Pada akhirnya, Lucia tidak peduli dengan segala kemarahan orangtunya serta Kyung Joon. Dia berjalan keluar menuju ruang tamu sambil membawa dua buah koper, diikuti Bertha dari belakang.
Saat itu, hari sudah gelap namun Kyung Joon masih belum pulang juga. Hatinya diliputi kemarahan yang amat sangat, sekaligus rasa penasaran yang memuncak terhadap Lucia.
Perlahan-lahan, Lucia menghampiri mereka tanpa rasa takut sedikit pun, dia begitu yakin jikalau keputusan yang dia ambil adalah keputusan yang benar. Menjauhi keluarga dan bosnya untuk sementara waktu, agar tidak ada lagi kesalahpahaman di antara mereka meskipun Kyung Joon tidak akan pernah mengerti alasan Lucia yang sesungguhnya.
Lucia dan Bertha kemudian mendekati papa dan mamanya, yang mana saat itu mereka sedang bercakap -cakap dengan Kyung Joon.
"Pa, Ma ... malam ini saya akan menginap di hotel untuk menenangkan hati dan pikiran saya," ucap Lucia mantap.
Kemudian, ayahnya berbalik ke arah Lucia dengan tatapan tajam. Begitu pula Kyung Joon, raut wajahnya seketika berubah menjadi lebih marah daripada sebelumnya.
"Luci! Berani-beraninya kamu pergi dari rumah pada saat semua orang sedang membicarakan masalah penting dan hubungan kamu dengan Tuan Kyung Joon! Kamu tidak bisa menghindar begitu saja dari semuanya!" hardik Ronald, mendelik pada Luci.
"Ya, itu benar Lucia Weng. Kamu adalah calon istri saya, seharusnya kamu tinggal di rumah kamu dan merenungkan segala sesuatu yang sudah kamu perbuat terhadap saya! Bukannya malah kabur ke hotel!" Kyung Joon murka, wajahnya memerah semerah api.
"Bukankah sudah saya katakan sebelumnya bahwa saya akan berlibur ke Yunani?! Apa salahnya jika saya menginap di hotel untuk sementara waktu sampai saya pergi berlibur ke sana??! Saya tidak mau dipaksa seperti itu!" Tatapan Lucia penuh kebencian kepada bosnya.
"Aku tahu, itu semua cuma sekadar alasan semata yang keluar dari bibir wanita sepertimu! Dari awal kita berkenalan, kata-katamu begitu manis dan menipu! Penampilanmu, wajahmu, telah menarik perhatian saya sehingga saya jatuh cinta kepadamu dalam sekejap saja, tapi sekarang apa yang saya dapat dari hubungan kita waktu itu?!" tanya Kyung Joon emosi.
"Jujur saja, sesungguhnya saya tidak pernah mencintai kamu Tuan! Saya terpaksa menikah dengan anda karena ucapan Fela, Trina, dan juga keluarga saya sendiri yang selalu menyuruh saya agar segera menikah! Sekarang, apa yang kamu inginkan dari saya?!" Lucia balik bertanya, dia hampir tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri.
"Saya tegaskan, bahwa saya hanya ingin menikah denganmu, bukan dengan wanita lain! Kamu harus tinggal di rumah dan tidak boleh pergi ke mana-mana!" Kyung Joon memaksa.
"Oh, tentu tidak Tuan. Anda tidak bisa memaksakan kehendak anda terhadap saya karena anda bukan siapa-siapa saya, mengerti?!" bentak Lucia, dia begitu berani.
"Apa yang dikatakan Tuan Kyung Joon tadi memang benar, Lucia! Papa tidak akan mengijinkan kamu pergi ke manapun, baik ke hotel atau pun berlibur ke Yunani! Kalau sampai kamu berani keluar dari rumah ini, maka Papa akan menganggapmu sudah tidak ada dan ingat, namamu juga akan kami coret dari daftar keluarga Wiraatmadja!" ancam Ronald.
"Terserah Papa, saya tidak peduli dengan nama itu. Saya tidak mau jadi anak yang tidak berbakti, tetapi masalah hati dan cinta tidak bisa dipaksakan begitu saja. Apalagi sampai menikah dengan orang yang sudah beristri, Papa tidak pernah tahu bukan?" Lucia berusaha meyakinkan ayahnya jika mimpinya tentang Kyung Joon beberapa hari lalu memang benar.
"Omong kosong! Kamu jangan berani-beraninya mengatakan jikalau saya sudah mempunyai istri, atas dasar apa kamu berkata begitu?!" tanya Kyung Joon sambil berdiri, tangan kanannya sudah siap akan menampar wajah manis Lucia.
"Saya memang tidak memiliki bukti kalau anda sudah memiliki istri, tapi mimpi saya waktu itu sangat nyata. Cepat atau lambat, kita semua akan mengetahui identitas anda yang sebenarnya! Tunggu saja, segala sesuatu yang disimpan rapat- rapat, akan terungkap pada waktunya! Permisi, Tuan Kyung Joon!" Lucia menantang Kyung Joon, tatapannya setajam silet.
Tanpa menunggu mereka melarang Lucia pergi sementara dari rumahnya, dia langsung berlari seraya membawa sebuah koper, sedangkan Bertha membawa koper Lucia yang lain.
Maafkan saya, Pa, Ma. Saya terpaksa melakukan ini karena saya tidak mau dikekang oleh kalian. Batin Lucia, hatinya sangat sedih.
"Luci, tunggu! Kamu jangan pergi, Luci!" teriak Mamanya.
"Vanya! Biarkan Luci pergi, kamu jangan mencegah anak itu! Kalau dia mau pergi dan berlibur ke Yunani, ya sudah! Tapi aku tidak akan pernah menganggapnya sebagai anak kita lagi, ingat itu!" tukas Ronald pada istrinya.
Vanya menoleh pada Ronald, memandangnya lalu perlahan-lahan tetes air mata keluar dari kedua mata indah Vanya. Wanita terpandang keturunan Jerman-China itu tidak menyangka kalau semuanya akan menjadi seperti ini. Satu lagi seorang anak perempuan keluar dari rumah karena menolak menikah dengan laki-laki yang tidak pernah dicintainya.
Beberapa tahun lalu, kakak kedua Lucia yaitu Irene, juga keluar dari rumah dikarenakan perjodohan yang sama sekali tidak diinginkan olehnya. Tinggal Steve dan Arnold yang masih menjadi bagian dari keluarga Wiraatmadja.
"Bertha, cepat pergi dari sini. Saya muak dengan semua hal yang terjadi di rumah ini," ujar Lucia.
Bertha mengangguk, lalu dia segera membuka bagasi mobil dan mereka bersama-sama memasukkan dua buah koper ke dalam bagasi.
*****