Chereads / Suami Eksklusifku / Chapter 8 - PERJANJIAN PERNIKAHAN

Chapter 8 - PERJANJIAN PERNIKAHAN

"Tuan muda, gawat!" Ujar Ivan dengan suara tergesa-gesa pada Aaron di ruang kerjanya.

"Ada apa?"

"Nona Sofia, dia hamil! Tapi, bukankah dia belum menikah? Lalu, pada si.." ucap Ivan terpotong.

"Berani bicara lagi, akan ku kirim kau ke afrika selatan!" Gertak Aaron memotong ucapan Ivan.

"Eh, ti-tidak Tuan muda." Ivan menggeleng cepat.

"Lalu? Pergilah!" Aaron mengusir Ivan.

"Eh, tapi bagaimana dengan nona Sofia, Tuan? Apa kita akan mengeluarkannya dari kantor ini?"

"Ingat ucapanku sebelumnya!" Tutur Aaron dengan penuh penekanan. Ivan sontak terdiam kaku dan tak berani lagi untuk berkata. Dirinya langsung pergi keluar dari dalam ruang kerja Aaron.

'Hamil? Apa karena itu, dia tadi menangis di toilet?' Gumam Aaron dalam hati.

"Arrrgghh!! Bagaimana pun, dia itu hamil anakku!" Ujar Aaron berkata pada dirinya sendiri.

Aaron menekan angka pada telepon kantor. Mengubungi Ivan untuk datang lagi ke ruangannya.

Dasar Presdir menyusahkan! Eh.

[Van, cepat naik lagi ke ruanganku!] -Aaron

[Sekarang, Tuan muda?] -Ivan

[Tahun depan! Ya sekarang, bodoh! Gajimu akan ku potong selama setahun!] -Aaron

[Ja-jangan, Tuan. Baik, baik, baik, aku naik ke atas sekarang.] -Ivan

Beberapa menit kemudian, Ivan sudah berada di dalam ruang kerja Aaron lagi.

"Siapkan aku pesta pernikahan dalam satu hari!" Perintah Aaron pada Ivan.

"Hah? Me-menikah? Apa Tuan muda ingin menikah? Siapa calon wanitanya? Aku belum pernah mendengar Tuan muda mempunyai seorang kekasih." Ucap Ivan seraya berpikir.

"Berani bertanya lagi, akan ku potong lidahmu!" Geram Aaron.

"Ti-tidak Tuan muda, ampun." Ivan menggeleng cepat dan memohon pada Aaron.

"Siapkan aku pesta pernikahan untuk besok. Dalam satu hari ini, usahakan agar selesai secepatnya!" Pinta Aaron memerintah Ivan.

"Ba-baik, Tuan muda. Ada lagi?"

"Panggil wanita itu kesini untuk menemuiku!"

"Maksud Tuan muda, Sofia?"

"Apa kau tuli, hah?! Apa aku harus berkata berulang kali?!"

"Tidak, tidak, tidak. Baiklah, Tuan muda. Sesuai perintahmu, aku akan mengurus semuanya." Jawab Ivan seraya membungkukkan bahunya sedikit.

"Pergilah!" Aaron mengusirnya dari dalam ruang kerjanya. Ivan mengangguk paham, lalu pergi dan meninggalkan Aaron.

Sesuai arahan dari Aaron, langkah pertama yang Ivan tuju adalah ke ruang kerja teamnya Sofia. Menyuruhnya untuk datang ke ruang kerja Aaron seorang diri.

Ting!

Pintu lift terbuka lebar tepat di lantai 9. Aaron keluar dari dalam lift itu. Kakinya melangkah ke satu ruang. Yakni ruang kerja team Sofia.

Sesampainya di depan pintu itu. Ivan mengetuk beberapa kali ketukan. Detik berikutnya, ia langsung masuk begitu saja. Tanpa perlu persetujuan dari orang-orang yang berada di dalam sana.

Tok.. tok.. tok.

"Apa Sofia ada disini?" Tanya Ivan tanpa berbasa-basi.

"Ada, Tuan. Apa perlu saya panggilkan?" Jawab Anang, manager di dalam team kerja Sofia.

