Rintik hujan menyambut kedatangan Kinara di Pulau Bali, khususnya di kawasan Kuta. Selepas keluar dari bandara, ia langsung mendapatkan taksi khusus. Wanita berusia 35 tahun tersebut lantas melanjutkan perjalanan menuju salah satu hotel yang diduga menjadi penginapan suaminya.
Berbicara soal perasaan, tentu saja perasaan Kinara saat ini benar-benar tidak karuan. Antara keyakinannya sendiri dan ucapan Tiara masih saling berperang. Namun, harapan Kinara tentang salahnya dugaan Tiara mengenai perselingkuhan Abimana masih jauh lebih besar. Setidaknya, di detik-detik terakhir sebelum penggebrekan, masih ada kemungkinan bahwa keyakinan Kinara-lah yang akan menang.
Taksi berbelok ke arah kanan setelah setengah jam perjalanan dari arah bandara menuju hotel. Tak berselang lama, tampak gagahnya gedung dengan puluhan lantai yang tampak menakjubkan. Hotel itu yang akan menjadi persinggahan Kinara saat ini dengan sebuah rencana yakni mencari tahu kebenaran atas ucapan Tiara.
Kinara turun dari taksi setelah prosedur pembayaran telah selesai ia lakukan. Detik berikutnya, ia berjalan ke arah lobi, lalu menuju ke tempat di mana resepsionis berada. Tiga resepsionis yang bertugas memberikan sambutan hangat untuk Kinara yang mereka pikir adalah calon penyewa kamar. Namun, sayangnya, tujuan Kinara saat ini bukan untuk menginap, melainkan melakukan investigasi.
"Apakah ada seseorang bernama Abimana Erlangga yang menyewa salah satu kamar di hotel ini, Nona?" tanya Kinara sesaat setelah sambutan hangat dari para resepsionis itu selesai.
"Saya akan memeriksanya terlebih dahulu, Nyonya, mohon tunggu sebentar," jawab sang resepsionis yang menjadi fokus mata Kinara saat ini. Tertulis nama Indah Prameswari di name tag yang terpasang di pakaiannya.
"Terima kasih."
Kinara menghela napas, sementara kegelisahan sudah berkecamuk semakin hebat. Detik berikutnya, ia memutuskan untuk menghubungi Tiara yang seingatnya juga menginap di hotel tersebut. Keberadaan Tiara mungkin akan lebih membantunya. Lagi pula, jika dugaan Tiara terbukti salah, Kinara juga tidak akan kerepotan lagi untuk mencari Tiara demi bisa memberikan beberapa cercaan.
Ponsel telah tertempel di telinga Kinara, sesaat setelah dirinya melakukan panggilan keluar untuk menghubungi Tiara. Namun, sebelum panggilan itu diterima oleh Tiara, Indah Prameswari alias sang resepsionis memanggil nama Kinara dengan santun. Detik itu juga, Kinara memutuskan untuk menunda rencananya. Ponsel itu ia turunkan dan berakhir ia masukkan ke dalam tas jinjing seperti semula.
"Bagaimana?" tanya Kinara.
Indah Prameswari tersenyum, lalu menjawab, "Saat ini Tuan Abimana Erlangga merupakan salah satu penyewa atas hotel kami, Nyonya."
Kinara menelan saliva. Kian getir perasaannya. "Di mana? Di kamar nomor berapa dia menginap?"
"Maaf, Nyonya. Untuk informasi tersebut, kami tidak bisa memberitahukan kepada Nyonya. Hotel kami sangat menjaga privasi pelanggan."
Kinara menggigit bibir. Bingung dalam sesaat. Sebelum akhirnya, ia mendapatkan ide untuk bisa memasuki kamar hotel di mana Abimana berada. Kinara bergegas membuka tas jinjing yang terdapat dompet kecil di dalamnya. Sebuah kartu nama lantas ia keluarkan dari dompet tersebut, lalu ia menyerahkannya pada Indah Prameswari.
"Saya Kinara Dewi Pradipta. Pengusaha real estate yang cukup terkemuka. Tolong, panggilkan manajer Anda dan katakan padanya saya ingin berbicara," ucap Kinara.
Indah Prameswari tampak bimbang. Ia tidak menyangka wanita yang ia hadapi saat ini adalah seorang konglomerat. Kartu nama itu tidak hanya mencantumkan nama lengkap milik Kinara, tetapi juga tercantum nama Diamond Palace, sebuah perusahaan real estate yang terkemuka. Indah akhirnya merasa tidak punya pilihan lain setelah beberapa detik berpikir. Hal itu membuatnya harus benar-benar menghubungi sang manajer hotel agar atasannya itu bersedia untuk menemui Kinara.
Selang beberapa menit kemudian, sang manajer yang mendengar bahwa seorang pimpinan dari Diamond Palace ingin bertemu, sampai di lobi hotel tersebut. Napasnya terengah-tengah, buliran keringat juga tampak bercucuran di dahi dan lehernya. Membuat semua orang tahu kalau dirinya begitu terburu-buru.
