Chereads / Suami Eksklusifku / Chapter 1 - TERJEBAK

Suami Eksklusifku

🇮🇩erickaghaniya
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 19.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - TERJEBAK

Kehidupan yang dilalui oleh kebanyakan orang, bermacam-macam permasalahannya. Aku Sofia, gadis yang hidup sebatangkara. Ibuku telah lama tiada, ketika aku berusia lima tahun. Saat, Ayahku tiba-tiba membawa seorang wanita ke dalam rumah ini. Bersama dengan satu anak perempuan. Ya, Ayahku berselingkuh dari Ibuku.

Sejak kedatangan mereka ke rumah ini. Aku sering melihat Ibu menangis seorang diri. Tidak lama kemudian, Ibu dikabarkan meninggal karena kecelakaan. Aku tidak percaya dengan berita itu. Aku berlari kesana kesini mencari keberadaan Ibu.

Lalu akhirnya, aku menemukan suatu kejanggalan, pada kematian Ibu. Diam-diam aku menyelidiki semua itu sendirian. Sampai suatu ketika, aku melihat sebuah kamar rahasia. Yang ada di ruang bawah tanah, di dalam rumahku sendiri. Di kamar itu, penuh bercak darah dimana-mana. Dan betapa terkejutnya aku, mendapatkan sisa potongan baju Ibu.

"Hiks.. Ibu.." tangisku kala itu melihat semuanya.

Sejak kedatangan wanita selingkuhan Ayah ke rumah ini. Kehidupanku dan Ibu berubah drastis. Tidak ada lagi keharmonisan antara kami bertiga. Ayah semakin kasar dan tidak memedulikan Ibu, juga Aku. Kematian Ibu membuat tanda tanya di kepalaku. Pasti ada konspirasi, antara Ibu dengan wanita jalang itu.

Pembokat keluargaku!

Dan sekarang, aku akan bertunangan dengan lelaki yang aku cintai. Dia bernama Keenan, teman masa kecilku dulu. Aku dan dia saling mencintai. Setelah kepergian Ibu, Keenan datang seolah menghapus awan hitam pada kehidupanku. Ia berasal dari keluarga kaya dan terpandang.

Sementara Aku, meskipun Ayahku punya perusahaan yang terbilang sukses. Aku tidak begitu merasakan kebahagiaan itu. Bahkan bisa dikatakan sebagai anak yang terlahir kaya, namun hidup penuh dengan kemiskinan juga penderitaan. Ayah begitu membenciku, tapi ia begitu menyayangi anak tirinya, Amara. Setiap hal yang aku lakukan, selalu salah dimata Ayah. Sangat tidak adil bagiku, yang sebenarnya anak kandungnya sendiri.

Tapi dia, justru lebih menyayangi anak tirinya yang bukan darah dagingnya.

...

"Kakak, malam ini aku sudah membuatkan pesta untukmu dan juga Kak Keenan. Anggap saja, ini sebagai permintaan maafku yang sering membuat Kakak kesal." Ucap Amara, Adik tiriku.

"Terima kasih, Adik. Kamu begitu pengertian pada Kakak." Jawabku polos.

Mungkinkah Amara sudah berubah? Karena sejak dulu, ia begitu iri dan membenciku. Padahal seharusnya aku yang iri dengannya. Karena segala permintaannya, selalu Ayah turuti.

Berbeda denganku yang berbanding terbalik. Bahkan saat bersekolah dulu, aku selalu mendapat peringkat 3 besar. Tapi Amara justru iri pula denganku, yang tidak pernah mendapatkan peringkat.

"Ayah.. Kak Sofi dapat peringkat 3, aku juga mau!" rengek Amara kala itu.

"Amara, nilai itu tidak bisa di ubah. Bagaimana kalau Ayah akan memberikanmu hadiah?" ujar Ayah pada Amara. Aku yang melihatnya hanya bisa tertunduk sedu, menatap dari kejauhan.

"Heh, anak haram! Kamu iri ya, pada Amara? Jangan mimpi kamu! Bisa dapat perhatian Ayahmu. Sana cuci piring! Mau pamer sama Amara, hih! Peringkatmu itu sama sekali tidak berguna!" Umpat Liana, Ibu tiriku memakiku.

Ia memergokiku yang sedang memperhatikan kedua Ayah dan anak tirinya berbahagia. Harusnya aku, yang mendapat hadiah itu dari Ayah. Aku sudah bekerja keras selama ini. Untuk mendapat peringkat 3 besar. Bahkan aku juga mempertahankan peringkatku. Agar Ayah bisa berubah pikiran, dan menyayangiku lagi.

Tapi semua itu rupanya sia-sia kulakukan.

"Kak.. Kakak?!" panggil Amara membuyarkan lamunanku. Saat mengingat kembali kenangan dulu.

"Eh, iya.. kenapa?" tanyaku linglung.

"Ayo siap-siap, nanti malam kita harus cepat. Kita semua akan pergi ke hotel bintang 5." Ujar Amara.

'hotel? Kenapa juga harus ke hotel? Bukankah makan malam di rumah juga sama?' gumamku dalam hati bertanya.

"Eh.. i-iya, aku akan bersiap-siap, Mara." Jawabku gugup.

...

