Chereads / CEO's Revenge / Chapter 15 - Perjodohan Tidak Selalu Membuat Seseorang Bahagia

Chapter 15 - Perjodohan Tidak Selalu Membuat Seseorang Bahagia

"Apa?! Yunani?? Setelah kamu melarikan diri waktu itu, sekarang mau pergi ke Yunani?? Papa tidak akan mengijinkan kamu berlibur di sana sebelum kamu minta maaf pada Kyung Joon." Ronald berbicara dengan nada tegas.

"Tidak akan pernah, selamanya saya tidak akan minta maaf ke Kyung Joon karena saya tidak bersalah. Bertha, ayo temani saya membereskan semua pakaian saya di kamar," ajak Luci acuh tak acuh, sambil cepat-cepat menarik tangan Bertha.

Semua orang di ruang tamu langsung mendelik ke arah Luci, sejak kapan dia jadi begitu? Berani melawan perintah ayahnya dan bersikap kasar pada Kyung Joon.

Tetapi, Lucia bukan anak kecil lagi sekarang. Dia berhak menentukan pilihannya sendiri, baik masa depan maupun pasangan hidupnya. Bertha terdiam tidak mampu berkata apa pun, dia terpaksa mengikuti permintaan Lucia meski dia merasa tidak enak hati terhadap keluarga Lucia juga Kyung Joon.

Kedua wanita cantik itu pun bergegas masuk ke kamar Lucia untuk menghindari kemarahan mereka serta membicarakan rencana selanjutnya.

"Tha, tolong bantu saya membereskan semua pakaian lalu kita pergi ke hotel terdekat sekarang juga," pinta Lucia sambil membuka lemari pakaian.

"Jangan ke hotel, lebih baik kamu tinggal di rumahku saja untuk sementara waktu. Sepertinya, saya juga harus resign dari kantor sebelum saya dipecat oleh pria itu," balas Bertha lirih.

Kemudian Lucia segera berbalik ke arah Bertha dan melihatnya dengan tatapan bersalah. "Maaf, saya merepotkan kamu atas semua masalah saya dengan Mr. Kyung Joon."

"Sudahlah, ini semua bukan kesalahan kamu kok, kalau bukan karena Fela dan Trina mendesakmu supaya menerima cinta Kyung Joon, mungkin sekarang kita tidak akan terkena masalah ini. Trina, si penggosip dan hobi menjodoh jodohkan orang lain, tapi dia sendiri belum punya pacar." Bertha menggerutu, lalu memegang tangan Lucia.

"Mengenai Trina tidak perlu kamu pikirkan, biarkan saja dia begitu. Mungkin dia menyukai Mr. Kyung Joon dan ingin memilikinya, namun sayangnya Mr. Kyung Joon tidak ada perasaan sedikitpun terhadap Trina," imbuh Lucia, dia duduk di samping Bertha.

"Ha, ha ... dari mana kamu punya pikiran begitu, Lus? Jangan asal tebak, kalau tebakanmu tentang mereka salah bagaimana?" tanya Bertha, tersenyum tawar.

"Saya tidak asal menebak, selama ini saya melihat gelagat yang aneh pada diri Trina. Sikapnya sangat berbeda bahkan penampilannya juga berubah," jelas Lucia meyakinkan temannya.

"Ya, itu benar ... sepertinya dia jadi lebih cantik sekarang. Saya baru menyadari hal itu, Kyung Joon mana mungkin menyukai wanita seperti dia. Prestasinya di kantor saja buruk, dia tidak lebih baik dari Fela, intinya kamulah yang paling pintar di PT. Nalendra Tekstil." Bertha memuji Lucia sambil menepuk-nepuk bahunya.

"Kamu jangan bicara begitu, kamu juga pintar, cantik, dan mempunyai wawasan yang cukup luas sebagai Staff Marketing Ekspor. Benar tidak? Kalau sampai kamu resign hanya karena masalah ini, saya pikir itu adalah keputusan yang tidak tepat." Lucia menasihati Bertha.

"Tapi, Tante Vanya dan papa kamu menyalahkan saya atas semua yang terjadi. Kyung Joon juga begitu bukan? Saya malas menghadapi pria itu, juga malas bertemu Fela serta Trina, lebih baik saya resign besok," tukas Bertha.

"Semua keputusan ada di tangan kamu, mau resign atau tidak terserah kamu. Tapi, apa kamu sudah yakin dan mantap dengan keputusanmu tadi? Saya benar-benar merasa tidak enak hati padamu," balas Luci, dia menundukkan kepalanya.

