia pergi ke suatu tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota, bersembunyi di salah satu hotel lalu meminta bantuan temannya untuk membawakan tas dan dompetnya yang tertinggal di Gereja.
Dia terpaksa meminjam ponsel milik receptionist hotel untuk menghubungi Bertha karena tidak mempunyai uang sama sekali, untungnya Bertha mau membantu Lucia saat itu.
"Siang, Mas. Maaf apa saya boleh pinjam ponselnya sebentar?" tanya Lucia sopan.
"Boleh, tapi untuk apa ya?" Receptionist itu balik bertanya sambil memandang heran kepada Lucia yang mengenakan gaun pengantin.
"Begini ... tas dan dompet saya tadi tertinggal di tempat pernikahan," jelas Lucia meyakinkan si receptionist.
"Ya sudah, Mba pakai dulu saja handphone saya untuk menghubungi keluarga Mba," balasnya ramah.
"Terimakasih, Mas."
Kemudian receptionist itu memberikan ponselnya pada Lucia untuk menelepon Bertha.
Tuuut ... tuuut ... tuuut ... tuuut ... klik.
"Halo, siapa ini?"
"Tha, ini saya, Luci."
"Astaga Lus, kamu ada di mana sekarang? Kenapa tiba-tiba pergi dari Gereja?"
"Hmm ... nanti saja saya ceritakan, sekarang tolong bawakan tas saya yang ketinggalan di sana," pinta Lucia.
"Tasnya dimana? Warna apa?"
"Warna cream, tadi dititipkan ke Fedora," jawab Lucia.
"Terus saya mesti ngomong apa pada adikmu? Duh, ada-ada saja sih kamu kabur begitu saja," gerutu Bertha.
"Katakan saja kalau tasnya akan dibawa ke rumah kamu, nanti kapan-kapan diambil," sahut Lucia.
"Ya sudah, tunggu. Kamu ada di mana sekarang?"
"Saya di Hotel Ardhana, Jalan Rengganis no. 158, Puncak."
"Oke sekarang juga saya ke sana, ya. By the way, semua orang di sini semuanya panik Lus," terang Bertha.
"Masa bodoh mau panik atau tidak, yang penting saya tidak jadi menikah dengan Mr.Kyung Joon."
"Kalau begitu Kyung Joonnya untuk saya saja, he ... he ... he," seloroh Bertha.
"Terserah, i don't care anymore."
"Oke, Lus. Ngomong-ngomong, besok lusa kamu ke kantor, tidak? Saya takut kamu dibully orang-orang di kantor."
"Tidak masalah dibully juga," balas Lucia santai.
"Ya sudah, teleponnya saya tutup dulu, bye," ujar Bertha.
"Bye," balas Lucia singkat.
"Ini hpnya, Mas. Maaf saya teleponnya terlalu lama, nanti saya ganti pulsanya," ucap Lucia merasa tidak enak kepada receptionist.
"Tidak apa-apa, Mba. Saya ikhlas, kok."
"Terimakasih banyak, ya."
"Sama-sama," balas receptionist itu ramah.
"Masih ada kamar kosong tidak? Saya ingin menginap di sini untuk beberapa hari ke depan." Lucia ingin menenangkan pikirannya di hotel sambil merencanakan sesuatu.
"Masih, kamarnya di lantai dua nomor 12." Receptionist pun segera mengambil kunci kamar nomor 12 lalu diberikannya kepada Lucia. "Ini kuncinya."
"Terimakasih, Mas. Nanti kalau ada yang cari saya langsung suruh ke kamar saja ya, namanya Bertha."
"Baik, Mba."
Kemudian Lucia bergegas naik ke lantai 2 dengan perlahan-lahan karena dia mengenakan high heels setinggi 12 centimeter dan gaun pengantin lengkap sehingga agak sulit melangkah.
Sesampainya di depan kamar no.12 Lucia segera membuka pintu lalu melihat ke dalamnya.
Ah ... kamar ini memang tidak senyaman kamar saya di rumah tapi cukup bersih dan rapi, udaranya juga sejuk di sini. Lucia membatin.
Setidaknya kamar itu cocok untuk seorang wanita yang sedang ingin menenangkan pikirannya.
Lucia sangat menyukai segala hal tentang Korea Selatan, apapun mengenai Negeri Ginseng tersebut seperti drama, kpop, budayanya maupun berbagai makanan khasnya.
Kecantikan Lucia memang dapat memikat laki-laki manapun yang melihat juga mengenalnya di mana saja, termasuk Kyung Joon juga Arya.
Aura inner beautynya terpancar dari dalam diri Lucia Pandora, wanita sederhana berusia 32 tahun yang hobi menonton drama Korea.
******
Lucia menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur sambil menunggu Bertha datang ke Hotel Ardhana. Jam dinding menunjukkan pukul 12.30 WIB, sudah waktunya makan siang, namun dia tidak bisa membeli makanan di luar hotel dengan pakaian seperti itu, lagipula ia tidak mempunyai uang sama sekali.
Berjam-jam kemudian terdengar suara pintu kamar Lucia diketuk oleh seseorang. Ia tertidur dalam suasana hati yang galau dan kesepian.
Tok, tok, tok.
"Luci ... kamu ada di dalam?" tanya Bertha, suaranya sedikit lantang.
Tok, tok, tok. Bertha mengetuk pintu lagi berharap Lucia mendengar suaranya.
"Lus ... saya Bertha, saya bawa makanan dan tas kamu, nih."
Samar-samar Lucia mendengar suara seseorang di dalam mimpinya, sepertinya orang itu hendak membantu Lucia keluar dari gudang rumah Kyung Joon.
"Saya buka pintunya, ya. Kamu pasti capek dan lapar," ucap Bertha perhatian.
Ceklek. Bertha membuka pintu itu yang ternyata tidak dikunci sedari tadi oleh Lucia, lalu dia bergegas masuk menemui temannya yang tertidur nyenyak di atas kasur.
Bertha pun duduk di samping kanan Lucia dan memandangnya dengan rasa kasihan. Sementara, di dalam mimpinya dia sudah berhasil melarikan diri dari rumah Kyung Joon.
"Kasihan kamu, gara-gara dijodoh-jodohkan Trina dan Fela jadi terpaksa married dengan Kyung Joon," ungkap Bertha.
"Bertha! Tolong saya! Saya tidak mau jadi istrinya!" teriak Lucia tiba-tiba.
Kyung Joon mengejar-ngejar Lucia sampai keluar komplek perumahan yang nampak asing baginya, dia sangat ketakutan dan panik.
"Weng Feixue! Bagaimana pun juga kau harus menjadi istri ke-delapan ku!!" Kyung Joon sangat terobsesi pada Lucia alias Weng Feixue.
*****