Aku sampai di depan rumahku. Rumah yang dulu ku anggap sebagai istana. Pada masa kecilku bersama Ibu, sebelum Ibu tiada. Namun sekarang, rumah ini bagaikan seperti neraka bagiku. Kakiku perlahan melangkah memasuki pintu gerbang rumah itu.
Baru saja sampai tepat di depan pintu masuk. Aku mendengar riuhnya suara orang tertawa di dalam. Sepertinya ramai sekali, apakah ada tamu? Lalu siapa, yang datang pagi-pagi begini?
Krek
Aku membuka knop pintu rumah. Semua orang yang ada di sana sontak melihat ke arahku.
'Keenan?' gumamku bertanya dalam hati.
Keenan dan keluarganya datang sepagi ini. Untuk apa?
"Masih berani kamu pulang ke rumah ini, hah?!" ujar Ayahku dengan suara lantang.
"Tidak tahu malu, masih punya muka dia datang ke sini?! Cih!" sambung Ibu tiriku.
'Apa maksud mereka? Aku tidak mengerti. Apakah mereka mengetahui semuanya? Kejadianku semalam dengan pria itu? Oh, tidak! Tuhan, bagaimana aku harus menjelaskan?' gumamku dalam hati.
Kakiku bergetar untuk melangkah mendekati ke arah mereka.
"Ayah.. aku.." ucapku terpotong.
Plak!
Tamparan keras dari tangan Ayah mendarat di sebelah wajah kiriku. Aku di tampar di hadapan semua orang, termasuk Keenan. Yang juga melihat itu.
"Pergi kamu! Mulai detik ini, kamu bukan bagian dari keluarga ini lagi!" umpat Ayah padaku.
"A.. Ayah mengusirku? Apa salahku, Yah?" tanyaku sedu.
"Kakak.. memangnya kamu tidak mengingat kejadian semalam? Aku mendapat foto ini dari seseorang. Kakak.. kamu.. tidur dengan pria lain?" ucap Amara. Seraya menunjukkan beberapa fotoku dengan seorang pria itu. Yang hanya ditutupi oleh selimut tebal berwarna putih.
Aku tercengang kaget mendengarnya. Bagaimana mungkin, mereka tahu semuanya? Dan lagi, dari mana mereka mendapat foto-foto itu? Aku sendiri bahkan tidak sadar saat malam itu.
"Aku.. tidak.. aku bisa jelaskan semuanya, Yah. Aku tidak sadar malam itu. Aku tidak tahu kenapa aku.." aku mencoba menjelaskan semuanya. Namun ternyata, aku mendapat satu tamparan lagi.
Dan itu, dari tangan Keenan langsung. Yang mendaratkan tamparan ke wajahku. Aku tidak menyangka, Keenan akan berbuat begitu padaku. Hatiku begitu sakit, aku menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca.
"Keenan.. k-kamu?" tuturku dengan suara bergetar.
"Aku sudah tahu semuanya. Mulai hari ini, kita sudah bukan lagi tunangan. Aku membatalkan pernikahanku denganmu." Ucap Keenan.
DUAR!
Bagai di sambar petir, seketika jantungku berdegup begitu cepat. Aku terpaku mendengar penjelasannya. Ia memutuskan semua hubungannya denganku. Janji yang sudah kami buat bersama saat kecil dulu. Untuk menikah dan hidup bahagia bersama. Semuanya memudar dan tidak lagi sama.
'Aku sudah siap dengan keputusanmu, Keenan. Aku memang sudah tidak lagi pantas untukmu. Aku bahkan sudah tidak suci lagi. Aku sudah hancur sekarang. Bagaimana mungkin, kamu masih mau menerimaku? Aku cukup tahu diri untuk itu.' Gumamku dalam hati.
Aku tidak dapat berkata-kata lagi. Mau membela diri pun, tidak bisa. Karena sama halnya aku menyerahkan nyawaku pada mereka. Aku tidak punya siapa-siapa yang mendukungku. Ibu, orang yang selalu mendukungku sudah tiada.
Brak!
Liana, Ibu tiriku melempariku satu koper berukuran besar ke hadapanku. Rupanya mereka sudah mempersiapkan semuanya untuk mengusirku dari rumah ini. Ah, hidupku begitu sempurna. Di benci Ayah, lalu terjebak hingga membuat Keenan membenciku. Dan sekarang, aku di usir dari rumah ini.
