'Hah! Dia bisa mendengar suara hatiku? Dasar pria aneh! Aku ingin membunuhmu, Aaron Mahesa! Si Presdir harimau gila! Ah, kau membuatku gila!' Gumam Sofia dalam hati memaki Aaron.
"Hebat sekali kamu, membeli apartemen ini menggunakan uangku. Cih, ingatlah hutangmu padaku! Satu miliar bukanlah uang yang sedikit." Aaron berujar pada Sofia.
"Saya tahu, kan saya sudah pernah katakan pada Tuan. Saya pasti akan membayarnya. Lalu, untuk apa Tuan datang ke tempat saya?"
"Berani sekali kamu, berbicara begitu padaku. Heh, aku kesini untuk menagih hutangmu. Terlalu percaya diri bisa membuatmu menjadi orang yang Narsisisme."
'Sialan, beralasan saja! Menagih hutang kan, bisa di kantor. Tidak perlu datang kesini juga. Eh, ngomong-ngomong, tahu darimana dia? Apartemenku disini.' Gumam Sofia dalam hati.
"M-maaf, saya refleks kaget, Tuan. Tidak bermaksud apa-apa, serius!" Sofia menengadahkan kedua tangannya. Bermaksud untuk meminta maaf. Tangannya begitu bergetar, kepalanya tertunduk kebawah. Tak berani menatap lama-lama pria di hadapannya.
Aaron pergi melenggang begitu saja. Tanpa membalas ucapan dari Sofia. Yang masih berdiri di mematung dengan wajah yang tertunduk.
'Ini orang kenapa tidak membalas ucapanku ya? Aih, kenapa lama sekali?! Sudah pegal begini juga.' Gumam Sofia berkata dalam hati.
Merasa pegal dengan posisi tubuhnya itu. Sofia mendongakkan kepalanya secara perlahan. Kedua matanya melotot lebar. Tercengang kaget karena tak ada siapa-siapa selain dirinya di sana.
"Sialan! Berani-beraninya dia pergi! Dasar Presdir gila! Akan ku bunuh kamu!! Argh, aku ingin bunuh kamu Aaron Mahesa!" Gerutu Sofia memaki Aaron. Setelah menyadari bahwa pria itu sudah pergi jauh dari hadapannya.
Di sisi lain, Aaron tampak menyeringai. Sembari berjalan memasuki ke dalam kantornya. Mengingat ekspresi wajah Sofia yang tercengang saat ia membuka pintu apartemennya. Wajah lugu dan polos itu, tampaknya membuat Aaron tidak sabat untuk mengerjainya.
Ivan yang baru datang dari pintu masuk. Sontak menyadari mimik dari gestur tubuh Tuan mudanya.
'Hah? Tuan muda tertawa? Jarang sekali aku melihatnya begitu.' Gumam Ivan dalam hati.
"Tuan, apakah anda baik-baik saja" Tanya Ivan hati-hati.
"Kau pikir aku sedang sakit, hah?!" Aaron menjawab dengan emosi.
"T-tidak, Tuan muda. Anda terlihat sangat baik dan sehat." Ivan mengalah.
"Lalu, diamlah!"
Ivan menggelengkan kepalanya pelan. Takut dirinya akan dikirim ke afrika selatan. Atau juga ke bagian kutub utara. Dan bertemu dengan para beruang kutub. Yang tinggal di suhu 1 derajat celcius.
'Tidak, tidak, tidak!' Bayangan yang ada di otak Ivan saat ini. Untuk kedua kalinya, ia menggelengkan kepalanya.
Sementara Aaron, ia mulai memasuki diri ke dalam lift. Untuk naik ke lantai 30. Ruang kerja pribadinya, yang berada di lantai teratas gedung Mahesa Group.
**
Sofia berjalan dengan langkah cepat. Sembari memegang sebuah laptop di satu tangan kanannya. Langkahnya seperti tergesa-gesa.
"Aaaah! Dasar Presdir sialan! Berani-beraninya dia menggertakku?! Dia pikir dia siapa?! Seenaknya menggertak orang sesuka hati! Siapa pun orang yang menjebakku pada malam itu. Akan aku balas hingga berkali-kali lipat. Karena malam itu juga, aku gagal bertunangan dan menikah dengan Keenan. Lelaki yang begitu lama aku cintai. Hiks.. Keenan, bagaimana dengan kabarmu? Rasanya aku masih belum bisa melupakannya." Celoteh Sofia seraya memaki Aaron. Diakhiri dengan suasana hati yang sedu. Berbicara pada dirinya sendiri sembari berjalan menuju Kantor Mahesa Group.
Beberapa orang tampaknya memperhatikan tingkah aneh Sofia. Berjalan sambil berbicara sendirian. Terlihat seperti orang yang tengah frustasi.
"*Dasar gila, dia berbicara sendirian!"
"Wanita aneh! Apakah dia tidak punya keluarga?"
"Sepertinya dia sehabis putus cinta. Ha ha ha, cinta begitu rumit*!"
Tidak peduli dengan celotehan orang-orang mengenai dirinya. Sofia dengan percaya diri, terus berjalan dengan semangat.
'Sofia, ingatlah dendammu pada orang yang sudah menjebakmu!' Gumam Sofia dalam hati.
Tidak berapa lama, ia pun sampai tepat di depan gedung perkantoran MG. Tampak seperti biasanya, semua orang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Bergegas Sofia menuju ke ruang kerja team nya.
"Pagi, Fi!" Sapa Mila pada Sofia.
"Pagi juga, Mil." Balas Sofia seraya tersenyum ramah.
"Oh ya, kamu tadi di tanyai oleh Sekretaris Ivan." Lanjut Mila berujar.
"Hah? Seriusan? Kamu, tidak salah dengar kan?"
