Tak lama sesudah membeli tiket, Bertha mengajak Lucia ke mall, mereka makan siang lalu membeli beberapa pakaian, baju renang, dsb. Wajah Lucia begitu ceria karena ia akan pergi berlibur ke Yunani bersama Bertha.
Bertha tertawa kecil saat Lucia mencoba salah satu pakaian yang berwarna orange dengan motif bunga di seluruh bagian dress itu.
Tanpa disangka-sangka orang yang tadi mengomel di bandara juga pergi ke mall itu. Arya seperti sedang menguntit mereka.
Arya sempat melihat wajah Lucia walau cuma sekilas. Lucia menyadari dirinya sedang dikuntit, ia pun merasa risih. Bukan tanpa tujuan Arya membuntuti mereka dari bandara internasional hingga ke mall. Dia sangat penasaran pada wanita tersebut, wajahnya juga familiar.
"Tha, itu orang kenapa, sih? Kenapa dari tadi mengikuti kita terus-menerus. Aneh banget, deh," ucap Lucia sambil bergidik.
Saat Bertha akan menoleh ke belakang, tiba-tiba tangannya ditarik Lucia.
"Bertha, kamu jangan menengok ke belakang, dong."
"Tidak apa-apa deh kita dikuntit sama cowok. By the way, is he handsome or not?" tanya Bertha penasaran.
"I don't know, he is wearing sun glasses, so i cannot see his face." Suara Lucia terdengar datar tapi agak sedikit bergetar.
"Muka kamu kelihatan tegang, Lus." Bertha menunjuk wajah Lucia.
"Sudah belum shoppingnya? Kalau sudah cepat pergi dari sini, saya mau beres-beres di rumah." Lucia mengalihkan pembicaraan sambil menarik baju bertha.
"Ah kamu, apa kamu tidak penasaran dengan dia?"
"Tidak, aku masih trauma dengan Kyung Joon." Lucia cemberut.
"Kamu jangan trauma, dong."
"Sudah, kita balik sekarang yuk," ajak Lucia.
"Kamu tidak mau berkenalan dulu? Sepertinya cowok itu kaya raya," bujuk Bertha.
"Hmm ... saya malas berkenalan dengannya," pungkas Lucia.
"Ya sudah, kalau memang tidak mau berkenalan. Saya tidak akan memaksa, ayo balik sekarang."
"Ngomong ngomong, nanti di Yunani jangan lupa beli oleh-oleh untuk Bu Ayen, Pak Daniel, dan lainnya." Lucia mengingatkan.
"Iya, nanti di sana kita beli oleh-oleh untuk Bu Ayen dan lainnya," sahut Bertha.
"Alright, good, good. Trina dan Fela juga mesti dibawakan oleh-oleh, ya," tukas Lucia sebal.
"Betul sekali, biar mereka tidak cerewet. Sebenarnya, saya ingin mereka diout dari perusahaan, tapi kok susah banget ya?" tanya Bertha sewot.
"Kalau kamu mau mereka dipecat dari perusahaan gampang, kok. Saya, kamu, dan Alicia bisa membuat mereka diout dari Nalendra," tandas Lucia.
"Caranya??" Bertha mengernyit.
Lucia tersenyum jahat. "Caranya adalah dengan mengadukan semua tingkah laku mereka dan apapun yang mereka katakan tentang kita, Kyung Joon, Bu Susan, juga Tuan Kwak ke Pak Daniel dan Bu Ayen.
"Baiklah, saya sependapat denganmu." Bertha mengangguk-anggukan kepalanya.
Kedua wanita cantik itu asyik mengobrol di toko pakaian, hingga Arya masuk ke toko dengan wajah angkuh namun tetap mempesona.
"Kalau mereka out dari Nalendra, maka suasana kantor akan menjadi lebih nyaman dan menyenangkan." Lucia menyeringai.
"Pastinya," balas Bertha.
"Ngomong-ngomong, baju ini bagus banget ya," pungkas Lucia, dia melihat-lihat salah satu pakaian berwarna merah muda polos yang panjangnya sampai ke lutut.