"Ambil dan bawa pergi barang-barangmu dari sini!" ucap Liana mengusirku.
"Ayo, tunggu apa lagi?! Sana pergi!" sambungnya lagi.
Aku mengambil koperku, dan berjalan pergi keluar dari rumah ini. Kehadiranku sudah tidak lagi dibutuhkan sekarang. Ayah yang memang sudah bertahun lamanya membenciku. Kini, Keenan juga ikut membenciku.
Keenan dan keluarganya menatapku dengan tatapan jijik. Amara pun aku pikir ia juga sama. Semua kebaikannya semalam, mungkin hanya berpura-pura. Hm, aku yang terlalu lugu atau bodoh. Tidak meneliti dan memahami semua itu lebih jauh.
Kakiku melangkah pergi menjauh dari halaman rumah masa kecilku. Tuhan begitu adil membuat skenario kehidupanku. Hidup sendirian di dunia yang begitu luasnya. Tanpa ada lagi seseorang yang menemaniku.
Keenan, orang yang begitu ku cintai. Kini tidak lagi berada di disisiku. Ia sudah begitu jijik melihatku. Seorang piatu yang hidup sebatang kara. Dan sekarang, latar belakangku sudah semakin buruk dimatanya. Sejak tragedi semalam, membuat semuanya pergi dalam sekejap mata.
'Sudahlah, Fia. Apalagi yang bisa kamu tangisi? Menangis pun tidak bisa membuat keadaan kembali seperti semula.' Gumamku sambil menitikkan air mata dan menyusuri jalan.
'Oh, cek 50 miliar itu!' gumamku teringat pada cek yang diberikan oleh pria semalam padaku.
Tuhan masih berpihak padaku. Aku bisa gunakan cek ini untuk membeli sebuah apartemen. Mungkin aku akan membelinya di sekitaran tempat kerjaku. Mulai detik ini, aku akan hidup seorang diri. Aku akan memulai semuanya dari awal lagi.
Lupakan Keenan, dan mulai fokus pada karier ku selanjutnya.
'Sofia, perjalananmu masih panjang. Ayo, semangat!' gumamku menyemangati diri sendiri.
...
Aku memesan sebuah taxi, untuk pergi ke sebuah bank. Agar uang yang ada di dalam cek ini bisa di cairkan. Lalu akan ku pindahkan ke dalam tabunganku.
Orang ini begitu kaya, apakah dia tidak rugi? Memberikan cek senilai 50 miliar pada seorang wanita. Yang bukan siapa-siapa baginya. Dan juga, aku dan dia tidak saling mengenal.
Aku tidak mengenal siapa pria itu. Tapi aku masih mengingat jelas wajahnya.
'Ku harap, kita tidak bertemu lagi, Tuan royal.' Gumamku dalam hati.
Singkat cerita, aku sudah berhasil mencairkan uang yang ada di dalam cek itu. Awalnya pegawai bank di sana agak tidak mempercayainya. Namun, setelah di telaah lagi, mereka baru percaya. Aku punya cek senilai 50 miliar.
Ya, itu pun berkat pria itu.
Setelah ke luar dari dalam bank..
'Sofia, uangmu sekarang banyak. Jadi, jangan takut kalau kamu tidak bisa makan.' Gumamku.
Aku pergi ke kantor perusahaan digital yang terbilang cukup besar di Negara ini. Bagaimana tidak, anak cabang dari perusahaan itu sudah tersebar luas ke beberapa negara. Dan di Negara ini, hanya ada dua cabang. Di Kota A dan Kota B.
Mengapa aku pergi ke kantor itu? Karena aku bekerja di sana. Mahesa Group, ialah nama dari perusahaan itu. Apakah aku cukup beruntung? Bisa bekerja di perusahaan itu.
Kedengarannya mungkin beruntung, tapi buatku, tidak juga. Bekerja di perusahaan besar, memang beruntung. Bisa mendapat gaji yang besar. Tapi, tuntutan dalam pekerjaan, begitu banyak. Hingga membuatku sering lembur sampai malam.
Bagaimana pun, aku tidak boleh menyerah. Karena pekerjaan itu, aku tidak begitu murung lagi dengan masalah kehidupan keluargaku. Soal percintaan, aku pikir semuanya sudah berakhir.
Keenan, satu-satunya pria yang memberiku harapan dalam kegelapan. Kini sudah tidak lagi, dan pergi mengusirku dari kehidupannya.
Sofia, nasibmu sungguh sempurna.