Rachel tidak sekalipun meninggalkan Danique saat emosi lelaki itu tidak stabil akibat rumitnya hubungannya dengan wanita mata duitan itu. Rachel membantu pekerjaannya, melayani dengan sabar, menanggapi pembicaraannya, dan melakukan apapun yang bisa mengendalikan Danique supaya serigalanya tidak keluar di sembarang tempat. Ia tetap menginap meskipun memiliki apartemen sendiri.
Suatu malam, lelaki itu melempar barang-barang di kamarnya saat lelaki selingkuhan Rhea juga tidak mau mengakui janin di perut Rhea sebagai anaknya. Danique dan lelaki itu adu mulut di telepon.
"Temui aku langsung kalau begitu. Kau butuh uang berapa dari Rhea?" desis Danique. Rupanya lelaki yang tidur dengan Rhea siang itu juga sama-sama manusia mata duitan.
"Kau menantangku adu otot?" Danique berdecih sementara Rachel mengernyitkan dahinya mendengarnya.
Setelah membanting telepon, Danique menghentakkan kaki meninggalkan kamarnya yang berantakan. Berapa kalipun Rachel merapikannya, lelaki itu kembali membuatnya seperti kapal pecah.
"Danique, Kau mau ke mana? Jangan dengarkan lelaki itu, kendalikan dirimu. Kau tidak harus berkelahi dengannya," Rachel berlari menyusul Danique.
Lelaki itu memasuki mobil hitamnya dan Rachel dengan terburu-buru membuka pintu penumpang untuknya sendiri. Jalanan malam yang sepi membuat Danique melajukan mobil dengan kecepatan tinggi seperti orang kesetanan.
Geraman tertahan di sela-sela giginya dan juga jemari yang mengepal di kemudi mobil, menunjukkan dengan jelas bahwa Danique tengah menahan serigalanya supaya tidak keluar.
Rachel baru menyadari bahwa mereka kini tengah menuju hutan Green Moon. Ia menghela napas lega, itu artinya kemungkinan Danique untuk adu otot dengan lelaki itu sangat kecil. Manusia biasa tidak mungkin ke hutan tengah malam tanpa tujuan. Danique hanya membutuhkan ketenangan.
Setibanya di sisi hutan, serigala Danique langsung meloncat dari dalam mobil, membuat Rachel terlonjak kaget. Pintu mobil belum terbuka sempurna namun Danique sudah terlanjur berubah wujud. Engsel mobil itupun patah.
"Danique," seru Rachel menyusul lelaki itu.
Aauuuuk
Lolongan panjang terdengar ke seluruh penjuru hutan.
Rachel terus melangkahkan kakinya ke tengah hutan yang gelap gulita. Tangannya susah payah merogoh handphone di saku celananya lalu menghidupkan senter. Meski tidak menyinari jarak jauh, setidaknya Ia tidak menabrak pohon dan kakinya bisa menghindar ketika ada ular atau binatang lain.
Suara rusa yang mengkuak memberitahu Rachel bahwa serigala itu telah menangkap buronan pertamanya. Suasana kembali lengang, mungkin serigala itu tengah memakan daging rusa. Rachel berjalan tak tentu arah semakin menjauh dari mobil. Tak lama kemudian tanah yang Ia pijak terasa sedikit bergetar, gemerasak daun kering terinjak-injak, serigala Danique tengah berlari dan kebetulan melintas tak jauh darinya.
Kraaaak
BUGGH
Sebatang pohon roboh, Rachel menggeleng, kali ini Danique benar-benar meluapkan amarahnya. Suara binatang-binatang kecil seperti burung dan tupai bersahut-sahutan, binatang kecil itu menciat ketakutan saat tempat tinggal mereka dirobohkan.
Malam itu Danique menghabiskan waktunya dengan berbuat sesukanya di tengah hutan belantara. Sedangkan Rachel berjalan-jalan tak tentu arah bermaksud ingin mendampingi Danique, memastikan lelaki itu tidak mencelakai dirinya sendiri.
Cahaya oranye di ufuk timur mulai nampak, fajar kizib menyingsing sesaat, tanda malam mulai berakhir. Rachel menyandarkan tubuhnya di sebatang pohon, duduk meluruskan kakinya, Ia lelah. Namun sudut hatinya yang lain merasa senang karena akhir-akhir ini Ia selalu bersama Danique.
"Hai, bangun," suara Danique mengetuk gendang telinganya.
Rachel terkesiap saat menyadari dirinya tertidur di tengah hutan. Lelaki itu sudah berpakaian, tentu saja dengan baju cadangan yang disediakan di mobil. Setelah mengerjap-erjap menyesuaikan terangnya sekeliling, Rachel pun berdiri.
Danique menangkapnya karena Rachel hampir roboh lagi.
"Jam berapa ini?" ucapnya dengan suara parau.
"Jam sembilan siang," jawab Danique.
"Hah? Kita terlambat ke kantor," Rachel buru-buru merapikan bajunya yang sudah kusut.