"Tidak perlu, bilang saja padanya untuk datang ke ruangan Tuan Aaron."

"Baik, Tuan. Akan saya sampaikan padanya." Ivan mengangguk paham, lalu pergi sembari menutup pintu itu.

Setelah ke ruang Sofia, Ivan pergi untuk mengurus acara pernikahan. Yang akan diselenggarakan besok. Benar-benar mendadak, semuanya begitu secara tiba-tiba.

'Benar-benar membuatku bingung' gumam Ivan dalam hati.

Sementara itu, Anang yang baru saja diberikan amanah oleh Ivan. Langsung pergi dan menghampiri ke dalam ruang kerjanya Sofia. Menyampaikan amanah yang diberikan langsung oleh Ivan padanya.

"Mana Sofia?" Tanya Anang pada Mila.

"Di meja kerjanya." Balas Mila acuh. Merasa kesal dengan perdebatannya dengan Sofia. Sewaktu saat di toilet tadi.

Anang mendekati meja kerja Sofia.

"Fi, kamu disuruh ke ruangan Tuan Aaron." Ujar Anang.

"Aku? Ada apa ya, Pak?" Tanya Sofia bingung.

"Ya mana saya tahu, udah sana pergi!" Anang menyuruh Sofia pergi.

"I-iya, Pak. Saya kesana sekarang."

'Ada apa sih? Pak Anang juga, menyuruhku seakan mengusirku dari sana. Huh!' Gumam Sofia dalam hatinya.

Dengan hati-hati, Sofia berjalan memasuki diri ke dalam lift. Jarinya mulai menekan tombol angka 30. Sayangnya, lift yang ia naiki harus berbarengan dengan orang kantor di team lain. Namun, mereka berhenti ke lantai 19.

'Apa dia tahu? Kalau aku hamil. Astaga! Kenapa aku tidak berpikir demikian?! Bagaimana kalau ia menyuruhku dan memaksaku untuk menggugurkan bayi ini? Tidak, meskipun aku tidak menginginkan bayi ini, tapi aku tidak akan menggugurkannya! Aku akan merawat bayi ini, karena ini anakku!' Pikir Sofia menerka-nerka.

Ting!

Lift berhenti tepat berada di lantai 19. Orang-orang yang menaiki satu lift bersama Sofia keluar. Tersisalah hanya dirinya seorang. Yang akan lanjut menaiki ke lantai teratas. Yakni berada di lantai 30.

Sofia terlihat begitu gundah. Khawatir bila yang ada di benakknya benar-benar terjadi.

"Kalau dia memaksa, apa boleh buat? Maka akulah yang harus keluar dari kantor ini!" Tutur Sofia dengan lugas. Ia sudah menyiapkan mentalnya untuk menghadapi Aaron.

Berhenti dari pekerjaan ini, tidak akan membuatnya kesulitan. Masih ada sisa uang tabungan yang ada di dalam rekeningnya. Sepertinya cukup untuknya dalam beberapa bulan kedepan. Sembari menaruh CV dan melamar ke beberapa perusahaan lain.

Tok.. tok.. tok.

Sofia mengetuk pintu dengan hati-hati. Terdengar suara dari dalam menjawab ketukan pintu Sofia.

Krek

Dengan keberanian sekuat baja, Sofia membuka pintu itu secara perlahan. Sesampainya ia di dalam sana. Sudah terlihat Aaron yang sedang duduk sembari menyilang kedua kakinya di kursi. Tampak begitu arogan, dengan tatapan sinis serta tajam dari sorot matanya. Yang menatap langsung ke arah Sofia berdiri.

"Apa Tuan memanggil saya?" Tanya Sofia hati-hati.

"Apa benar, kalau kau hamil?!" Aaron berbalik tanya tanpa basa-basi.

Seketika wajah Sofia berubah gugup dan tegang. Mendengar pertanyaan dari Aaron barusan. Tebakannya benar, kehamilannya pasti sudah diketahui olehnya.

"Ti-tidak, a-aku tidak hamil!" Jawab Sofia terbata-bata.