"Selamat siang, Nyonya Kinara. Saya Pandu Dewata, manager dari hotel ini," sapa manajer yang memiliki nama Pandu Dewata tersebut.
Kinara menatap Pandu dengan sorot mata yang menunjukkan sebuah harapan besar. "Saya ingin tahu di mana Abimana Erlangga menginap dan beri akses khusus untuk saya agar saya bisa masuk ke dalam kamar tempat Abimana berada," ucapnya tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Sebelumnya, saya memohon maaf, Nyonya Kinara. Tapi, untuk apa Anda ingin memiliki akses khusus dari kami? Mm, bisakah Anda mengikuti saya ke ruangan yang lebih nyaman untuk berbicara?" Pandu berusaha membuat penawaran dan mencari tahu motif di balik permintaan Kinara.
"Tidak," sahut Kinara dengan wajah yang datar, meskipun kegelisahan semakin pekat dalam menyelimuti hatinya saat ini. "Anda tahu jika saya adalah istri dari Abimana Erlangga, bukan? Ada permasalahan pribadi yang membuat saya harus masuk ke dalam kamar itu tanpa se-pengetahuannya, Tuan Pandu. Hal ini berkaitan dengan rumah tangga kami. Haruskah ada banyak pertimbangan bagi Anda hanya demi memberikan akses untuk saya sebagai istri dari Abimana?"
Pandu bimbang dan terdiam. Mengingat manajemen hotelnya yang akan menjaga privasi setiap pelanggan. Biasanya ia tidak kesulitan untuk mengatasi keberadaan orang-orang seperti Kinara. Masalahnya saat ini adalah Kinara bukanlah orang sembarangan. Ia pun tahu belakangan ini Kinara Dewi Pradipta yang baru menjabat sebagai pimpinan utama dari Diamond Palace sudah mendapatkan banyak penghargaan.
Kinara juga sukses membawa Diamond Palace menjadi perusahaan real estate paling terkemuka. Apalagi jika perusahaan Kinara dengan perusahaan Abimana sudah melakukan merger, pastinya perusahaan mereka akan jauh lebih besar. Jika sedikit saja membuat masalah dengan orang seperti Kinara, bisa saja hotel tempatnya bekerja menjadi terancam.
Pandu menghela napas, lalu tersenyum ramah. Ia menatap Kinara, lalu berkata, "Baiklah, Nyonya. Saya bisa membantu Nyonya untuk masalah akses masuk ke dalam kamar Tuan Abimana."
"Terima kasih." Kinara menjawab tanpa ekspresi berlebihan.
Selanjutnya, Kinara mengikuti Pandu yang sudah meminta sebuah kunci cadangan berbentuk kartu untuk memasuki kamar Abimana sekarang. Langkah mereka tertuju ke arah yang sudah seharusnya. Sebuah elevator menjadi alat bantu untuk naik ke atas lantai yang dituju.
Perjalanan itu membuat Kinara benar-benar membisu. Secara kasat mata, dirinya tampak tenang dan begitu elegan. Kinara memang wanita yang tangguh dan pandai menyimpan setiap kegundahan. Namun, jauh di lubuk hatinya, tersimpan sebuah ketakutan. Ia khawatir jika Abimana benar-benar tengah melakukan perselingkuhan. Suami yang ia cintai selama satu tahun pasca pernikahan terjadi, selalu menjadi sosok yang sangat ia segani. Ia tidak tahu hidupnya akan sehancur apa jika nantinya ucapan Tiara terbukti benar.
"Tidak. Tiara pasti salah," gumam Kinara.
Pintu elevator akhirnya terbuka setelah satu menit lamanya terus tertutup. Tampaknya Kinara dan Pandu sudah sampai di lantai yang dituju. Langkah Pandu kembali terayun, diiringi langkah Kinara. Keduanya lantas berhenti di hadapan sebuah pintu dengan nomor 1313.
"Nyonya, Tuan Abimana menginap di kamar ini. Dengan menggunakan kartu ini, Anda bisa langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Mm, apakah Nyonya membutuhkan bantuan lagi?" ucap Pandu sembari menyerahkan kunci cadangan berbentuk kartu tersebut.
"Tidak, terima kasih," jawab Kinara datar.
"Kalau begitu, saya undur diri, Nyonya. Kalau ada apa-apa, Anda bisa menghubungi staf kami lagi."
Kinara tidak menjawab ucapan terakhir Pandu, membuat pria itu langsung mundur dan berlalu. Mata Kinara terus menatap papan kecil yang terpasang di pintu kamar dengan mencantumkan nomor 1313. Sebentar lagi, ia akan tahu apakah ucapan Tiara memang benar atau hanya sekadar sebuah dugaan yang salah. Namun, mencoba membuka pintu itu mengapa rasanya sangat sulit bagi Kinara? Haruskah ia tetap maju untuk mengetahui aktivitas Abimana? Atau, lebih baik ia mundur saja untuk menekan resiko terluka?
***