"Ck, Kau mau ke kantor di hari liburmu?" decih Danique.
"Oh," Rachel tersipu. Ia merasa linglung dan pusing akibat tidurnya yang dibangunkan Danique.
Pagi ini Danique mampir ke restoran dan memastikan Rachel mengisi perutnya, sedangkan Ia sendiri sudah sangat kenyang. Samuel memanfaatkan waktu untuk membawa mobil Danique ke bengkel. Ini pertama kalinya Danique mengajaknya makan berdua. Dulu mereka memang pernah makan bersama di luar kantor tetapi itu adalah makan-makan bersama.
Rachel menghabiskan sup daging sapi suap demi suap, Ia menepiskan pikiran tentang daging yang sedang ada di mangkoknya. Sialnya, setiap Ia makan makanan yang mengandung daging atau sekadar mendengar kata daging, pikirannya langsung tertuju ke Danique. Lelaki di depannya itu tengah sibuk bertelepon dengan rekan kerjanya di luar negeri.
"Ah, rupanya kita harus ke kantor," gerutu Danique.
"Ada apa memangnya?" tanya Rachel sembari mengunyah kerupuk, suaranya mungkin bisa terdengar sampai seberang telepon.
"Besok pagi-pagi sekali mereka akan datang. Aku belum menyelesaikan draft proposalku," keluhnya. Padahal biasanya yang mengerjakan adalah Rachel, gadis itu memutar bola mata dengan geram.
"Aku perlu menghubungi orang-orang sekarang," gumam Rachel.
Ia pun menelpon kepala cleaning service, pemilik toko bunga, pengusaha boga, dan beberapa orang yang memiliki jaringan dengan pengisi acara hiburan. Ketika Rachel sibuk menelpon, sup di depannya habis tanpa sisa berpindah ke perut Danique. Ia tidak perlu protes karena yang check in dan membayar makanannya tak lain adalah lelaki itu.
Hari libur di kantor dibagi menjadi dua shift, hari Sabtu dan Minggu. Hari ini Rachel mendapat jatah libur, kantor tidak pernah sepi meskipun Sabtu atau Minggu.
"Bajuku acak-acakan seperti ini," ucap Rachel.
"Tidak masalah," sahut Danique. Mereka menaiki lift khusus direktur.
Betapa terkejutnya mereka saat memasuki ruang kerja Danique. Wanita itu ada di sana. Orang-orang spesial Danique memang memiliki akses VVIP di gedung pencakar langit itu, termasuk Rhea. Mereka bisa menuju ruang manapun tanpa harus membuat janji terlebih dahulu. Pandangan mata wanita itu menangkap kemeja Rachel yang kusut.
"Kau? Pergi dari sini!" desis Danique menuding Rhea. Rhea maupun Rachel terkejut mendengarnya.
"Kumohon, Danique," ucap Rhea, suaranya memelas.
"Apa, apa maumu? Belum puas mempermainkanku?" sahutnya dengan dingin.
"Kumohon kali ini maafkan aku," ujar Rhea.
"Ck, lebih baik memelihara sapi daripada memelihara jalang yang bunting dengan lelaki lain," tanggap Danique.
"Danique," Rachel memperingatkan karena ucapan Danique sangat kasar.
"Aku tidak tahu kalau akhirnya bakal seperti ini," Rhea menangis.
"Kalau Kau bersetubuh dengan lelaki apalagi tanpa pengaman ya jelas sangat bisa hamil, dasar bodoh," Danique membanting bolpoin yang kebetulan ada di mejanya.
"Tapi Kau tidak," sanggah Rhea.
Rachel menggertakkan giginya mendengar ucapan-ucapan Rhea yang sangat menjengkelkan. Wanita itu benar-benar pintar berlagak sok polos.
"Karena aku memang tidak sudi punya anak," ucap Danique dengan tatapan dingin.
Rachel terkejut bukan kepalang. Jadi Danique sengaja operasi vasektomi karena itu?
"Kau tidak mau menerimaku karena Kau mencintai pembantumu sendiri," ujar Rhea dengan jijik tetapi tidak berani memandang Rachel. Wanita itu menghindari Rachel dengan takut, pikirannya sudah terlanjur menuduh bahwa Rachel adalah monster penyihir.
Danique menggeram, tersinggung oleh ucapan Rhea. Taringnya mencuat dari sela-sela bibirnya. Satu detik kemudian bajunya terkoyak. Gerungan lolos saat tubuh serigalanya sempurna mengambil alih.
"Aaaa."
Rhea menjerit ketakutan, suaranya nyaris memecah gendang telinga setiap manusia yang mendengarnya. Tubuhnya merosot ke lantai, indra penggeraknya seolah lumpuh total. Matanya membelalak pada apa yang ada di depannya.
Arrrghh
Serigala Danique menggerung sekali lagi, melompat dengan ganas ke arah wanita itu yang terpaku di tempat.
***