Malam pun tiba, aku saat ini sudah rapi. Dengan memakai gaun putih dan memakai riasan makeup natural. Sementara Amara memakai gaun berwarna ungu. Yang menurutku, agak terbuka di bagian dada nya.

"Kakak sudah siap? Yuk berangkat! Semua orang sudah menunggu kita semua. Kak Keenan juga sudah datang katanya." Tuturnya.

Keenan? Tapi dia tidak bilang apa-apa padaku.

"Oh iya, yuk!" balasku.

Aku, Amara, Ayah, beserta Ibu tiriku pergi ke hotel bintang 5. Yang sudah di pesan oleh Ibu tiriku. Kedua keluarga akan bertemu malam ini. Aku begitu tidak sabar untuk bertemu Keenan.

30 menit kemudian...

Kami semua sampai di depan pintu masuk. Semua orang begitu menghargai Ayah. Aku tidak menyangka, kalau Ayah punya kedudukan yang tinggi. Aku berjalan dengan rasa gugup. Sikap Amara hari ini benar-benar beda. Dia memperlakukanku dengan sangat baik.

Tak berapa lama, kami semua sampai di meja makan. Yang sudah di persiapkan oleh pihak hotelnya untuk dinner kami. Keenan juga sudah ada disana, bersama keluarganya. Dia begitu tampan, dan rapi. Aku tersenyum tulus menatapnya.

"Sofia, kesini." Pintanya mengajakku duduk di sebelahnya. Namun...

"Eh.. Kakak disini saja." Ucap Amara menyuruhku agar duduk di sampingnya.

Keenan merasa kecewa dengan sikapku. Memilih ucapan Amara dibanding dengannya. Yang sebentar lagi akan jadi Suamiku.

'Maaf Keenan, aku bingung.' Gumamku dalam hati, seraya menatap sedu ke arah Keenan.

-

Sesudah makan malam, kami semua membicarakan mengenai pernikahanku dengan Keenan. Yang satu minggu lagi akan di gelar, di dalam gedung ini. Aku begitu senang mendengarnya.

Pertunanganku dengan Keenan akan di selenggarakan dua hari lagi. Tidak sabar, aku akan pergi meninggalkan rumah. Dan hidup bahagia bersama Suamiku nanti, Keenan.

"Kakak, aku mau ke toilet. Antar aku sekarang, yuk!" pinta Amara mengajakku. Di sela-sela perbincangan kami semua.

"Ya sudah, yuk!" jawabku tanpa ragu.

Aku dan Amara izin untuk ke toilet sebentar. Keenan menatapku seakan memberi isyarat agar segera kembali. Hm, Keenan begitu mencintaiku. Aku pun sama halnya dengan dia.

Sesampainya aku dan Amara ke toilet. Aku memilih untuk menunggu di luar. Tapi Amara mengajakku masuk ke dalam.

"Kakak kenapa di luar? Ayo masuk! Aku takut sendirian disini."

"Eh.. iya, iya. Aku masuk."

Saat kakiku melangkah memasuki ke dalam toilet. Tiba-tiba pandanganku membuyar, semuanya berubah gelap. Aku merasakan sesak napas dan....

Aku terjatuh lemas.

...

Aku terbangun, mataku begitu berat saat membukanya. Pandanganku melihat sekeliling, aku tercengang kaget. Kenapa aku berada di dalam kamar? Ini kamar siapa? Aku langsung menyadari, tubuhku hanya terbalut oleh selimut tebal.

Ya, aku tanpa busana sekarang.

"Hiks... hiks... hiks... a-aku sudah tidak suci?" rintihku dalam tangis.

Mataku melihat ke sebelahku. Seorang pria yang terlelap disamping-Ku sekarang.

Bertelanjang dada dan hanya memakai celana panjang. Tiba-tiba dia terbangun, matanya menatapku tajam.

"Kalau sudah selesai, pergilah! Anggap saja semua ini tidak pernah terjadi. Ini, cek 50 miliar untukmu." Ucap lelaki itu.

Usianya seperti tidak jauh denganku. Saat ini aku berusia 25 tahun. Mungkin perkiraanku usianya 27 tahun. Begitu menganggapku seperti wanita rendahan dimatanya. Apakah ini takdirku?

Bagaimana aku harus menjelaskan pada Keenan nanti?

'Ya Tuhan, tolong aku.' Gumamku dalam hati.

Aku memunguti semua pakaianku. Beserta cek senilai 50 miliar itu. Walau sebenarnya aku tidak ingin mengambilnya. Tapi kalau tidak diambil, semakin rendahnya aku. Karena di perkosa olehnya secara gratis.

Aku keluar dari dalam kamar itu dengan penampilan kusut dan acak-acakan. Satu kata yang terlintas di pikiranku, toilet. Aku bergegas mencari toilet di sekeliling hotel ini. Sampai akhirnya aku menemukan dan buru-buru masuk ke dalam.

Air mataku luruh semakin deras. Menatap diriku di depan cermin. Betapa malangnya nasibku sekarang. Pertunanganku akan segera di gelar dalam waktu 2 hari mendatang. Dan sekarang, aku malah tidur dengan lelaki lain.

"Hiks... hiks... hiks... aku.. aku begitu kotor. Keenan pasti tidak akan memaafkan kesalahanku. Hiks.. hiks.." ucapku sedu seraya mengusap air mataku.

Aku mencuci wajahku, berharap wajah kusutku tidak begitu terlihat.