"Hentikan dramamu, aku sudah tahu semuanya. Kau hamil, setelah insiden pada malam itu. Dan itu berarti, bayi yang ada di dalam perutmu adalah anakku." Ucap Aaron seraya turun dari kursinya. Lalu ia berjalan mendekati Sofia.

"Ti-tidak! Tu-tuan pasti salah dengar mengenai informasi ini!" Lagi, Sofia berusaha berbohong. Demi menutupi kehamilannya, agar bayinya tidak di gugurkan oleh pria kejam itu.

"Cih, kau pikir aku percaya?! Apa kau tahu? Bila berani berbohong padaku, akan dikenai sanksi." Aaron terus menggertak dan mengancam Sofia tanpa ampun. Wajah Sofi sudah sangat pucat. Tubuhnya mulai goyah dan tak kuat untuk berlama-lama berdiri.

"YA! AKU MEMANG HAMIL! APA KAU INGIN AKU MENGGUGURKAN BAYI INI?! ITU SEMUA TIDAK AKAN PERNAH TERJADI! AKU LEBIH BAIK KELUAR DARI PERUSAHAAN INI!" Tutur Sofia dengan emosi. Aaron semakin menatap tajam dirinya. Setelah Sofia berhasil mengatakan semua isi hatinya.

"Jadi kau pikir, aku ingin kau mengugurkan bayi itu? Dasar bodoh! Otakmu tidak sebanding dengan pekerjaan yang kau lakukan sebagai akuntansi di perusahaan ini!"

"Ja-jadi ka-kalau begitu.. aku?" Tanya Sofia terbata.

Aaron kembali ke meja kerjanya. Terlihat ia tengah mengambil sebuah surat dari dalam laci mejanya. Dan berjalan menghampiri lagi ke arah Sofia.

BRAK

Aaron melempari surat itu, tepat di depan wajah Sofia.

"Tanda tangani surat kontrak nikah itu!" Ujar Aaron.

Otak Sofia tiba-tiba ngeblank sesaat. Merasa mimpi dengan yang dikatakan oleh pria itu padanya.

'Apa yang dia katakan itu benar? Aku harus menikah kontrak dengannya? Lalu tinggal satu atap dengannya setiap harinya? Apa dia gila?! Satu kantor dengannya saja sudah membuatku berada di dalam neraka! Apalagi menikah dengannya?!' Gumam Sofia dalam hati memaki dan tidak terima.

"Hei! Apa kau tuli? Ayo cepat tanda tangani!" Aaron membuyarkan lamunan Sofia dengan suara gertakannya.

"Beri aku waktu untuk memikirkannya!" Sofia berdalih. Mencoba untuk tidak terjerat dalam kontrak pernikahan itu.

"Tidak ada waktu untukmu berpikir! Pernikahannya akan dilaksanakan besok. Tanda tangani sekarang atau kau ingin, perusahaan Ayahmu ku hancurkan?!"

Sofia terkaget mendengarnya, merasa ketakutan dan panik. Saat Aaron menyebutkan Ayahnya. Meski Ayahnya begitu membencinya, tapi Sofia tak sedikitpun dendam padanya. Walau bagaimana pun juga, ia adalah Ayahnya. Keluarga satu-satunya yang ia punya.

Kalau perusahaan Xiao hancur, Sofia tak bisa membayangkan karir kehidupan Ayahnya akan hancur pula. Ia tak akan membiarkan semua itu terjadi.

"Baik, aku akan tanda tangani surat ini!" Ucap Sofia yakin.

"Cih, begitu pedulinya kau pada Ayahmu? Baru ku sebut sekali saja langsung yakin menyetujuinya." Aaron kembali mengambil surat kontrak pernikahan itu dari tangan Sofia. Setelah berhasil di tanda tangani olehnya.

"Sore ini kau akan di jemput oleh Ivan. Untuk memilih gaun pernikahan yang akan kau kenakan besok. Bersiaplah!" Tutur Aaron sebelum Sofia pergi meninggalkan ruang kerjanya. Sofia hanya menjawab dengan anggukan. Dan pergi menghilang dibalik pintu itu.