"Wah, warna pinknya mencolok sekali. Kalau mau pakai yang ini saja, warnanya mirip dengan warna laut," usul Bertha, menunjuk pakaian santai lainnya, outfit casual itu nampaknya pas dan cocok dikenakan oleh Lucia.
"Tapi saya tidak suka modelnya. Sebentar, saya mau cari beberapa baju lagi, sekalian buat ganti baju-baju saya yang sudah kuno," imbuh Lucia bersemangat.
"Kalau begitu, saya tunggu di sana ya. Kaki saya pegal banget, nih." Bertha memegang kaki kanannya yang terasa amat pegal.
"Oke deh. Lain kali kalau jalan-jalan ke mall ganti pakai sandal flat saja. Jangan pakai high heels dan seragam lengkap kayak gitu," cetus Lucia, ia menunjuk ke seragam berwarna putih hijau yang dikenakan Bertha.
"Saya gak sempat ganti pakaian, Lus. Saya tadi terburu-buru menjemput kamu ke Bogor."
"Ya sudah, sana duduk dulu. Semoga cowok tadi tidak menghampiri kamu"
"Justru saya ingin sekali dia menghampiri saya di sana, lalu berkenalan dengannya. He he."
"Astaga, kamu sangat berharap banyak sepertinya pada cowok itu. Wajah pria itu menyeramkan sekali." Lucia bergidik.
"Mungkin karena dia bukan tipe cowok yang kamu suka, jadi kamu bilang dia menyeramkan."
"Maybe," balas Lucia, ia mengangkat kedua bahunya.
Sehabis mereka bercakap-cakap, mengobrol ke sana ke mari, Lucia pun beranjak ke bagian ujung toko untuk mencoba semua pakaian yang akan dibelinya. Sementara temannya duduk di sofa minimalis yang terletak di dekat pintu masuk tenant.
Sesaat kemudian, Arya yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik mereka, segera menghampiri Bertha yang tengah duduk santai di sofa.
"Permisi, maaf apa anda teman wanita tadi?" tanyanya sopan, dia tidak melepas kacamata hitamnya.
Bertha cepat-cepat mendongak dan membalasnya dengan sebuah senyuman manis. "Maaf ... anda siapa?"
"Perkenalkan, nama saya Arya Erlangga." Arya mengulurkan tangan kanannya pada Bertha.
Wanita cantik dan manis dengan lesung pipit di pipi kirinya, langsung berdiri seraya mengulurkan tangan kanannya, lalu bersalaman dengan Arya, CEO PT. Citra Buana Garment.
"Perkenalkan, nama saya Bertha."
"Bertha?? Nama yang bagus," balas Arya ramah.
"Terimakasih ... Pak--"
"Jangan panggil saya Bapak, panggil saja nama saya langsung."
Mereka berjabatan agak lama, sepertinya Bertha tidak mau melepaskan tangannya dari tangan Arya.
"Kalau boleh tahu, apa anda yang tadi mengikuti kami selama saya dan teman saya berbelanja di sini?" tanya Bertha pura-pura bodoh.
"Betul, Nona--"
"Ah, kenapa anda memanggil saya dengan sebutan Nona? Panggil saja Bertha, mungkin saya dan anda seumuran." Wajah Bertha memerah seperti udang rebus.
"Ya sudah, saya akan memanggil nama anda."
"Silakan duduk, Ar ... ya."
Arya mengangguk, lalu dia melepas kacamata hitamnya itu. Sunglasses hitam pekat bermerek itu menambah ketampanan Arya.
Keren sekali cowok ini, seandainya dia jadi pacar saya nanti, pasti Fela dan Trina semakin iri dengan saya. Bertha membatin dan tertawa dalam hati.
Bertha langsung menyukai sosok Arya yang sudah ditolak mentah-mentah oleh Diana saat akan menikah dengan Arya setahun lalu. Padahal dia jauh lebih baik dan tampan dibandingkan Ryan. Sekarang nasib Diana terlantar setelah menikah dengannya dan semakin tidak jelas.
Setiap hari Ryan hanya memikirkan wanita lain, ia tidak pernah memikirkan juga memperhatikan istrinya. Sekarang, dia terjebak dalam pernikahan yang sebenarnya tidak pernah diinginkan Ryan.
*******