"Sudahlah, kita tidak usah membahas masalah ini lagi. Sekarang kita bicarakan saja rencana kita selanjutnya, kira-kira kapan kamu mau mengajukan surat pengunduran diri kamu ke Bu Susan, Kak Ayen dan Kyung Joon?" tanya Bertha, memastikan.

"Sore ini mungkin, yang pasti saya harus cepat-cepat keluar dari rumah untuk sementara waktu. Saya ingin menghindari kemarahan mereka juga menenangkan pikiran," jawab Lucia.

"Baiklah, kalau begitu saya akan membantumu membereskan semua pakaian dan barang barangmu sekarang. Saya pastikan tidak akan ada seorang pun yang mengganggu hidupmu ketika kamu menginap di rumahku," terang Bertha, tersenyum lebar.

"Terimakasih atas semua perhatianmu, Tha. You are my best friend forever." Lucia membalas senyuman Bertha.

"Jangan sungkan-sungkan pada saya, Lus. Kita ini teman, sudah semestinya saya menolongmu dari Fela, Trina, Mr. Kyung Joon, serta orangtuamu. Bukannya saya mau ikut campur urusan keluargamu, tapi mereka tidak pernah tahu apa yang kamu mau dan bagaimana perasaanmu selama ini." Kata-kata Bertha terdengar begitu tulus.

"Saya ini anak bungsu, makanya sebagai anak bungsu mereka selalu menekan saya dan berharap kalau saya akan segera menikah seperti kakak-kakak saya yang lain. Mereka juga dijodohkan dan selalu menurut begitu saja," imbuh Lucia, cemberut.

"Perjodohan tidak selalu membuat hidup seseorang bahagia bukan? Apalagi kalau laki-laki itu baru kenal beberapa bulan saja. Jujur, saya sebenarnya tidak menyukai dia dari awal," ujar Bertha, berterus terang.

"Saya juga tidak seharusnya luluh pada rayuan manisnya dia. Dia adalah bos, saya tidak pantas menikah dengan bos. Hmm ... jangan-jangan mimpi saya kemarin ada benarnya." Lucia nampak memikirkan sesuatu.

"Mimpi yang mana, Lus? Saya lupa." Bertha memandangnya dengan tatapan penasaran.

"Masa kamu lupa, sih? Mimpi yang itu, waktu saya berteriak-teriak di hotel ketika kamu datang menemui saya sambil membawa makanan dan beberapa potong pakaian," jawab Luci.

"Mimpi dikejar'kejar Kyung Joon??" Bertha bertanya lagi

"That's right, sampai sekarang saya cukup terganggu oleh mimpi itu. Mimpi yang sangat menyebalkan," gerutu Luci.

"Lupakan saja mimpimu, tidak ada gunanya sama sekali memimpikan Kyung Joon. Semoga di Yunani nanti kita bisa ketemu jodoh kita.

"Semoga saja ... by the way, cowok yang bertemu di airport tadi siapa sih? Kenapa dia mengikuti kita sampai ke mall?" tanya Lucia penasaran.

"Oh, cowok itu ya. Dia bukan siapa-siapa, kok."

"Bukan siapa-siapa bagaimana? Kelihatannya kamu seperti sudah berkenalan dengan dia. Ayo, mengaku sajalah kalau sebenarnya dia itu salah satu teman dekat kamu," tandas Luci, menyikut lengan kanan Bertha.

"Bukan, Lus. Dia bukan siapa-siapa dan bukan juga teman dekat saya, dia bilang seperti mengenal wajah kamu, familiar katanya," terang Bertha.

"Oh, cowok itu merasa kenal dengan saya?? Dia bilang wajah saya familiar? Tidak mungkin dia mengenal saya, memangnya saya artis atau apa??" Lucia merasa terganggu oleh Arya.

"Tapi laki-laki itu tampan, keren, dan ramah. Dia adalah tipe laki-laki ideal." Bertha tersenyum saat mengingat pertemuannya dengan Arya di mall tadi.

"Tetap saja bagi saya dia adalah penguntit, saya tidak suka diikuti olehnya." Lucia berkata dengan nada kesal.

Sesudah bercakap-cakap di dalam kamar Luci, Bertha segera mengalihkan topik pembicaraan dan membantu Luci membereskan pakaian, serta beberapa barang yang diperlukan saat menginap di rumah Bertha nanti.

*****