Di hadapan Kinara, kini telah duduk seorang pria muda yang ia ketahui memiliki pekerjaan sebagai pengacara. Tampaknya Pramono dari Pram Indonesian Consultant sudah mengirimkan kuasa hukum baru sesuai permintaan Kinara beberapa hari lalu. Namun, tak ia sangka ternyata pengacara itu masih sangat muda. Bahkan, mungkin usianya belum mencapai kepala tiga. Jujur saja, Kinara cukup meragukan pria itu, terlebih yang akan ia hadapi adalah Abimana.
Kinara menghela napas dalam. Detik berikutnya, ia memutuskan untuk menyesap kopi yang telah Isabela siapkan. Sementara pengacara muda yang duduk di bagian sofa lain dan tepat di hadapannya masih sibuk mengamati seluruh ruang kerja miliknya. Kinara benar-benar tidak habis pikir jika dirinya akan bekerja sama dan bahkan menggunakan jasa seorang bocah kecil.
Pramono mengaku akan mengirimkan pengacara yang lebih pintar dari pengacara sebelumnya dan bahkan selalu berhasil memenangkan kasus sejak diangkat sebagai advokat. Hanya saja … apakah benar sosok pria yang berada di hadapan Kinara saat ini sesuai dengan penjelasan Pramono?
Kinara berangsur meletakkan cangkir kopinya di atas meja, lalu menghela napas lagi. Detik berikutnya, ia menatap pria muda itu kemudian berkata, "Anda dari kantor Pram Indonesian Consultant sesuai yang dijanjikan oleh Tuan Pram untuk menangani permasalahan yang saya alami?"
Pengacara muda itu, melainkan Kresna Fusena Cakrawangsa lantas menghentikan pengamatannya ke setiap penjuru ruang kerja Kinara. Ia lantas menatap sang Nyonya CEO dan segera mengganggukkan kepala. "Benar, Nyonya CEO," katanya. "Saya Kresna, pengacara dari kantor firma hukum yang baru saja Anda katakan."
Lagaknya tengil sekali, pikir Kinara. "Saya tidak menyangka Tuan Pram akan mengirimkan orang semuda Anda, mm, Tuan Kresna."
"Ah … haha." Kresna menggaruk kepalanya, berlagak malu-malu. "Bahkan saya sendiri tidak percaya, jadi, wajar jika Nyonya CEO juga tidak memercayai kenyataan ini."
"Nama saya Kinara, Kinara Dewi Pradipta, bukan CEO," ralat Kinara yang semakin terganggu dengan penyebutan bibir Kresna atas namanya. "Bisakah Anda untuk tak lagi membawa kata CEO?"
Mata Kresna masih melebar dalam beberapa saat. Mungkin karena ia tidak menyangka akan mendapat penolakan dari Kinara atas caranya menyebut wanita cantik itu. Rupanya Kinara juga masih memiliki rasa rendah hati dengan karakter sedingin es di Kutub Utara, meski jabatan tersebut sudah melekat pada diri Kinara sejak lama. Bukankah seharusnya Kinara bangga karena diakui sebagai pemimpin dari sebuah perusahaan besar? Satu pertanyaan itu yang hadir di benak Kresna, tetapi langsung terjawab oleh penilaian barunya perihal kerendahan hati Kinara yang muncul secara mendadak.
Kresna masih tersenyum-senyum, seolah tidak memiliki rasa bersalah sama sekali. Sikap pria itu tentu saja sedikit membuat Kinara semakin tidak nyaman. Keberadaan Kresna sebagai pengacara barunya saja sudah merisaukan hati, apalagi jika ternyata Kresna lebih tengil dari yang ia kira. Sungguh, ia akan melontarkan protes pada Pramono jika seandainya Kresna tidak mampu bekerja. Terlebih, ketika yang akan Kinara hadapi bukan hanya kasus perceraian saja, tetapi juga aset besar buah bisnisnya dengan Abimana yang masih belum dapat dipastikan akan menjadi milik siapa. Kalau soal harta gono-gini, tentu ia tidak pernah mengharapkannya. Toh, ia sudah sangat kaya, bahkan kekayaannya masih lebih besar dari suami laknatnya tersebut.
"Saya tahu Anda meragukan kemampuan saya, Nyonya CEO, ah … maksud saya, Nyonya Kinara," ucap Kresna tiba-tiba dan tak lagi membahas soal penyebutan nama, melainkan langsung ke inti yang ia sadari sejak pertama bertemu wanita itu. "Tapi, atas nama firma hukum dan juga tanggung jawab, saya berjanji akan membantu kasus Anda sampai tuntas. Mm, saya dengar Anda ingin mengambil alih sebuah gerai perhiasan yang sangat besar?"