"Ya-- masa aku bohong sih, Fi. Kamu ada salah tidak? Atau mencari masalah dengan orang itu?" Mila bertanya-tanya.
"Tidak ada, kan kamu tahu, aku setiap hari ada di meja kerjaku. Mana sempat buat mencari perkara pada orang itu." Ucap Sofia beralasan.
'Kamu tidak akan paham, Mil. Ini pasti ada hubungannya dengan si Aaron setan itu!' Gumam Sofia dalam hati.
"Oh, bagus deh. Ya sudah, buruan temui sana!"
"Iya, aku titip laptop ku ya, Mil?!"
"Gampang, taruh saja di situ. Aku juga tidak akan pergi kemana pun."
"Thank you, Mila cantik!" Ujar Sofia berterima kasih seraya menghilang pergi di balik pintu. Mila terkekeh kecil melihat tingkah teman kantornya yang begitu ceria pagi ini.
...
Tok
Tok
Tok
Sofia mengetuk pintu ruangan Sekretaris Ivan. Terdengar suara balasan dari dalam. Yang menyuruhnya untuk masuk.
Krek
"Tuan mencari saya?" Tanya Sofia to the point.
"Ya, tolong siapkan secangkir kopi untuk Tuan Aaron. Dan bawakan langsung ke dalam ruangannya." Ucap Sekretaris Ivan memerintah pada Sofia.
Sofia mengernyitkan dahi untuk sesaat. Merasa bingung dengan perintahnya. Bukankah ada office boy? Mengapa harus dia yang membuatkan secangkir kopi untuknya?
Lagipula, itu bukan bagian dari tugasnya. Sofia yang bekerja sebagai akuntan di Mahesa Group. Tiba-tiba berubah jadi asisten Presdir MG.
'Apa?! Dasar sinting orang ini! Bisa-bisanya dia menyuruhku membuat secangkir kopi untuk pria gila itu! Argh, keduanya sama-sama gila!' Geram Sofia dalam hati memaki.
"Hei, tunggu apalagi? Ayo sana!" Ivan membuyarkan lamunan Sofia.
"Eh, i-iya, baik Tuan." Tutur Sofia seraya pamit dan pergi.
**
Ting!
Pintu lift terbuka, dengan membawa secangkir kopi di kedua tangannya. Sofia mulai berjalan ke arah ruang kerja Aaron. Lagi-lagi ia harus melihat pemandangan dua orang pengawal. Yang berjaga di depan pintu.
"Maaf, apa Tuan Aaron ada di dalam?" Tanya Sofia kepada dua orang pengawal itu.
"Tuan Aaron baru saja turun ke lantai 20." Jawabnya.
'Apa?! Lalu, untuk apa Sekretaris itu menyuruhku membawakan kopi ini? Dasar sialan! Beraninya mereka mempermainkanku!" Gumam Sofia memaki dalam hati.
"Begitu ya? Hm, baiklah. Tolong anda titipkan ini padanya."
Kedua pengawal itu saling memandang satu sama lain.
"Maaf, nona. Tuan muda tidak akan meminum kopi ini. Sebaiknya anda buang saja kopinya."
Sofia mengernyit sesaat.
'Kesabaranku benar-benar di uji! Aaron, aku ingin membunuhmu sekarang!!!' Gerutu Sofia dengan wajah merah memaki dalam hati.
Namun saat ia membalikkan tubuhnya. Dan berniat untuk pergi dari ruangan itu. Tiba-tiba pintu lift terbuka.
Terlihat dari kejauhan, Aaron berjalan ke arahnya. Keluar dari dalam lift bersama dengan Ivan, Sekretarisnya.
'Nah, itu dia!'
"Maaf, Tuan. Ini kopi yang anda pesan." Ujar Sofia percaya diri.
"Yang benar saja, kapan aku bilang untuk memesan kopi?! Buang saja kopi itu!" Jawab Aaron acuh, dan berjalan memasuki ke dalam ruang kerjanya.
"Eh, Tuan Ivan, ini kopinya bagaimana?" Sofia berusaha menghentikan langkah kaki Ivan yang mengekor dibelakang Aaron.
"Buang saja kopinya. Tuan muda sudah tidak ingin meminum kopi." Balasnya enteng.
'Ja-jadi? Mereka mengerjaiku? Dasar Sekretaris sialan! Mereka berdua memang tak ada bedanya! Argh, aku rasanya ingin membunuh mereka berdua!' Geram Sofia lagi-lagi hanya bisa memakinya dalam hati.
Di sisi lain, Ivan dan Aaron terkekeh melihat wajah kesal Sofia. Karena sudah dikerjai oleh mereka berdua.
"Bagaimana Tuan muda?" Ucap Ivan bertanya pada Aaron sesudah memasuki ke dalam ruang kerja Tuan mudanya.
"Kerja bagus! Akan ku transfer bonusmu sekarang." Tutur Aaron menjawabnya. Seraya mengambil ponsel dari kantong jas hitamnya.
Ting!
[$10.000.000 telah di transfer oleh Aaron Mahesa] Notification.
Ivan membuka ponselnya, melihat notifikasi yang masuk.
"Terima kasih, Tuan muda." Ivan berkata.
"Pergilah, jika tak ada hal lainnya lagi! Awasi terus gerak-gerik dari wanita itu!" Ujar Aaron seraya mengusir Ivan.
"Baik, Tuan muda. Kalau begitu, saya permisi!" Pamit Ivan seraya membuka knop pintu itu. Dan menghilang di baliknya.
"Sofia, So-fi-a! Dasar aneh! Nama yang jelek! Sama seperti orangnya. Heh! Rambutnya juga aneh!" Gumam Aaron berbicara sendiri. Setelah perginya Ivan.