Kinara menelan saliva. Ragu, tetapi ia harus memberikan respons atas nama kesopanan. Dan ya, tak berselang lama, ia mencoba untuk menganggukkan kepala. "Ya, benar. Saya tidak hanya ingin bercerai, tapi juga mengambil aset itu," jawabnya.
"Kita bisa menyebutnya sebagai harta gono-gini. Mm …." Kresna memangku dagunya menggunakan kedua telapak tangan yang sudah ia satukan. "Bagaimana—"
"Sudah ada perjanjian pranikah, di mana saya tidak akan mengganggu aset apa pun milik suami saya, begitu pun dirinya. Tapi, aset itu belum lama dibangun dan belum disahkan atas nama siapa, karena saham kami sama-sama besar. Jika seandainya saya harus membeli saham yang beliau tanam, saya tidak keberatan untuk melakukannya. Tapi, bagaimana jika beliau menolak dan tetap menginginkan aset itu?" sahut Kinara.
"Apa Anda tetap tidak ingin melanjutkan kerja sama, setelah bercerai nanti, Nyonya Kinara?"
"Tidak! Yang saya inginkan adalah aset itu jatuh ke tangan saya sepenuhnya, dan mengusir beliau dari kerja sama sekecil apa pun!" Cepat, Kinara menjawab dan tegas sekali. "Lantas … apa Anda mampu menangani masalah ini? Karena setelah ini pun, saya masih membutuhkan berbagai macam nasihat hukum, Tuan Kresna."
Mata Kinara mengkilat dan penuh bara api. Seperti yang tak sengaja Kresna dengar sebelumnya, dendam Kinara terhadap Abimana memang sudah sangat besar. Bahkan, wanita yang begitu cantik itu mungkin tak akan segan-segan membayar dengan dana yang mahal, asalkan semua yang terencana di dalam otaknya bisa terealisasikan. Dendam memang tidak baik, tetapi kemarahan seorang wanita yang selalu diam dan kerap percaya bisa menimbulkan dendam yang sangat luar biasa dahsyatnya. Dan wajar jika Kinara lantas meragukan Kresna yang masih sangat muda, yang pasti akan lebih sulit untuk diajak bekerja sama.
Namun, ketika sebelumnya justru menolak, kini Kresna malah mendapatkan sebuah sensasi dari kasus yang akan ia tangani. Ada tantangan besar yang membuatnya berdebar sekaligus penasaran. Ia ingin memperdalam kasus Kinara dan menyaksikan bagaimana wanita cantik dan berkuasa itu menuntaskan dendamnya pada Abimana Erlangga.
Kresna lantas mengulas senyuman. "Saya pun bisa melakukan apa saya agar bisa membuat pihak Nyonya menjadi menang telak!" ucapnya penuh keyakinan.
Di mana, ucapan Kresna itu justru membuat Kinara tertegun dan agak terkejut. Jiwa kawula muda memang sedang membara dan tak heran jika Kresna merasa tertantang. Namun, tetap saja, Kinara tidak mengerti mengapa Kresna tampak begitu yakin. Padahal banyak risiko yang akan datang ke depannya. Bahkan, karier Kresna bisa dipertaruhkan jika dikalahkan oleh pihak Abimana.
"Jangan khawatir, Nyonya. Toh, masih ada beberapa pengacara yang akan membantu saya, bukan?" Kresna memajukan wajahnya saat mengatakan pertanyaan konyol itu. "Bukankah umur hanyalah sekadar angka? Tingkat kejeniusan pria muda seperti saya bisa saja melebihi para senior, bukan?"
Kinara tidak menjawab dan hanya menghela napas. Kemudian, ia mengabaikan Kresna untuk berpikir sembari menyantap sisa kopinya yang sudah agak dingin. Sementara Kresna yang memang memiliki karakter super tengil sekaligus selalu ceria, begitu santai bersandar pada badan sofa—tempat di mana ia duduk saat ini.
Apa aku boleh memercayai bocah ini? Bagaimana jika dia hanya ingin bermain-main karena merasa tertantang, dan lambat laun tidak akan serius dalam menanggapi masalahku? Pikir Kinara. Ia tetap merasa gamang.
Lantas, akankah Kinara benar-benar menolak jasa yang akan Kresna tawarkan karena kegamangan itu?
***